Welcome To Tepus Somorejo Bagelen
Showing posts with label Bagelen. Show all posts
Showing posts with label Bagelen. Show all posts

Thursday, November 10, 2016

Desaku Yang Ku Lupakan

“ Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia ” – Soekarno.


Kita pasti pernah mendengar atau membaca kutipan tersebut. Presiden pertama Indonesia tidak main-main ketika mengatakannya. Beliau sadar bahwa kemerdekaan dapat diraih karena pemuda/pemudi berjuang dengan sekuat tenaga disertai doa dan keikhlasan mampu merebut kemerdekaan bersama.

Bagaimana dengan kita saat ini? Apa hal mendesak yang perlu kita perjuangkan? Sekolah/kuliah, karir, kebahagiaan keluarga? Hal-hal ini memang penting, tapi jangan lupa bahwa keberadaan kita di dunia ini harus bisa memberikan kontribusi bagi lingkungan sekitar tempat kita dilahirkan.

Pada masa perjuangan kemerdekaan, pemuda/pemudi sama-sama melihat penjajah sebagai musuh. Saat itu, semua orang merasakan dampak dari penjajahan yang benar-benar menyiksa. Meski berjuang dengan caranya masing-masing, sebelum akhirnya membuat gerakan-gerakan nasional/terpusat, mereka berhasil mengusir penjajah dari Indonesia.

Lain dulu lain sekarang. Sekarang ini melihat kemiskinan dan ketertinggalan sebagai musuh yang benar-benar harus diberantas. Kesenjangan yang tinggi diantara masyarakat yang tinggal di kota dan yang tinggal di pelosok desa bagaikan langit dan bumi. Kalau hal ini terus dibiarkan, sila ke-5 Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” tidak akan pernah tercapai.

Hal ini diperparah dengan urbanisasi, ketika pemuda/pemudi meninggalkan desa dan berpikir ada peluang yang lebih baik di kota. Padahal, dengan latar belakang pendidikan yang tidak seberapa, mereka kemudian hanya menjadi pengangguran atau pekerja serabutan. Kalau tidak kuat iman, mereka ‘banting setir’ menjadi pelaku tindak kriminal hanya untuk menyambung hidup.


Tiap tahun banyak warga desa berurbanisasi ke kota hanya untuk mencoba suatu peruntungan dan berharap mereka sukses ditanah rantau.
Banyak dari mereka yang pulangnya membawa kebahagiaan namun tidak sedikit pula yang pulang ke daerah asalnya membawa kesedihan.

Pertanyaanya, mengapa mereka harus merantau? pertanyaan ini yang selalu terlintas dipikiran kita padahal desa adalah sebuah asset yang sangat luar biasa jika kita mau gali dan kita kembangkan potensi yang sudah ada didesa.


Harapan untuk DESAKU jadilah berdaya dan berwibawa, karena desa adalah kekuatan dan jati diri bangsa, kemajuan desa adalah kemajuan bangsa, kemajuan rakyat semua. Mulai saat ini, dari DESAKU, DESAMU, dan DESA KITA SEMUA, kita bangun BANGSA.





Sunday, February 14, 2016

Ini Dia Si Jali Jali

Biji jali kini hanya terkenang lewat tembang Jali-jali. Itu ada benarnya. Pasalnya, orang zaman sekarang nyaris tidak mengenal bahkan mengkonsumsi biji-bijian berwarna putih tersebut. Padahal manfaat yang dirasakan tubuh saat mengonsumsi jali sangatlah bagus.


Jali (Coix lacryma-jobi L.), merupakan sejenis tumbuhan biji-bijian (serealia) tropika dari suku padi-padian atau Poaceae. Asalnya adalah Asia Timur dan Malaya namun sekarang telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Beberapa varietas memiliki biji yang dapat dimakan dan dijadikan sumber karbohidrat dan juga obat. Bulir yang masak terbungkus struktur yang keras, berbentuk oval dan berwarna putih.

Biji jali yang sudah dikupas dari cangkangnya, kalau dimakan mentah rasanya hambar seperti rasa tepung mentah. Biji jali yang telah digiling atau ditumbuk dapat dimasak menjadi nasi jali, selain itu jali juga dapat dibuat sebagai bahan membuat ketan, dodol jali, bubur jali, dll. Caranya pun tergolong hampir sama dengan bahan baku yang lain. Walaupun sekarang jali nyaris tidak lagi dikonsumsi, mungkin kalah terkenal dengan sumber makanan pokok lainnya. Padahal kalau dikembangkan, jali merupakan tanaman yang bermanfaat dan serbaguna.

Ada dua varietas jali yang sering ditanam yaitu :
_ Coix lacryma-jobi var. lacryma-jobi memiliki cangkang (pseudokarpium) keras berwarna putih, bentuk oval, dan dipakai sebagai manik-manik.
_ Coix lacryma-jobi var. ma-yuen dimakan orang dan juga menjadi bagian dari tradisi pengobatan Tiongkok. Di perdagangan internasional ia dikenal sebagai Chinese pearl wheat (gandum mutiara Cina), walaupun ia lebih dekat kekerabatannya dengan jagung daripada gandum.

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Coix
Spesies: C. lacryma-jobi
Nama binomial Coix lacryma-jobi L.

Jali mengandung berbagai macam zat yang sangat diperlukan oleh tubuh. Perbandingan kandungan biji jali dan beras putih dalam 100 gramnya antara lain sebagai berikut

JALI
Bahan Kalori Karbohidrat 289
Lemak 61,4
Kalsium 213
Protein 11,1
Amonium 23
Fosfor 176
Zat Besi 11,0
Vit. B1 0,14

BERAS
Bahan Kalori Karbohidrat 248
Lemak 79
Kalsium 1,2
Protein 5
Amonium 40
Fosfor 22
Zat Besi 0,5
Vit. B1 0,02

Jali dapat dikatakan tanaman serbaguna. Mengapa serbaguna? Karena jali bukan hanya sebagai solusi tanaman makanan pokok, tapi juga dapat digunakan sebagai tanaman obat.

1. Jali Sebagai Makanan Pokok
Saat ini masyarakat masih bergantung pada beras sebagai makanan pokoknya. Padahal masih banyak makanan lain yang bisa dijadikan sebagai pengganti beras. Salah satunya ya jali ini. Toh rasanya tidak kalah dengan beras, kandungan gizinya pun cukup. Menurut kebutuhan gizi, jali ini juga tidak jauh beda dengan makanan pokok lain.

2. Jali Sebagai Makanan Tambahan
Jali sebagai makanan tambahan disini yang dimaksud adalah jali tidak hanya digunakan sebagai makanan pokok, melainkan dapat dibuat menjadi dodol jali, tape jali, ketan jali, jenang jali, bubur jali, dan masih banyak jenis makanan lainnya tergantung dari kreatifitas masing masing.

3. Jali sebagai Tanaman Obat
Bukan hanya sebagai makanan pokok, jali dapat digunakan juga sebagai obat seperti : Diare, radang paru paru, usus buntu, urin sedikit, keputihan, kutil, tidak datang haid, kanker mulut rahim, sakit kuning, dan masih banyak lagi manfaatnya. Jali juga mengandung komponen Coxenolide yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi Cortex Adrenal pada Ginjal. Jali juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mengobati rasa pegal, mengeluarkan nanah, anti toxic, menyembuhkan bisul, cacingan, sakit otot, sakit tulang, sakit persendian, dll.

4. Jali sebagai tanaman langka.
Saat ini jali dapat dikategorikan sebagai tanaman langka, sebab banyak orang yang tidak mengetahui apa itu jali, bagaimana bentuknya dan manfaatnya. Juga yang tadinya di berbagai daerah ada, sekarang sudah tidak lagi dikembangkan. Padahal cara penanamannya juga tergolong mudah dan biaya untuk menanam serta perawatannya juga tergolong murah. Murah dalam arti lebih murah prosesnya daripada tanaman pangan lainnya seperti beras dan jagung. Cara penanaman jali juga cukup mudah. Jali tidak harus ditanam di lahan terbuka. Kebanyakan orang memang menanamnya di lahan terbuka/tegalan. Namun, tidak harus di lahan terbuka. Di kebun yang banyak pepohonan pun juga bisa. Tidak hanya itu saja. Jali juga dapat ditanam di lahan yang kurang subur di tanah yang keras, dan banyak batu, namun bisa tetap tumbuh dengan baik.

Tuesday, October 20, 2015

Kilas Sejarah Bagelen




     Tanah bagelen merupakan suatu kawasan di selatan Jawa Tengah menurut tata negara Mataram masa Sultan Agung, ( FA Sutjipta 1963 ) yang disebut tanah bagelen terdiri dua bagian dalam satu kesatuan yaitu wilayah bagelen di sebelah barat sungai progo sampai timur sungai bogowonto disebut “Tumbak Anyar” dan yang kedua wilayah di barat sungai Bogowonto sampai Timur Sungai Donan ( Cilacap ) yang disebut “Urut Sewu” . dua wilayah Tumbak Anyar dan Urut Sewu itulah yang dinamakan Tanah Bagelen yang melegenda.
     Wilayah Bagelen sekarang sudah terpecah menjadi beberapa Kabupaten yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Purworejo ( gabungan kadipaten Kutoarjo dan Brengkelan ), Kabupaten Kebumen ( gabungan kadipaten Ambal, Gombong, Karanganyar, dan Kutowinangun ), Kabupaten Cilacap, ditambah Kabupaten Wonosobo, sisa dari wilayah yang dahulu dikenal sebagai Urut Sewu atau Ledok.
Nama Bagelen menurut Profesor Purbatjaraka (1954) seorang ahli sejarah Kuno, berasal dari kata pagaluhan, wilayah yang masuk dalam kekuasaan kerajaan Galuh.
     Berdasarkan penelitian Arkheologi Yogyakarta, ( Prayitno Hadi S, 2007 ) ternyata di pusat wilayah Bagelen tepatnya di Desa Bagelen dan sekitarnya yang masuk dalam Kabupaten Purworejo, sekurang-kurangnya terdapat sekitar 70 buah situs Megalitik dan Puluhan Situs Klasik Hindhu-Budha.
     Salah satu tempat yang menarik adalah Desa Watukuro kecamatan Purwodadi, Purworejo, lokasinya di muara sungai Bogowonto. Menurut Profesor DR. N J. Khrom (1950) seorang ahli Purbakala di Desa ini dahulu terdapat tempat untuk Perabuan Jenazah-jenazah Raja-Raja Mataram Hindhu, demikian juga asal usul Raja Mataram Hindhu terbesar yaitu Diah Balitung. Sayang situs peninggalan purbakala di desa Watukuro telah hilang akibat adanya sistem tanam paksa pada abad 19.
     Peradaban Jawa kuno menurut Supratikno Rahardjo (2001) bisa dibagi dalam dua periode utama , pertama periode Jawa Tengah sekitar Abad 8 – 10 Masehi, periode berikutnya periode setelah pusat pemerintahan pindah ke jawa timur. Menurut Profesor Brandes (1889) di Pulau Jawa sebelum masuknya Pengaruh Hindhu, berdasarkan bukti dan data-data Prasasti telah memiliki paling tidak 10 macam kepandaian khusus yakni pertunjukan wayang, musik gamelan, seni syair, pengrajin logam, sistem mata uang untuk perdagangan, navigasi, irigasi, ilmu falak, dan sistem pemerintahan yang teratur.

     Bagelen memiliki nilai dan karismatik sebagai sebuah wilayah. Wilayah yang luas -terdapat 20 kecamatan jika dibandingkan dengan kondisi administratif saat ini- dan terletak di Jawa Tengah bagian selatan (tepatnya di Yogyakarta) itu memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah tanah air. Operasi militer, perlawanan terhadap Kompeni, pembangunan candi (Prambanan dan Borobudur) merupakan beberapa bukti pentingnya wilayah tersebut.

     Bukti-bukti kebesaran Bagelen tercatat sebagai berikut:

1. Di era Majapahit, Raja Hayam Wuruk pernah memerintahkan untuk menyelesaikan pembangunan candi makam dan bangunan para leluhur, menjaga serta merawatnya dengan serius (Negarakertagama);

2. Di era Demak, Sunan Kalijaga (anggota Wali Songo) mengunjungi dan menyebarkan Agama Islam di Bagelen serta mengangkat muridnya, Sunan Geseng untuk berdakwah di wilayah Bagelen;

3. Di awal Dinasti Mataram, Panembahan Senopati menggalang persahabatan dengan para kenthol (tokoh-tokoh) Bagelen untuk menopang kekuasaannya.

4. Ditemukannya bukti-bukti sejarah, seperti Lingga (52 buah), Yoni (13), stupa/Budhis (2), Megalith (22), Guci (4), Arca (38), Lumpang (24), Candi Batu atau berkasnya (8), Umpak Batu (16), Prasasti (3), Batu Bata (8), temuan lain (17), dan Umpak Masjid (20).


     Tapi pada akhirnya, Bagelen sebagai sebuah kawasan yang solid akhirnya terpecah seiring dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) yang didesain oleh Kompeni Belanda untuk memecah Mataram menjadi dua kerajaan; Kasunanan Surakarta (Solo) dengan Sunan Paku Buwono III sebagai raja pertamanya, dan Kasultanan Yogyakarta dengan Sultan Hamengku Buwono I sebagai rajanya.
Sebagian masuk Solo, dan sisanya masuk Yogyakarta. Secara peradaban, Bagelen sudah terbelah. Abad XIX (1825-1830), Bagelen ikut dalam Perang Jawa. 3000 prajurit Bagelen di bawah kendali Pangeran Ontowiryo menyokong perjuangan Pangeran Diponegoro yang terpusat di Tegalrejo, Magelang. Saking kuatnya perlawanan Bagelen, Kompeni Belanda sampai harus menggunakan taktik Benteng Stelsel, dengan mambangun 25 buah benteng di kawasan Bagelen.

     Usaha Belanda untuk semakin memperlemah Bagelen dilanjutkan di tahun 1901. Tanggal 1 Agustus, Bagelen dihapus secara karesidenan dan dilebur ke dalam Karesidenan Kedu. Selanjutnya Bagelen hanya dijadikan sebagai sebuah kecamatan saja. Kemudian Belanda juga membangun jalur transportasi Purworejo-Magelang untuk memudahkan pengawasan. Belanda juga menempatkan batalion militer reguler dengan dibantu serdadu negro (Ambon?). Kebijakan ini sangat nyata untuk menghilangkan jati diri Bagelen sebagai sebuah kawasan yang sangat berakar. Buku ringkas ini merupakan upaya penulis untuk melakukan rekonstruksi suatu aset nasional yang memiliki muatan lokal. Berikut penelusurannya:

LATAR BELAKANG MATARAM KUNO

     Di Jawa Tengah abad VIII – X, ada kerajaan besar, bernama Medang yang terletak di Poh pitu. Kerajaan ini luas, dikenal subur dan makmur. Pusat kekuasaan dibagi menjadi dua; Pertama, negara yang bersifat internasional dengan beragama Budha, diperintah oleh Dinasti Syailendra. Kedua, negara yang diperintah oleh sepupunya yang beragama Syiwa. Kedua kerajaan ini berada dalam satu istana, dan disebut Kerajaan Medang i Bhumi Mataram. Berdasarkan prasasti berbahasa Melayu Kuno (Desa Sojomerto, Batang) memperkuat pendapat sejarawan Purbacaraka, bahwa hanya ada satu dinasti saja di Jawa Tengah, yakni Syailendra. Raja Sanjaya yang menganut Syiwa di kemudian hari menganjurkan putranya, Rakai Panangkaran untuk memeluk Budha. Menurut catatan Boechori, epigraf dan arkeolog, Syailendra merupakan penduduk asli Indonesia. Hal ini juga diperkuat oleh prasasti Wanua Tengah III (Temanggung) yang memuat silsilah raja-raja Mataram lengkap dengan tahunnya.

ASAL MULA RAJA SANJAYA DAN TANAH BAGELEN

     Berdasarkan prasasti Canggal (Sleman) menjelaskan: -ada sebuah pulau bernama Yawadwipa -negeri yang kaya raya akan padi, jewawut, dan tambang emas. -raja pertamanya : Raja Sanna. -setelah dia mangkat, diganti oleh ponakannya: Raja Sri Sanjaya Menurut catatan seorang sejarawan, Raja Sanjaya mendirikan kerajaan di Bagelen, satu abad kemudian dipindah ke Wonosobo. Sanjaya adalah keturunan raka-raka yang bergelar Syailendra, yang bermakna “Raja Gunung“, “Tuan yang Datang dari Gunung“. Atau, “Tuan yang Datang dari Kahyangan“, karena gunung menurut kepercayaan merupakan tempatnya para dewata.
     Raja Sanjaya dikenal sebagai ahli kitab-kitab suci dan keprajuritan. Armada darat dan lautnya sangat kuat dan besar, sehingga dihormati oleh India, Irian, Tiongkok, hingga Afrika. Dia berhasil menaklukkan Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kerajaan Melayu, Kemis (Kamboja), Keling, Barus, dan Sriwijaya, dan Tiongkok pun diperanginya (from “Cerita Parahiyangan“).
Area Kerajaan Mataram Kuno (Bagelen) berbentuk segitiga. Ledok di bagian utara, dikelilingi Pegunungan Menoreh di sisi Barat dan Pegunungan Kendeng di utara dan basisnya di pantai selatan dengan puncaknya Gunung Perahu (Dieng), di lembah Sungai Bagawanta (Sungai Watukura, kitab sejarah Dinasti Tang Kuno 618-906). Catatan dinasti Tiongkok tersebut diperkuat juga oleh Van der Meulen yang menggunakan kitab “Cerita Parahiyangan” dan “Babad Tanah Jawi“.
     Bagelen merupakan hasil proses nama yang final. Bermula Galuh/Galih, menjadi Pegaluhan/Pegalihan, menjadi Medanggele, Pagelen, lalu jadilah Bagelen. Dalam prasasti Tuk Mas (Desa Dakawu, Grabag-Magelang) yang menyebut adanya sungai yang seperti sungai Gangga, maka Medang i bhumi Mataram bermakna “Medang yang terletak di suatu negeri yang menyerupai Ibu” (lembah Sungai Gangga). Dieng diasumsikan sebagai Himalaya, Perpaduan Sungai Elo dan Progo disamakan sebagai Sungai Gangga, dan pegunungan Menoreh disamakan sebagai Pegunungan Widiya.

SILSILAH RAJA-RAJA MATARAM KUNO


     Pada jaman Mataram Hindhu, tersebutlah seorang raja yang bijaksana yang bernama Prabu Sowelocolo. Ia memiliki enam orang putra, masing-masing bernama Sri Moho Punggung, Sendang Garbo, Sarungkolo, Tunggul Ametung, Sri Getayu, dan Sri Panuhun.
     Sri Panuhun memiliki seorang cucu, anak dari Joko Panuhun atau Joko Pramono yang bernama Roro Dilah atau Roro Wetan yang kemudian dikenal dengan sebutan Nyai Bagelen. Roro Dilah juga dapat disebut dengan Roro Wetan karena kedudukannya di daerah timur. Sri Getayu memiliki cucu dari putra Kayu Mutu bernama Awu-Awu Langit. Ia berkedudukan di Awu-Awu (Ngombol). Setelah dewasa, Roro Dilah menikah dengan Raden Awu-Awu Langit dan menetap di Hargopuro atau Hargorojo.

     Dari pernikahan tersebut, Roro Dilah atau Roro Wetan dan Pangeran Awu-Awu Langit dianugrahi tiga orang putra, Bagus Gentha, Roro Pitrang dan Roro Taker.
Kesibukan Roro Wetan dan Awu-Awu Langit adalah bertani padi, ketan, dan kedelai, beternak sapi, ayam dan juga menenun. Konon karena tanahnya cocok untuk ditanami kedelai dan hasilnya melimpah maka wilayah tersebut dikenal dengan nama Medang Gelih atau Padelen dan sekarang disebut dengan Bagelen.

     Roro Wetan atau Nyai Ageng Bagelen sosoknya tinggi besar dengan rambut terurai dan senang memakai kemben lurik. Beliau memiliki keistimewaan berupa kemampuan spiritualnya dan juga payudaranya yang sangat panjang sehingga ketika putra-putrinya ingin ngempeng, ia tinggal menyampirkan ke belakang.

     Pada suatu ketika, Nyai Ageng Bagelen sedang asik menenun. Sebagaimana biasanya, ia menyampirkan payudaranya ke belakang supaya tidak mengganggu. Tidak disangka-sangka datang anak sapi menghampirinya, Nyai Ageng Bagelen mengira itu salah satu putra-putrinya yang ingin ngempeng. Tanpa menghiraukan kedatangan anak sapi tersebut ia terus asik menenun. Terkejutlah ia ketika menoleh, ternyata yang menyusu bukanlah anaknya tetapi anak sapi.

     Kejadian tersebut membuat Nyai Ageng Bagelen merasa malu dan marah, sehingga menyebabkan pertengkaran dengan Raden Awu-Awu Langit. Dan akhirnya ia menyampaikan pesan untuk semua anak cucu beserta keturunannya, agar atau tidak boleh memelihara sapi.
Peristiwa yang memilukan atau menyedihkan juga terjadi kembali pada hari Selasa Wage. Pada waktu itu masih musim panen kedelai dan padi ketan hitam. Kedua putrinya Roro Pitrang dan Roro Taker masih senang bermain-main. Namun tidak sebagaimana biasanya, hingga sore hari kedua putri itu tidak kunjung pulang.

     Selesai menenun Nyai Ageng Bagelen berusaha mencari. Karena tidak menemukannya, ia menanyakan kepada suaminya. Namun jawaban Raden Awu-Awu Langit sepertinya kurang mengenakan. Dengan perasaan marah dan jengkel dibongkar padi ketan hitam dan kedelai di dalam lumbung sehingga isinya berhamburan terlempar jauh hingga jatuh di desa Katesan dan Wingko Tinumpuk.
Betapa terkejutnya Nyai Ageng Bagelen ketika melihat kedua putri kesayangannya terbaring lemas pada lumbung padi tersebut. Setelah didekati ternyata mereka telah meninggal.

     Semenjak peristiwa tersebut kehidupan Nyai Ageng Bagelen dengan Raden Awu-Awu Langit selalu diwarnai dengan pertengkaran. Akibatnya Raden Awu-Awu Langit memutuskan untuk pulang ke daerahnya, Awu-Awu, sedangkan Nyai Ageng Bagelen tetap tinggal di Bagelen untuk memerintah negeri.
     Suatu ketika terdengar kabar bahwa Raden Awu-Awu Langit meninggal di desa Awu-Awu. Mendengar berita tersebut Nyai Ageng Bagelen merasa sedih dan berpesan kepada Raden Bagus Gentha bahwa anak cucu keturunannya dilarang atau berpantangan untuk bepergian atau jual beli, mengadakan hajad pada hari pasaran Wage, karena pada hari itu saat jatuhnya bencana dan merupakan hari yang naas. Selain itu orang-orang asli Bagelen juga berpantangan untuk menanam kedelai, memelihara lembu, memakai pakaian kain lurik, kebaya gadung melati dan kemben bangau tulis.

     Setelah Nyai Ageng Bagelen menyampaikan pesan tersebut kepada Raden Bagus Gentha putranya, ia kemudian masuk ke kamarnya dan lemudian menghilang tanpa meninggalkan bekas atau moksa.

     Selain itu Nyai Ageng Bagelen juga mengajarkan kepada anak cucu keturunannya agar melakukan tiga hal, yaitu: bersikap jujur, berpenampilan sederhana dan lebih baik memberi dari pada meminta.
Sepeninggalan Nyai Ageng Bagelen, kedudukan dan pemerintahan Bagelen digantikan oleh Raden Bagus Gentha.

Monday, September 14, 2015

Growol Vs Pentho

Hay sobat blogger.., kali ini saya akan sedikit berbagi mengenai menu makanan kuliner yang ada didusun Tepus desa Somorejo kecamatan Bagelen kabupaten Purworejo. Menu makanan kuliner didusun Tepus somorejo ini yaitu growol. Jenis makanan ini berasal dari bahan dasar singkong yang difermentasikan.

Yang ingin kita bagikan disini adalah growol dan pentho. Selain sebagai makanan kuliner, growol merupakan makanan yang baik buat kesehatan bagi para penderita penyakit diabetes karena growol rendah akan kalori dan baik pula bagi anda yang sedang diet karena efek rasa kenyangnya membuat anda bisa mengganti menu makanan pokok nasi dengan growol.

Masyarakat didusun Tepus mulai sulit untuk mendapatkan makanan ini. Untuk menikmati growol ini ada yang mendapatkannya dengan membeli dipasar Krendetan Bagelen atau dipasar Pripih Hargomulyo atau beli ke produsen didusun Pletuk Dadirejo ada pula yang lebih senang dengan membuat sendiri. Growol dapat dikonsumsi sebagai pengganti nasi, maka tak heran jika growol sering dikonsumsi dengan sayur atau lauk pauk lainnya.

Yang menjadikan beda dari rasa growol adalah jika dikonsumsi dengan lauk sederhana yaitu pentho. Pentho merupakan makanan yang biasa dijadikan sebagai lauk mirip seperti perkedel. Yang membedakan adalah bahannya yang terbuat dari parutan kelapa muda dicampur dengan bumbu kemudian dibuat bundaran seperti perkedel dan digoreng. Pentho mempunyai cita rasa yang enak dan gurih. Lauk ini cocok jika dikonsumsi dengan nasi hangat atau dengan growol ini.
Growol sendiri dapat disajikan dengan berbagai macam aneka lauk. Growol bisa sajikan sama ikan asin dengan bumbu pedas, bisa disajikan dengan tempe besengek, bisa juga dicampur dengan parutan kelapa yang sudah dibakar, enak juga dimakan sama srundeng, pelas kelapa muda, bisa juga disajikan sama oglok tempe daun mlinjo atau bisa juga dikonsumsi cukup dengan sambel jenggot.
Nah... Sobat blogger yang berbahagia, makanan khas growol dan pentho ini mungkin hanya ada didusun Tepus somorejo. Apabila Anda singgah ke Bagelen Anda sempatkan mampir kedusun Tepus desa Somorejo untuk mencicipi growol dan pentho.

Soal rasa dijamin mak nyusss, gurih-gurih nyoiii... Sobat.
Soal harga dijamin sangat terjangkau... Sobat.

Wednesday, April 8, 2015

Budidaya Tanaman Cengkeh


A. Persiapan Bahan Tanam

Bibit yang ditanam akan menentukan berhasil atau gagalnya suatu tanaman. Bibit yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik asal syarat-syarat pemeliharaannya baik. Pembibitan tanaman cengkeh merupakan salah satu aspek dari teknis budidaya tanaman cengkeh yang menentukan keberhasilan penanaman cengkeh.

B. Persiapan Lahan

Dalam mempersiapkan lahan, yang harus dilakukan adalah
1. Pembersihan lahan (bekas tunggak atau akar kayu yang dapat menyebabkan rayap atau jamur akar) yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan tanah.
2. Pembuatan lubang tanam yang biasanya disiapkan sejak bulan Juli sampai dengan September dan ditutup pada bulan Oktober, tujuannya agar lubang dan tanah galiannya terkena panas yang cukup lam
a. Ukuran (panjang, lebar, dan kedalaman) yang biasa digunakan dalam pembuatan lubang tanam yaitu:
(i) 60 x 60 x 60 cm, (ii) 80 x 80 x 80 cm, dan (iii) 1 x 1 x 1 m.
3. Pada 2 minggu sampai 1 bulan sebelum tanam, tanah diberi pupuk kandang yang telah menjadi tanah atau kompos sebanyak 5-10 kg/pohon.4. Untuk mengatur kelebihan air perlu dibuat saluran drainase yang cukup.

C. Penanaman

Penanaman dilakukan apabila semua persiapannya, misalnya terasering telah baik, peneduh alam atau buatan telah siap, lubang-lubang tanam yang memenuhi syarat telah ditutup kembali, serta jarak tanam tanam telah ditentukan.
Jarak tanam yang biasa digunakan pada penanaman cengkeh tidak sama tergantung pada ketinggian dan kemiringan tanah. Jarak tanam pada tanah datar 8 m x 8 m = 156 pohon dan pada tanah agak miring minimal 6 m x 6 m = 256 pohon, atau dapat dibuat bervariasi 8 m x 6 m = 200 pohon, 6 m x 7 m = 238 pohon, 7 m x 8 m = 178 pohon. Bila terdapat gangguan-gangguan yang dapat merugikan, jarak tanam dapat dibuat lebih rapat lagi, misalnya 4 m x 4m = 625 pohon.

Penanaman cengkeh dilaksanakan pada awal musim hujan. Dalam penanamannya dilakukan pula pola tanam campuran (polikultur) dengan sistem tanam pagar, yaitu memperkecil jarak tanam dalam baris (Timur-Barat) misalnya 12 m x 5 m atau 14 m x 6 m sehingga tersedia ruangan untuk tanaman sela atau tanaman campuran. Tanaman campuran dapat dilakukan pada tanaman yang belum produktif dan atau kurang produktif. Beberapa tanaman campuran yang dapat digunakan antara lain: kacang tanah, kacang tunggak, jagung, dan tanaman lain kecuali ketela pohon karena ketela pohon menyerap banyak garam-garam mineral dari dalam tanah dan tidak dikembalikan sehingga sangat cepat mengurangi kesuburan tanah.

D. Pemeliharaan

Setelah bibit cengkeh ditanam ke lapangan tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Pada tanaman cengkeh, pemeliharaan mrupakan periode yang panjang, yaitu selama tanaman yang diusahakan tersebut dianggap masih menguntungkan secara ekonomis.

1. Pengelolaan Lahan dan Tanaman

Penggemburan Tanah dan Sanitasi Kebun.
a. Tanaman cengkeh yang berumur 1 – 5 tahun merupakan periode yang kritis, sekitar 10 – 30% tanaman yang telah ditanam di lapangan mengalami kematian atau perlu diganti/disulam karena berbagai sebab, seperti hama penyakit, kekeringan, kalah bersaing dengan gulma, atau penyebab lainnya.
b. Penggemburan tanah disekeliling tanaman di daerah sekitar perakaran di cangkul dangkal (± 10 cm) sekurang-kurangnya 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan sekaligus sebagai persiapan pemupukan.
c. Gulma atau alang-alang harus dibersihkan sampai akar-akarnya dengan cangkul/garpu atau dengan penyemprotan herbisisda.

2. Pengaturan Naungan

a. Pada stadium awal pertumbuhan, tanman cengkeh memerlukan naungan yang cukup. Ada dua nanungan yang digunakan, yaitu:
a) Naungan buatan/sementara
Dapat menggunakan daun nyiur yang dianyam, atau kepang dari bamboo hingga umur 2 tahun.
b) Naungan alami
Sekitar tanaman di kanan/kiri dan di belakang sebaiknya ditanami dengan pupuk hijau. Maksudnya untuk menahan teriknya sinar matahari, menahan angin dan mematahkan jatuhnya hujan yang lebat. Pohon peneduh yang ditanam biasanya Theoprocia, Flumingia Congesta, yang bukan merupakan saingan akar.

b. Naungan buatan diadakan maksimal untuk dua periode musim kemarau setelah penanaman.

c. Bila naungan alami (pohon peneduh) sudah terlihat gelap harus segera dipangkas , pangkasan dimasukkan ke dalam rorak (sebagai humus). Jangan memangkas pada musim kemarau karena akan merugikan.

d. Setelah tanaman cengkeh mencapai umur 5 tahun naungan alami (pohon peneduh) sama sekali dihilangkan, karena tanaman sudah tahan terhadap semua pengaruh dari luar.

3. Penyulaman

a. Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan, yaitu untuk menghindari kematian tanaman karena kekurangan air.
b. Bibit sulaman yang digunakan berasal dari sumber benih dan umur yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang telah ditanam.

4. Penyiraman

a. Pada awal pertumbuhan, tanaman cengkeh memerlukan kondisi tanah yang lembab, sehingga pada musim kemarau perlu adanya penyiraman. Setidak-tidaknya penyiraman dilakukan 2 – 3 kali sehari. Penyiraman dilakukan pada sore hari setelah pukul 15.00 karena saat sore hari keadaannya sejuk dan tidak akan terjadi penguapan yang banyak sehingga air dapat diserap oleh akar dalam jumlah yang banyak.
b. Pada tanaman dewasa penyiraman kurang diperlukan lagi, kecuali pada kondisi iklim ekstrim kering.

5. Pemasangan Mulsa

Pemasangan mulsa dilakukan menjelang musim kemarau. Tujuannya untuk menjaga kelembaban tanah disekitar tanaman dan memberikan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan akar.

6. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi cengkeh setelah panen. Berdasarkan pola penyebaran akarnya, penempatan pupuk pada tanaman cengkeh dilakukan dibawah proyeksi tajuk dan bagian dalam tajuk.
Pemupukan diberikan 2 kali dalam setahun, yaitu saat awal musim hujan (akhir musim kemarau) dan saat awal musim kemarau (akhir musim hujan). Jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dan pupuk anorganik, baik tunggal maupun berupa pupuk majemuk dalam bentuk butiran maupun tablet.
Pupuk organic berbentuk butiran (UREA, TSP/SP-36, KCl, Kieserit) diberikan pada proyeksi tajuk ⅔ bagian dan ⅓ bagian dibawah bagian dalam tajuk yang dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Pupuk anorganik berbentuk tablet, diberikan dalam 8 lubang tugal (4 lubang di bawah proyeksi tajuk daun 4 lubang dibawah tajuk bagian dalam) sedalam 10 – 15 cm. pupuk tablet hanya diberikan setahun sekali, yaitu pada awal musim hujan.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

E. Pemanenan

Produk utama cengkeh adalah bunga, yang pada waktu dipanen kadar airnya berkisar antara 60 – 70%. Waktu yang paling baik untuk memetik cengkeh adalah sekitar 6 bulan setelah bakal bunga timbul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandannya mekar dan warna bunga menjadi kuning kemerah-merahan dengan kepala bunga masih tertutup, berisi dan mengkilat.

Pemungutan bunga cengkeh dilakukan dengan cara memetik tangkai bunga dengan tangan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kain atau keranjang yang telah disiapkan, menggunakan tangga segitiga atau galah dari bamboo, serta tidak merusak daun disekitarnya saat pemetikan. Waktu panen sangat berpengaruh terhadap rendemen dan mutu bunga cengkeh serta minyak atsirinya.

Saat pemetikan bunga cengkeh yang tepat yaitu apabila bunga sudah penuh benar tetapi belum mekar, pemetikan yang dilakukan saat bunga cengkeh masih muda (sebelum bunga masak) akan menghasilkan bunga cengkeh kering yang keriput, kandungan minyak atsirinya rendah dan berbau langu (tidak enak). Sedangkan apabila pemetikannya lambat (bunga sudah mekar) setelah dikeringkan akan diperoleh mutu yang rendah, tanpa kepala serta rendemennya rendah.


F. Pasca Panen

Sebelum dikeringkan, bunga cengkeh dipisahkan dari tangkai atau gagang dan dikeringkan secara terpisah. Pada tahap ini dilakukan pemisahan antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua dan yang terjatuh, setelah itu bunga cengkeh dikeringkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari langsung atau menggunakan pengering buatan. Bunga cengkeh yang akan dijemur dihamparkan pada alas tikar, anyaman bamboo gribig) atau plastik, atau pada lantai jemur yang diberi alas plastic. Selama proses pengeringan, cengkeh dibolak-balik agar keringnya merata.
Proses pengeringan dianggap selesai apabila warna bunga cengkeh telah berubah menjadi coklat kemerahan, mengkilat, mudah dipatahkan dengan jari tangan dan kadar air telah mencapai sekitar 10 – 12 %. Lamanya waktu penjemuran dibawah sinar matahari sekitar 3 – 4 hari. Cengkeh yang telah kering kalau disimpan tidak akan susut beratnya dan tahan lama asalkan tidak terkena air.

Kualitas cengkeh dapat dibedakan dan dinilai menurut:
a. Kekeringannya.
b. Persentase kotoran (tangkai bunga dan daun-daun).
c. Persentase yang tidak berkepala (sudah banyak yang mekar).
d. Persentase yang muda.
e. Warnanya.

Monday, July 7, 2014

Pedukuhan Tepus


Pedukuhan Tepus terletak di Desa Somorejo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Pedukuhan Tepus terdiri dari 1 RW dan 4 RT. Jumlah kepala keluarga kurang lebih sebanyak 170 KK.
Kegiatan kelompok / perkumpulan warga dipedukuhan Tepus antara lain; kelompok panca marga, ibu-ibu PKK, pengajian jum'at (ibu-ibu), tahlil bergilir malam jum'at (kaum bapak), pengajian umum selapanan dimasjid Al-Huda, arisan pedukuhan.
Adapula kegiatan warga gotong royong kerja bakti perbaikan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, sarana ibadah, sarana pendidikan dan fasilitas umum lainnya.

Komoditas yang ada dipedukuhan Tepus antara lain; Durian (Musiman), Manggis, Langsep, Kakao, Melinjo, Petai, Singkong, aneka rempah-rempah seperti; Cengkeh, Kapulogo, Temulawak, Cabe jawa, Puyang,  Lengkuas, Mahkota Dewa dsb. Komoditas lainnya yaitu; Gula jawa, Gula Semut serta komoditas kayu keras seperti; Jati mas, Sonokeling, Mahoni, Sengon jawa, Akasia dan Albesiah.

Mata pencaharian warga pedukuhan Tepus mayoritas adalah petani nderes yaitu membuat gula jawa/gula semut, diselingi beternak Kambing, ternak Sapi, ternak Ayam dan ada sebagian warga bekerja sebagai buruh gledek dan pengrajin meubel ada pula sebagai buruh pabrik.

Fasilitas sarana ibadah dan sarana pendidikan yang ada di pedukuhan Tepus antara lain : Masjid jami' Al huda di rt 4/5, Taman Pendidikan Al qur'an untuk anak-anak,dewasa dan orang tua yaitu Pesantren Tarbiatul Atfal di rt 4/5, Taman Pendidikan Anak di rt 3/5, Taman Pendidikan Anak di Mushola At Taufiq di rt 2/5,Taman Pendidikan di Mushola Al Muttaqin rt 1/5, Taman Pendidikan Dasar Umum di SDN Tepus di rt 1/5.

Salah satu produk tani pedukuhan Tepus yang menjadi unggulan adalah gula kelapa/gula semut kwalitas organik yang sudah merambah pasar luar negri dan merupakan penggerak utama roda perekonomian warga masyarakat di pedukuhan Tepus.

GULA SEMUT merupakan gula merah versi bubuk dan sering pula disebut orang sebagai gula kristal. Dinamakan gula semut karena bentuk gula ini mirip rumah semut yg bersarang di tanah. Bahan dasar untuk membuat gula semut adalah nira dari pohon kelapa. Karena pohon ini masuk jenis tumbuhan palmae maka dalam bahasa asing, secara umum gula semut juga disebut sebagai Palm Sugar atau Palm Zuiker.
gula semut produksi dusun Tepus
gula cetak produksi dusun Tepus
Salah satu masjid kebanggaan warga pedukuhan Tepus yaitu masjid jami ' Al huda, masjid ini merupakan masjid utama yang berada dipedukuhan Tepus dan menjadi prasasti peninggalan para simbah-simbah pendahulu warga pedukuhan Tepus.
Masjid Al huda dusun tepus
Sentra pengembangan budidaya albesiah bagian dari program dunia untuk mengurangi pemanasan global dikemas dengan tema " Tepus Hijau "
Kebon albasiah/sengon sabrang



Tuesday, March 5, 2013

Sepenggal Cerita Sejarah Tepus


     Alkisah disebuah tempat yang masih berupa hutan semak belukar yang belum berpenghuni ada seorang pengembara sakti yang bernama Ki Tumenggung Prawiro negoro atau disebut juga dengan Ki Noyo pati.
     Beliau konon seorang punggawa kerajaan yang suka mengembara dan tibalah beliau disebuah alas yang bernama mranggi. Kemudian beliau tinggal atau menetap dialas mranggi dan memulai babat alas mranggi dan memulai babat alas dari arah utara (lor / bahasa jawa).
     Disisi lain masih dikawasan hutan yang sama ada seorang priyayi dengan sebutan Nyi Siti Mudrikoh atau sering disebut Nyai Pawit juga melakukan babat alas dari sebelah selatan (kidul) yaitu diwilayah alas segondel.
     Seiring berjalannya waktu ki Noyo Pati yang babat alas dari arah utara menggunakan sabit/arit (deres) tibalah ditengah-tengah kawasan hutan lalu beliau berhenti untuk melaksanakan ibadah sholat dzuhur.
Tanpa disengaja diwaktu yang sama Nyi Pawit yang juga sedang babat alas dari arah selatan dengan menggunakan api (di lagar) juga sampai ditengah-tengah kawasan hutan tersebut. Beliau juga hendak beristirahat untuk melaksanakan sholat dzuhur maka beliau mematikan lagaran apinya dengan air yang berasal dari mata air yang berada ditengah hutan tersebut.
     Dan pada akhirnya Ki Noyo pati dan Nyi Pawit bertemu ditengah hutan yang mereka babat dari arah yang berlawanan dan mereka akhirnya berembuk dan bersepakat untuk mengakhiri kegiatan babat hutannya karena sudah " tepus " antara alas lor (mranggi) dan alas kidul (segondel) dan mereka berdua bersepakat bahwa alas yang sudah mereka babat untuk dinamakan Tepus dari kata lain tempuk (jawa)/bertemu.
Menurut sumber dari sesepuh Tepus, ki Noyo pati kembali ke alas mranggi dan beliau menetap disana sampai beliau wafat dan alas mranggi sampai sekarang disebut Mranggen.
     Sedangkan Nyai Pawit memutuskan untuk tinggal disekitar tempat pertemuan atau ditengah-tengah Tepus dekat mata air yang konon jaman dahulu mengeluarkan mata air sangat deras sehingga bisa buat menyiram lagaran api yang buat babat alas. Konon mata air itu hingga sekarang tidak kering meskipun musim kemarau, dan penduduk menamakan mata air itu dengan sebutan Mbeji (sumber kaping siji) / mata air yang pertama. Konon kabarnya air dari Mbeji bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan penduduk sudah banyak membuktikannya.
     Sampai kini Nyai pawit bersemayam di sekitar Mbeji, sekarang dekat sekolahan  SD N Tepus sedangkan ki Noyo pati bersemayam diwilayah mranggen dekat masjid Al Huda Tepus.

Thursday, February 7, 2013

Tuesday, August 21, 2012

Masjid Al Huda Tepus

suasana kemeriahan hari raya idul fitri 1433 h dimasjid Alhuda
masjid Alhuda yang terletak dipedukuhan Tepus berlokasi diRt 04/05