Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Thursday, November 10, 2016

Desaku Yang Ku Lupakan

“ Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia ” – Soekarno.


Kita pasti pernah mendengar atau membaca kutipan tersebut. Presiden pertama Indonesia tidak main-main ketika mengatakannya. Beliau sadar bahwa kemerdekaan dapat diraih karena pemuda/pemudi berjuang dengan sekuat tenaga disertai doa dan keikhlasan mampu merebut kemerdekaan bersama.

Bagaimana dengan kita saat ini? Apa hal mendesak yang perlu kita perjuangkan? Sekolah/kuliah, karir, kebahagiaan keluarga? Hal-hal ini memang penting, tapi jangan lupa bahwa keberadaan kita di dunia ini harus bisa memberikan kontribusi bagi lingkungan sekitar tempat kita dilahirkan.

Pada masa perjuangan kemerdekaan, pemuda/pemudi sama-sama melihat penjajah sebagai musuh. Saat itu, semua orang merasakan dampak dari penjajahan yang benar-benar menyiksa. Meski berjuang dengan caranya masing-masing, sebelum akhirnya membuat gerakan-gerakan nasional/terpusat, mereka berhasil mengusir penjajah dari Indonesia.

Lain dulu lain sekarang. Sekarang ini melihat kemiskinan dan ketertinggalan sebagai musuh yang benar-benar harus diberantas. Kesenjangan yang tinggi diantara masyarakat yang tinggal di kota dan yang tinggal di pelosok desa bagaikan langit dan bumi. Kalau hal ini terus dibiarkan, sila ke-5 Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” tidak akan pernah tercapai.

Hal ini diperparah dengan urbanisasi, ketika pemuda/pemudi meninggalkan desa dan berpikir ada peluang yang lebih baik di kota. Padahal, dengan latar belakang pendidikan yang tidak seberapa, mereka kemudian hanya menjadi pengangguran atau pekerja serabutan. Kalau tidak kuat iman, mereka ‘banting setir’ menjadi pelaku tindak kriminal hanya untuk menyambung hidup.


Tiap tahun banyak warga desa berurbanisasi ke kota hanya untuk mencoba suatu peruntungan dan berharap mereka sukses ditanah rantau.
Banyak dari mereka yang pulangnya membawa kebahagiaan namun tidak sedikit pula yang pulang ke daerah asalnya membawa kesedihan.

Pertanyaanya, mengapa mereka harus merantau? pertanyaan ini yang selalu terlintas dipikiran kita padahal desa adalah sebuah asset yang sangat luar biasa jika kita mau gali dan kita kembangkan potensi yang sudah ada didesa.


Harapan untuk DESAKU jadilah berdaya dan berwibawa, karena desa adalah kekuatan dan jati diri bangsa, kemajuan desa adalah kemajuan bangsa, kemajuan rakyat semua. Mulai saat ini, dari DESAKU, DESAMU, dan DESA KITA SEMUA, kita bangun BANGSA.





Wednesday, October 26, 2016

Kelingan Pantai Glagah

kelingan tekan seprene
nalikane gegandengan wayah sore
pasuryanmu sing kesorot srengenge
ndek biyen ono ing pinggir pantai

prasetyamu sing tansah tak ugemi
tak simpen ono ing njero ati
bakal urip bebarengan tekan pati
sesandingan geguritan nyawiji

Pantai glagah nggon sing dadi saksi
marang roso tresno iki



Wednesday, September 14, 2016

Growolku Go Internasional

growol lawuh iwak asin
Rasanya empuk gurih dan terbuat dari singkong. Growol merupakan makanan tradisional yang sejak lama dikenal di beberapa daerah sekitaran Jawa Tengah bagian selatan yang berbatasan dengan wilayah DIY.

Growol, makanan khas pedesaan yang hingga kini masih terus eksis diantara makanan modern. Selain menjadi makanan pokok pengganti, makanan tradisional tersebut juga bisa dijadikan makanan alternatif bagi penderita penyakit diabetes dikarenakan growol merupakan makanan yang rendah kalori. Disamping itu growol juga cocok dikonsumsi bagi yang sedang menjalani diet karena dengan mengkonsumsi growol seseorang akan merasa kenyang dalam jangka waktu yang lama.
growol lawuh besengek tempe benguk
Dahulu warga masyarakat dusun Tepus desa Somorejo kecamatan Bagelen masih suka membuat growol sendiri karena tanaman singkong masih melimpah namun seiring berjalannya waktu perlahan tapi pasti ladang-ladang singkong berganti dengan tanaman kayu seperti albasiah, jati dan tanaman perdu liar yang membuat ladang-ladang itu seperti hutan belantara. Sehingga berdampak growol pun mulai dilupakan, mulai langka peredarannya didusun Tepus, bahkan kini untuk sekedar mencicipi growol harus membeli di warung-warung tertentu dengan kisaran harga Rp. 5000 per iris. Sungguh tragis nasib growol didusun Tepus.

Sementara untuk membeli growol sekala besar harus datang ke salah satu sentra produsen growol disekitaran kecamatan Bagelen yaitu dusun Pletuk Desa Dadirejo, Kecamatan Bagelen. Mayoritas penduduk didusun Pletuk adalah pengrajin growol dan produksinya 90% mensupply pasaran DIY dan sekitarnya.
proses nyithak growol
Proses pembuatan makanan dengan warna putih dan rasa gurih khas ketela pohon ini cukup panjang. Setelah singkong dikupas dan dibersihkan, kemudian direndam air bersih dalam bak besar selama sekitar 4 hari. Untuk menghilangkan bau kecut, setelah direndam singkong kemudian dicuci 7 sampai 10 kali hingga bersih sambil dipisahkan dari serat-serat kasar.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam karung untuk dipres agar kadar airnya berkurang. Setelah dipipit atau dipres kemudian dicacah untuk skala kecil/digiling untuk skala besar dan dikukus sampai matang. Terus dicetak pakai cething atau bakul dari bambu yang sudah dibikin dengan ukuran khusus. Rata-rata berat per bakul sekitar 2 kilogram.
jualan growol
Dengan harga sekitar Rp. 15.000 s/d 25.000, per bakul, growol asal Desa Dadirejo tersebut dipasarkan ke Yogyakarta dan sekitarnya. Growol akan terasa nikmat jika disantap dengan beberapa lauk seperti ikan asin pedhas, pentho, serundeng, tempe bacem, oglok tempe daun melinjo, sambel jenggot dan minumannya teh hangat.

Harapannya agar keberadaan growol tetap dijaga agar tidak punah meski makanan modern lain terus berkembang, lebih bersyukur apabila growol bisa go internasional melalui bule-bule yang berkunjung ke wisata Jawa Tengah bagian selatan dan DIY termasuk wilayah Bagelen karena memang lokasinya dempetan.
Growol makanan khas menyehatkan yang dibuat tanpa bahan pengawet dan bisa tahan hingga 4 hari sehingga bisa dijadikan sebagai makanan oleh-oleh khas pedesaan yang sehat dan alami.

"Semoga growol tetap ada terus sampai kapanpun, berharap warga juga tetap memproduksi terus untuk nguri-uri makanan tradisional, jangan sampai anak cucu kita tidak tahu tentang makanan growol yang merupakan saksi bisu dari kisah perjuangan merebut kemerdekaan".

Growolku ... go ... Internasional