Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Monday, September 30, 2019

Gotong Royong Dengan Jimpitan

     Gotong-royong merupakan budaya khas bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, yang sudah turun temurun dari jaman nenek moyang. Kegiatan gotong-royong umumnya lebih kental di òmasyarakat perdesaan ketimbang masyarakat perkotaan, karena masyarakat kota lebih cenderung individualis berbeda dengan masyarakat perdesaan yang lebih mengedepankan rasa kebersamaan. Namun seiring berkembangnya jaman, budaya gotong-royong mulai luntur baik di Desa terlebih lagi di perkotaan.
     Pokok permasalahannya saat ini adalah bagaimana cara memupuk kembali nilai-nilai gotong-royong yang pernah hidup subur dalam kehidupan masyarakat serta mempertahankannya.
Seiring dengan kemajuan jaman tekhnologi yang semakin canggih dan maraknya pengaruh budaya dari luar, berharap tidak merusak budaya luhur masyarakat Indonesia dan tidak semakin melunturkan budaya gotong-royong.
     Dalam setiap kegiatan pembangunan gotong-royong sebagai peran utama disamping sarana penunjang pendanaan. Bahkan sarana penunjang pendanaan pun bisa dilakukan dengan gotong-royong, contoh sederhananya dalam sebuah desa memiliki kegiatan mengadakan kerja bakti, membuat pos ronda, memperbaiki sarana ibadah, membangun gapura atau kegiatan merti dusun dan sebagiannya, proses pengerjaanya dapat dilakukan dengan bergotong-royong dan segi pendanaanya untuk keperluan material atau konsumsi juga dapat dilakukan secara bergotong-royong dengan budaya kearifan lokal yaitu " Jimpitan ".
     Jimpitan merupakan warisan budaya kearifan lokal dari jaman simbah-simbah terdahulu, mengajarkan untuk saling bahu-membahu, bergotong-royong dengan mengukur tingkat kemampuan masyarakat sesuai apa yang dimilikinya. Yang memiliki beras bisa urun beras, yang punya kelapa bisa urun dengan kelapanya, yang punya gula bisa urun dengan gulanya, yang punya uang bisa urun dengan uangnya, yang punya ide bisa urun dengan ide pemikirannya dan lain sebagainya.
     Sistem kearifan lokal Jimpitan sudah terbentuk lama sejak jaman nenek moyang dan terbukti dapat memunculkan rasa solidaritas yang tinggi di masyarakat Indonesia. Sistem ini tidak usang meskipun jaman terus berubah, dan sebagai bangsa yang besar harusnya kita tidak  boleh menghilangkan kearifan lokal hanya demi pandangan modern yang sempit.
     Mulai dari Desaku, Desamu dan Desa kita semua mari hidupkan kembali nilai-nilai gotong-royong, kita lestarikan budaya kearifan lokal Jimpitan dan lain sebagainya.

Saturday, September 14, 2019

Ronda Dan Sejarahnya

     Sistem Keamanan Lingkungan atau sering disingkat Siskamling merupakan sistem keamanan yang ada disetiap daerah di Indonesia, baik didaerah perkotaan maupun di perdesaan. Maksud dan tujuannya adalah untuk menumbuhkan sikap mental dan meningkatkan kepekaan masyarakat juga daya tanggap serta tanggung jawab dalam mewujudkan ketertiban dan keamanan lingkungannya.
     Kegiatan siskamling pada umumnya dikerjakan oleh para kepala keluarga di waktu malam hari dan jika berhalangan hadir bisa mencari gantinya atau rollingan sama yang lain jika tidak bisa juga bisa menggantinya dengan salam tempel sesuai dengan kesepakatan.
     Di awali dari pos ronda atau sering juga disebut Gardu ada juga yang menyebutnya Cakruk bahkan ada yang menyebutnya Patrol, para peronda yang mendapat giliran mengatur strategi untuk membagi kelompok dalam berkeliling kampung untuk ngeronda. Sambil menunggu waktu untuk berkeliling yang biasanya dimulai pukul 24.00, para peronda terlebih dahulu menikmati secangkir kopi dan cemilan ala kadarnya.
     Yang harus diketahui dari sejarah Pos ronda atau Gardu atau cakruk atau patrol, bermula dari jaman kolonial Belanda. Ketika itu Gardu pos berfungsi sebagai pos pemantauan oleh kaum penjajah untuk mengawasi gerak para kaum pribumi guna mencegah gerakan-gerakan pemberontakan. Hingga di jaman penjajahan Jepang Gardu pos masih di gunakan untuk kegiatan yang sama.
     Sampai masa kemerdekaan Indonesia, pos-pos tersebut diambil alih oleh masyarakat pribumi untuk mengawasi gerak sisa-sisa kaum penjajah karena setelah masa kemerdekaan banyak kaum penjajah yang masih bertahan di Indonesia.
     Kemudian dimasa Orde Baru gardu pos menjadi perpanjangan kekuasaan pemerintah. Keberadaan gardu mengukuhkan bentuk militerisme dalam kemasan yang sederhana dan terasa merakyat. Presiden Soeharto menerapkan model pertahanan semesta yang berfungsi sebagai pendukung legitimasi kekuasaanya dengan dalih Sistem Keamanan Lingkungan  (Siskamling).
     Begitulah sejarah panjang daripada pos Ronda untuk siskamling. Pos ronda menyimpan banyak kepingan sejarah bangsa Indonesia dari yang besar sampai hal yang terkecil.
     So... Hidupkan kembali budaya ronda dari desamu, desaku dan desa kita semua untuk merajut kebersamaan, belajar bertanggung-jawab, menjaga keamanan lingkungan dengan suka rela dan bergotong-royong.