Foto by Kiky sukma, Nduriyah, Rumaniyah
Wednesday, June 12, 2013
Wednesday, May 1, 2013
Mari Bangun Dusun Kita Tercinta " Tepus Somorejo "
Lembah pedukuhan Tepus, foto diambil dari puncak gunung Agung |
Tidak bisa dipungkiri, kadang kita terlena oleh glamour kehidupan ditempat yang lebih menjanjikan, dan kesibukan yang terus memojokkan kita. Tapi itu bukan berarti menjadikan alasan untuk semakin meminggirkan dimana tempat kita terlahir (Tepus) didalam diri kita. Kepribadian, semangat, polapikir, bahkan darah di dalam tubuh kita merupakan jelmaan dari sebuah kehidupan yang secara tidak langsung mempunyai ikatan batin kekeluargaan dan culture yang sama. Persamaan hal itu yang secara tidak kita sadari, bahwa dalam jiwa yang saling berjauhan ini kita disatukan oleh satu semangat yaitu “Keluarga Besar Pedukuhan Tepus”.
Dari sinilah sebenarnya permasalahan itu muncul dan inti dari tulisan ini. Akan kita cari tahu bersama dan kita resapi apa yang telah kita lakukan untuk tanah kelahiran kita. Kalau kita mau flashback kemasa kanak – kanak kita, coba bayangkan betapa indahnya saat itu. Keceriaan, kegembiraan, canda, tawa, bahkan tangis, sedih, haru, dan sepenggal kisah “kenakalan” di masa kanak-kanak kita. Tempat kita lahir telah memberikan seluruhnya yang dia punyai agar kehidupan kita lebih berwarna dan indah.
Masih ingatkah keceriaan kita saat mandi di sungai (ciblon) dikedung jumbleng, disolongan mbekukung, tawu dikali cari ikan kutuk, wader, chithul, urang, cari plong (sarang jungkang). Betapa cerianya bermain dihutan cari jangkrik, cari burung, cari kayu bakar, panjat pohon (penek'an wit), ngarit/ramban. Bagaimana rasa jambu mente, duet, salam, nanas, nam-naman, degan, pelem dan pakel?
Dimanakah letak mengger, puthuk watu, dimana kita bisa main layang - layang, main mblanthong, senangnya kita main bersama - sama, main betengan, main gobak sodor, main bis bis thung (petak umpet), main plorodan pake bongkok, main perang - perangan mengikuti adegan serial tv berjudul combat, senangnya kita saat ada pertunjukan wayang dan jaran kepang/incling diacara merti deso (bersih deso).
Keceriaan diSDN Tepus, saat tiba jam istirahat sekolah kita bermain kasti, engklek, gamparan, cutat (patel lele), seguh, jepretan karet, uthit, gatheng, bal bekel, dir -diran/panda/dudutan, adu gambar wayang ada yang curang jagonya digamblok dsb. Sepenggal dari kisah indah masa kecil dari sekian banyak kejadian yang telah kita alami. Cobalah kita flashback dan renungi bersama, mencoba mengingatkan betapa bersyukurnya kita dilahirkan didusun Tepus.
Akan tetapi semua itu seolah ironis dengan kehidupan sekarang. Sudahkah kita berterima kasih atas keceriaan, kegembiraan dan semua yang telah Tepus berikan? Pernahkan kita berfikir , konstribusi apa yang pernah kita berikan? Seberapa besar kita bisa membalas? Bagaimana kepedulian kita terhadap perkembangannya? Seberapa perhatian kita? Dan masih banyak lagi hal - hal sepele yang kadang kita lupa begitu saja seolah acuh - tak acuh dengan dusun Tepus kita tercinta. Apakah itu adil saudaraku? Jawaban ada di diri kita semua. Silahkan kita renungi, kita resapi dan kita jawab lewat hati kita masing-masing.
Semua belum terlambat, lebih baik bertindak dari pada tidak sama sekali. Mulai saat ini marilah kita peduli dengan perkembangan desa kita, marilah bersama satukan langkah, bulatkan tekad demi kemajuan dusun Tepus. Bukan waktunya untuk acuh lagi, sekarang masa depan ada ditangan kita. Ajakan ini tertujukan kepada semua pihak yang terketuk hatinya dan mau berbagi ide pemikirannya. Peran aktif kita semua sangat dibutuhkan, mari saling bahu membahu untuk membangun kemajuan bersama. Tidak ada kemerdekaan tanpa perjuangan.
Mari bersama untuk memahami, mengerti, mencintai dan mensyukuri…
Tepus Somorejo Menanti Kita…. Gregah, Gumregah, Anggayuh Mukti!!
Menggeran / puthuk ngebonan |
Sunday, April 14, 2013
faktor Musim & Produksi Gula Semut Berkelanjutan
Pak Sin salah satu penderes nira didusun tepus |
Faktor musim masih menjadi kendala utama pengrajin gula semut untuk memproduksi gula semut secara berkelanjutan. Bagi pengrajin gula semut, perubahan musim khususnya dari musim kemarau yang panas menjadi musim penghujan yang dingin masih menjadi kendala untuk memproduksi gula semut.Menurut penderes, sebut saja Pak Ardan (Ketua RT 03 RW 05) di dusun Tepus mengungkapkan warga penderes masih beralasan bahwa dia tidak bisa membuat gula semut karena kurang mendukungnya permulaan musim penghujan. Biasanya mereka mengatakan seolah musim menjadi faktor utamanya, seperti yang diungkapkan oleh Pak Ardan, bahwa "ini lagi musimnya mas, musimnya lagi jelek, sehingga air nira rusak (keruh) dan susah dibuat untuk menjadi gula semut".Berbeda dengan pengerajin gula semut yang lain, seperti Pak kelik dari RT 04 RW 05, mengatakan bahwa "untuk membuat gula semut itu hanyalah masalah pengelolaan dan perawatan dari masing-masing penderes, pengelolaan produksi gula semut yang bersih, disiplin, dan rajin saat membersihkan bumbung dengan air panas (gojok _ bahasa tepus) pasti air nira tidak akan pernah rusak, dan saya alhamdulillah bisa setiap hari membuat gula semut"Dua pendapat yang sangat berkebalikan dan mempunyai alasan tersendiri untuk diyakini, tetapi dalam hal ini, menurut saya bahwa perawatan dan pengelolaan produksi merupakan menjadi faktor penting untuk juga diperhatikan sebelum kita menyalahkan musim sebagai faktor utama penghambat membuat gula semut berkualitas.
Subscribe to:
Posts (Atom)