Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Sunday, February 8, 2015

Bertahan Ala " Petani Gurem "


Ketahanan pangan merupakan persoalan krusial menyangkut kelangsungan hidup manusia.   Membicarakan ketahanan pangan di Indonesia, rasanya sulit untuk tidak menyinggung eksistensi petani. Sebab bagaimanapun, para petani  berada di garda paling depan dalam urusan produksi bahan pangan.

Sebagian rakyat Indonesia, terutama kalangan petani, secara tidak langsung telah menunjukkan baktinya dalam memerangi krisis pangan. Artinya, petani kita secara nyata telah memberikan sumbangan solusi terhadap persoalan pangan. Hanya saja gerakan mereka jarang terpublikasi, mungkin berita-berita tentang aktifitas petani dianggap kurang menarik sehingga diabaikan oleh pekerja pers.

Di Indonesia, yang disebut petani adalah mereka yang bekerja mengelola lahan.  Maka istilah farmer sebenarnya kurang tepat. Farmer dipakai bagi petani yang kaya raya, punya lahan  puluhan bahkan ribuan hektar dan hidup di kota besar. Sedangkan petani Indonesia, lebih-lebih di Jawa,  rata-rata petani hanya memiliki lahan setengah hektar, bahkan lebih sempit dari itu. Mereka sering disebut petani gurem.

Istilah gurem merujuk pada binatang kecil yang keberadaannya nyaris tidak diperhitungkan manusia. Maka petani gurem dapat digambarkan sebagai sosok petani kecil yang mencoba bertahan hidup dalam keterbatasan.  Mereka tinggal di berbagai pelosok Nusantara sebagai akar rumput bangsa. Suaranya nyaris tidak terdengar oleh telinga para pemangku kebijakan.

Jumlah petani gurem di Indonesia menempati posisi tertinggi. Data BPS menyebutkan bahwa sekitar 60% atau 120 juta penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan 70% di antaranya hidup dari pertanian. Setengah dari jumlah itu adalah petani gurem atau petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, bahkan sebagian besar bekerja sebagai buruh tani dan buruh perkebunan.

Dari tahun ke tahun, jumlah rumah tangga petani gurem terus meningkat. Pada 1993, jumlah rumah tangga petani gurem mencapai 10,8 juta. Jumlah itu meningkat menjadi 13,7 juta rumah tangga pada 2003. Artinya, selama satu dasa warsa terakhir, kehidupan petani semakin memprihatinkan karena  semakin banyak rumah tangga petani hanya mengelola lahan sempit.

Bagi petani gurem, istilah kerawanan pangan mungkin bukan hal yang menakutkan karena mereka sudah terbiasa menghadapinya. Persoalan ketahanan pangan bagi petani gurem tidak terlepas dari cara mereka menyiasati  keterbatasan.

Rumus ketahanan pangan bagi petani gurem adalah bagaimana memanfaatkan lahan sempit  secara efektif untuk menghasilkan pangan.   Bahan pangan tidak harus berupa beras, tetapi bisa berwujud  umbi-umbian. Petani gurem sudah akrab dengan berbagai macam bahan pangan alternatif. Artinya, setiap jengkal tanah mesti diisi tanaman pangan meskipun hasilnya dimakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Petani gurem punya rumus bertani yang unik dan cenderung mengikuti kultur tradisional. Mengolah lahan bukan untuk mendapatkan kekayaan, melainkan sekadar mengikuti garis kebiasaan dalam memenuhi kebutuhan pangan. Hasil panen berupa bahan makanan tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri. Baru berpikir untuk menjual jika ada sisa.

Maka istilah kerawanan pangan bagi petani gurem sebenarnya tidak berlaku, dengan catatan mereka  benar-benar rajin bekerja mengelola aset yang ada. Petani gurem yang rajin biasanya menanam berbagai jenis tanaman pangan mulai padi, jagung, sayuran dan umbi-umbian.  Sistem bercocok tanam secara majemuk ini terbukti memberi dampak positif pada penguatan pangan bagi keluarga.  Petani gurem terpaksa  memetak-metak lahannya untuk  membudidayakan berbagai jenis tanaman.

Persoalannya, tidak semua petani gurem bekerja dengan baik. Masih banyak petani kita yang mengelola lahan secara asal-asalan, bahkan menelantarkan lahan. Pekarangan rumah dibiarkan kosong, hanya ditumbuhi rumput liar.

Dan yang lebih memperihatinkan, banyak petani gurem yang terjebak pada kepentingan jangka pendek dengan mengalihfungsikan lahan produktif (terjangkau irigasi) menjadi kebun sengon dan tanaman keras lainnya sehingga tanaman pangan terabaikan. Trend menanam sengon belakangan ini menjadi gaya hidup petani gurem dengan mengorbankan lahan produktif.

Semua itu tidak lepas dari  background pertanian di Indonesia. Petani kita kurang pendidikannya, rata-rata lulusan SD bahkan ada yang tidak lulus SD. Ini salah satu persoalan pokok yang menjadi kendala produktivitas pertanian. Dan nasib pertanian di Indonesia menjadi tidak menentu karena petaninya kurang bermutu.

* Petani Kreatif *

Mengingat jumlah petani gurem cukup banyak, mereka perlu didorong agar berpikir lebih cermat dan kreatif  dalam mengelola lahan sempit , terutama berkaitan masalah ketahanan pangan.  Mencita-citakan ketahanan pangan secara makro tidak lepas dari upaya mengangkat citra petani gurem kita. Jika ketahanan pangan petani gurem sudah kokoh, maka secara otomatis problem kerawanan  pangan nasional bisa dikurangi.

Petani yang sesungguhnya adalah mereka yang benar-benar memiliki komitmen atas pekerjaannya. Dalam kaidah bahasa Indonesia, bertani memiliki arti  bercocok tanam atau mengusahakan tanah dengan tanam-menanam. Bertani sendiri, menurut Koentjaraningrat, termasuk bagian dari unsur kebudayaan, dimana proses bertani bukan hanya kerja menanam dan memetik hasilnya, melainkan juga sebagai kesatuan hidup.

Para petani gurem perlu diajak lebih kreatif mengelola lahan sempit.  Petani yang telaten pasti bakal panen, dan sebaliknya yang malas-malasan akan tergilas zaman.  Untuk mewujudkan petani gurem yang telaten, perlu dukungan informasi, teknologi dan manajemen. Sangat penting bagi petani gurem untuk pendapatkan informasi dengan memanfaatkan teknologi yang ada agar memiliki wawasan yang memadai dalam mengelola aset pertanian.

Petani juga perlu didorong lebih  mencintai alam sebagai sumber penghidupan. Di jaman sekarang informasi begitu mudah diakses lewat internet. Para petani kini sudah akrab dengan hand phone yang bisa digunakan untuk mencari informasi seputar dunia pertanian. Tidak perlu menunggu penyuluhan dari Dinas Pertanian seperti dahulu.

Maka tidak ada alasan bagi petani gurem untuk menyalahkan keadaan, apalagi meratapi keterbatasan lahan. Jalan terbaik untuk merubah keadaan adalah mensyukuri apa yang dimiliki.  Bergerak secara mandiri dan mengelola lahan sebaik mungkin  agar menghasilkan bahan pangan.

sumber :
* Harian kompas
* Mbah gugel (google)

Thursday, February 5, 2015

Beternak Kambing


Ada 3 hal pokok yang harus diperhatikan dalam beternak kambing yaitu : Bibit kambing, Makanan, Tata cara beternak

I. BIBIT KAMBING

Pemilihan bibit kambing harus disesuaikan dengan tujuan dari usaha beternak kambing itu sendiri, apakah untuk pedaging, atau perah. misalnya untuk produksi daging maka pemilihan bibitnya adalah kambing kacang, sedangkan untuk perah dapat dengan kambing etawa. Ciri bibit kambing yang baik adalah berbadan sehat, tidak cacat, daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan, bulu bersih dan mengkilat.


> Ciri untuk calon induk :

_ Tubuh kompak, dada dalam dan lebar, garis punggung dan pinggang lurus, tubuh besar, tapi tidak terlalu gemuk.
_ Jinak dan sorot matanya ramah.
_ Kaki lurus dan tumit tinggi.
_ Gigi lengkap, mampu merumput dengan baik (efisien), rahang atas dan bawah rata.
_ Dari keturunan kembar atau dilahirkan tunggal tapi dari induk yang muda.
_ Ambing simetris, tidak menggantung dan berputing 2 buah.

> Ciri untuk calon pejantan :

_ Tubuh besar dan panjang dengan bagian belakang lebih besar dan lebih tinggi, dada lebar, tidak terlalu gemuk, gagah, aktif dan memiliki libido (nafsu kawin) tinggi.
_ Kaki lurus dan kuat.
_ Dari keturunan kembar.
_ Umur antara 1,5 sampai 3 tahun.


II. MAKANAN

Jenis dan cara pemberiannya disesuaikan dengan umur dan kondisi ternak. Pakan yang diberikan harus cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, mudah dicerna, tidak beracun dan disukai ternak, murah dan mudah diperoleh. Pada dasarnya ada dua macam makanan, yaitu hijauan (berbagai jenis rumput) dan makan tambahan (berasal dari kacang-kacangan, tepung ikan, bungkil kelapa, vitamin dan mineral).

Cara pemberiannya :

Diberikan 2 kali sehari (pagi dan sore), berat rumput 10% dari berat badan kambing, berikan juga air minum 1,5 - 2,5 liter per ekor per hari, dan garam berjodium secukupnya.
Untuk kambing bunting, induk menyusui, kambing perah dan pejantan yang sering dikawinkan perlu ditambahkan makanan penguat dalam bentuk bubur sebanyak 0,5 - 1 kg/ekor/hari.


III. TATA CARA DALAM BETERNAK


1. Kandang

_ Harus segar (ventilasi baik, cukup cahaya matahari, bersih, dan minimal berjarak 5 meter dari rumah).
_ Ukuran kandang yang biasa digunakan adalah :
 • Kandang beranak : 120 cm x 120 cm /ekor
 • Kandang induk : 100 cm x 125 cm /ekor
 • Kandang anak : 100 cm x 125 cm /ekor
 • Kandang pejantan : 110 cm x 125 cm /ekor
 • Kandang dara/dewasa : 100 cm x 125 cm /ekor

2. Pengelolaan reproduksi

Diusahakan agar kambing bisa beranak minimal 3 kali dalam dua tahun.

> Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
_ Kambing mencapai dewasa kelamin pada umur 6 s/d 10 bulan, dan sebaiknya dikawinkan pada umur 10-12 bulan atau saat bobot badan mencapai 55 - 60 kg.
_ Lama birahi 24 - 45 jam, siklus birahi berselang selama 17 - 21 hari.
_ Tanda-tanda birahi : gelisah, nafsu makan dan minum menurun, ekor sering dikibaskan, sering kencing, kemaluan bengkak dan mau/diam bila dinaiki.
_ Ratio jantan dan betina = 1 : 10

> Saat yang tepat untuk mengawinkan kambing adalah :
_ Masa bunting 144 - 156 hari (5 bulan).
_ Masa melahirkan, penyapihan dan istirahat ± 2 bulan.

3. Pengendalian Penyakit

Hendaknya ditekankan pada pencegahan penyakit melalui sanitasi kandang yang baik, makanan yang cukup gizi dan vaksinasi.
Penyakit yang sering menyerang kambing adalah: cacingan, kudis (scabies), kembung perut (bloat), paru-paru (pneumonia), orf, dan koksidiosis.


Monday, January 12, 2015

Pertanian Organik



Gaya hidup sehat dengan slogan back to nature telah menjadi pola hidup baru, meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik. Pertanian organik adalah tekhnik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis.

Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan, yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demi-kian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nu-trisi tinggi (nutritional attributes), dan ra-mah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan akan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20%/ tahun. Oleh karena itu, pengembangan bu-didaya pertanian organik perlu diproritaskan pada tanaman bernilai ekonomi tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domes-tik dan ekspor (Badan Litbang Pertanian, 2002).Untuk melaksanakan pertanian organik, perlu adanya suatu acuan mulai dari tahap budidaya sampai diperolehnya produk yang sesuai ketentuan dan memenuhi persyarat-an sebagai produk pertanian organik (Wi-naryo, 2002).
Prinsip pertanian organik yang perlu dipertimbangkan dalam merancang suatu kawasan atau teknologi adalah:

1. Lahan untuk budidaya organik harus be-bas dari pencemaran bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida. Lahan dapat berupa lahan pertanian yang baru dibuka atau lahan pertanian intensif yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian organik. Lamanya masa konversi tergantung pada sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida, dan jenis tanaman.

2. Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetik atau genetically modified organism (GMO). Sebaiknya benih harus berasal dari kebun pertanian or-ganik.

3. Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis dan zat pengatur tumbuh. Peningkatan kesuburan tanah dilakukan melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.

4. Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis, pengendalian hama, penyakit, dan gulma dilakukan dengan cara manual, biopestisida, agen hayati, dan rotasi tanaman.

5. Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis pada pakan ternak dan secara tidak langsung pada pupuk kandang.

6. Penanganan pascapanen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara alami (Badan Litbang Pertanian, 2005).