Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Monday, April 27, 2015

Budidaya Garut/Erut



Tanaman garut/erut (Maranta arundinacea L) dapat tumbuh maksimal di bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum, sehingga tanaman ini potensial diusahakan di hutan rakyat, tanah pekarangan, maupun daerah-daerah penghijauan. Tanaman ini mampu tumbuh pada tanah yang miskin kesuburannya, meskipun untuk produksi terbaik harus dipupuk. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang khusus serta hama dan penyakitnya relatif sedikit.

Umbinya mulai dapat dimakan saat umur tanaman 3-4 bulan. Tanaman garut banyak dikenal di seluruh Indonesia dengan beberapa nama lokal seperti Erut (sebutan dipedukuhan Tepus), angkrik (Betawi), patat (Sunda), sagu (Ciamis dan Tasikmalaya), tarigu (Banten), sagu Belanda (Padang, Ambon dan Aceh) atau larut, pirut, kirut (Jawa Timur).

Tepung pati garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengganti atau substitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie, roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, disamping digunakan di industri kimia, kosmetik, pupuk, gula cair dan obat-obatan. Tetapi pemanfaatan tepung garut masih menghadapi beberapa kendala, terutama pemasaran dan kontinuitas pasokan bahan baku.

Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan tanaman garut, antara lain niat pemerintah untuk mengubah paradigma impor bahan pangan dan menjadikan petani sebagai penjual produk olahan, bukan penjual bahan baku. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk mendiversifikasikan pangan selain terigu dan beras, sehingga akan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap komoditi impor. Bila hal ini tidak segera dilakukan maka Indonesia akan sangat bergantung pada bahan baku impor. Ini merupakan sesuatu yang sangat ironis mengingat melimpahnya tanaman pangan alternatif yang dapat digali di negeri yang cukup subur ini.

Dilain pihak sistem usahatani yang selama ini dianut harus diubah. Hal ini memerlukan perubahan yang sangat mendasar, yaitu petani menjual hasil olahan bukan hasil panen. Walaupun membutuhkan waktu yang lama tetapi harus ada yang berusaha meyakinkan masyarakat (petani) bahwa masa depan pangan tergantung pada sumberdaya sendiri.

TEKNIK BUDIDAYA

Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam budidaya tanaman garut adalah:
(1) pembenihan
(2) persiapan lahan
(3) penanaman tanaman naungan
(4) penanaman
(5) pemeliharaan tanaman dan
(6) pemanenan.

Pembenihan


Untuk memperoleh benih dalam usaha budidaya tanaman garut diperoleh dengan cara:
Perbanyakan dengan umbi
Perbanyakan dengan anakan

Untuk penananam 1 hektar diperlukan persemaian dengan luas 20 x 2 m. Media yang dibutuhkan untuk persemaian ini adalah tanah, sekam, pasir, pupuk kandang. Bedengan untuk persemaian ini dibuat dengan tinggi 20-30 cm.

Perbanyakan dengan Umbi
Umbi yang masih utuh diambil ujungnya (beberapa ruas) untuk dijadikan benih dengan syarat mata tunas tidak terluka, kemudian dipotong setiap satu ruas dan disemaikan di tempat persemaian yang sudah disiapkan. Setelah 20-30 hari akan terbentuk 3-5 helai daun dan benih tersebut siap untuk ditanam di areal yang sudah tersedia.

Perbanyakan dengan Anakan
Pada umur 4 bulan setelah tanam batang induk akan membentuk anakan (rumpun). Untuk memperoleh anakan yang baik dibutuhkan perawatan pada tanaman induk. Untuk memperoleh benih anakan, pemisahan anakan dari batang induk sebaiknya dilakukan setelah jumlah anakan 3-5 atau batang induk telah mencapai umur 4-5 bulan setelah tanam.

Persiapan Lahan

Persiapan lahan bertujuan untuk mengolah dan menggemburkan lahan (dengan kedalaman cangkulan 20-30 cm) memperbaiki struktur tanah, memperbaiki aerasi tanah, memperbaiki sistem drainase serta membunuh sumber penyakit dalam tanah. Setelah pengolahan, dibuat bedengan dengan panjang 10 m, lebar 1 m dan tinggi 30 cm. Bedengan ini dapat menampung 35-40 batang.
Tanaman garut juga dapat ditanam pada lahan yang tanpa diolah terlebih dulu. Caranya adalah dengan membuat lubang dengan ukuran 20 x 20 cm. Sebelum ditanam, lubang diberi dulu pupuk kandang. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 40 x 40 cm.

Penanaman Tanaman Naungan

Jenis tanaman naungan yang baik adalah tanaman yang berakar lunak, seperti pisang, pepaya, dsb. Tetapi tanaman garut juga dapat beradaptasi dengan tanaman keras/tahunan seperti karet, rambutan, kelapa sawit, jati, dsb.
Jarak tanaman naungan berakar lunak (pisang, pepaya) 3 x 3 m, sehingga tanaman garut masih dapat menyerap sinar matahari 40-50%. Sedangkan jarak tanaman keras/tahunan tergantung pada kondisi di lapangan, terutama pada pertumbuhan akar tanaman keras/tahunan tersebut.

Penanaman

Lahan yang telah diolah atau tanpa olah dibuatkan lubang tanam 20 x 20 cm dengan jarak tanam 40 x 40 cm. Benih dari persemaian (telah berdaun 3-5 helai) dicabut, lalu ditanam dalam lubang yang telah disiapkan. Bila benih berasal dari anakan, maka jumlah daun dikurangi lebih dulu (dengan dipotong), lalu ditanam dalam lubang.

Pemeliharaan Tanaman

Pada umur tanaman 2-3 bulan setelah tanam, tanah digemburkan, lalu diberikan pupuk urea, masing-masing 200-300 kg per hektar tergantung pada kesuburan tanah dilokasi penanaman. Pupuk urea dan SP-36 diaduk menjadi satu lalu disebar di alur bumbunan.

Hama utama yang menyerang tanaman garut adalah uret, tikus dan ulat penggulung daun (Colopodes atheus). Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman garut adalah penyakit terbakar daun (Rosellinia atheus) dan penyakit busuk daun (Pelliularian filomentosa). Cara pengendalian yang dilakukan tergantung pada jenis hama atau penyakitnya.

Hama uret dengan furadan
Hama tikus dapat diberantas dengan gropyokan atau menggunakan racun tikus (seperti klerat atau petrokum)
Hama ulat penggulung daun dapat diberantas dengan cara manual (dicari dan dibunuh) atau cara kimiawi dengan pestisida bubur bordeaux
Penyakit terbakar daun dikendalikan dengan cara eradikasi
Penyakit busuk daun dapat dicegah dengan perbaikan sistem drainase (pengairan)

Pemanenan


Tanaman garut dapat dipanen pada dua periode, yaitu:
Pada umur 6-7 bulan
Pemanenan ini dilakukan bila umbi tersebut akan digunakan atau diolah menjadi emping atau keripik, karena pada umur tersebut serat yang terkandung masih sedikit.
Pada umur 8-12 bulan
Hal ini dilakukan bila umbi akan diproses menjadi pati (tepung). Pemanenan sebaiknya dilakukan pada bulan-bulan kering agar rendemen patinya tinggi.

Pemanenan dilakukan dengan menggunakan garpu atau alat sejenis, lalu dibersihkan dari akar dan tanah dan dipotong sebatas pangkal rimpang. Yang perlu diperhatikan adalah varietas yang dipanen, varietas banana hanya dapat bertahan 2 hari, sedangkan varietas Creol dapat bertahan 7 hari setelah dipanen.

Komposisi Umbi GarutUmbi garut termasuk tanaman umbi-umbian yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Umbi garut mempunyai kandungan protein 2-5%, pati 10-20%, lemak 0,1-0,3% dan serat 1-3%.

Friday, April 10, 2015

Budidaya Cabe Jawa



MENGENAL TANAMAN CABE JAWA (Piper retrofractum Vahl)

Cabe Jawa merupakan tumbuhan asli Indonesia, ditanam di pekarangan, ladang, atau tumbuh liar di tempat-tempat yang tanahnya tidak lembab dan berpasir seperti di dekat pantai atau di hutan sampai ketinggian 600 meter dpl. Cabai Jawa juga merupakan tumbuhan menahun, batang percabangan liar, tumbuh memanjat, melilit, atau melata dengan akar lekatnya, panjangnya dapat mencapai 10 meter. Percabangan dimulai dari pangkalnya yang keras dan menyerupai kayu. Daun tunggal, bertangkai, bentuknya bulat telur sampai lonjong, pangkal membulat, ujung runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, panjang 8,5 - 30 cm, lebar 3-13 cm, hijau. Bunga berkelamin tunggal, tersusun dalam bulir yang tumbuh tegak atau sedikit merunduk, bulir jantan lebih panjang dari bulir betina. Buah majemuk berupa bulir, bentuk bulat panjang sampai silindris, bagian ujung agak mengecil, permukaan tidak rata, bertonjolan teratur, panjang 2 - 7 cm, garis tengah 4- 8 mm, bertangkai panjang, masih muda berwarna hijau, keras dan pedas, kemudian warna berturut-turut menjadi kuning gading dan akhirnya menjadi merah, lunak dan manis. Biji bulat pipih, keras, cokelat kehitaman. Perbanyakan dengan biji atau setek batang.

Khasiat untuk kesehatan mengobati sakit : Kejang perut, muntah-muntah, perut kembung, mulas, disentri, diare, sukar buang air besar pada penderita penyakit hati, sakit kepala, sakit gigi, batuk, demam, hidung berlendir, lemah syahwat, sukar melahirkan, neurastenia, dan tekanan darah rendah. Bagian akar dapat digunakan untuk: kembung, pencernaan terganggu, tidak dapat hamil karena rahim dingin, membersihkan rahim setelah melahirkan, badan terasa lemah, stroke, rematik, dan nyeri pinggang. Daun dapat digunakan untuk mengatasi: kejang perut dan sakit gigi.

KOMPOSISI


Kandungan kimia : Buah cabe Jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmitic acids, tetrahydropiperic acids, 1-undecylenyl-3, 4-methylenedioxry benzene, piperidin, minyak asiri, isobutyideka-trans-2-trans-4-dienamide, dan sesamin. Bagian akar mengandung piperine, piplartine, dan piperlonguniinine.

BUDIDAYA CABE


Dalam hal budidaya, Cabe Jawa tidak memerlukan syarat tumbuh yang khusus. Tanaman ini cukup tahan terhadap kekeringan dengan kondisi curah hujan 1500-3000 mm/tahun, dan suhu 23 °C - 32 °C.
Dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah yaitu ; andosol, grumosol, latosol, podsolik, dan regosol asalkan memiliki kesuburan dan drainase yang baik, serta dapat tumbuh baik pada ketinggian 1-600 meter di atas permukaan laut dengan kelembapan 60-80 persen.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman Cabe Jawa agar dapat memberikan hasil produksi yang tinggi antara lain menggunakan bibit yang sehat dan teknik penanaman yang benar. Selain itu, proses pemeliharaan yang menyeluruh meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, serta pemangkasan yang kontinyu.

Wednesday, April 8, 2015

Budidaya Tanaman Ganyong


I. SEJARAH TANAMAN GANYONG


           Ganyong (Canna edulis Kerr) merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika Selatan (Amerika Tropika) dan telah tersebar ke Asia, Australia, dan Afrika. Namun, menurut Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani dari bekas Uni Soviet, asal-muasal ganyong adalah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Peru, Bolivia, dan Equador. Umbi mudanya di Amerika Selatan dimakan sebagai sayuran, dan kadang-kadang digunakan sebagai pencuci mulut. Sisa umbinya yang tertinggal setelah diambil patinya dapat digunakan sebagai kompos. Sementara pucuk dan tangkai daun muda dipakai untuk pakan ternak. Selain itu, bunga daunnya cukup indah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Kita mengenal ganyong dengan banyak nama daerah. Sedangkan umbinya yang sudah tua dapat dikonsumsi dan dapat diambil patinya. Ganyong adalah tanaman umbi-umbian yang termasuk dalam tanaman dwi tahunan (2 musim) atau sampai beberapa tahun, hanya saja dari satu tahun ke tahun berikutnya mengalami masa istirahat, daun-daunnya mengering lalu tanamannya hilang sama sekali dari permukaan tanah. Pada musim hujan tunas akan keluar dari mata-mata umbi atau rhizomanya.

Ganyong sering dimasukkan pada tanaman umbi-umbian, karena orang bertanam ganyong biasanya untuk diambil umbinya yang kaya akan karbohidrat, yang disebut umbi disini sebenarnya adalah rhizoma yang merupakan batang yang tinggal didalam tanah. Di Indonesia tanaman ini telah tersebar dari Sabang sampai Merauke. Terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, tanaman ini telah diusahakan penduduk walaupun secara sampingan. Umbi yang dipanennya dibuat tepung, ternyata hasil penjualan tepung ini dapat menambah penghasilan penduduk yang sangat berarti.

II. JENIS / VARIETAS TANAMAN GANYONG

Di Indonesia dikenal dua kultivar atau varietas ganyong, yaitu ganyong merah dan ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepahnya yang berwarna merah atau ungu, sedang yang warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik umbinya kecoklatan disebut dengan ganyong putih. Dari kedua varietas tersebut mempunyai beberapa berbedaan sifat, sebagai berikut :
A.    Ganyong Merah
Batang lebih besar. Agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan Sulit menghasilkan biji, Hasil umbi basah lebih besar tapi kadar patinya rendah Umbi lazim dimakan segar (direbus). Karakteristik dari ganyong merah adalah sebagai berikut :

- Batang lebih besar
- Agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan
- Sulit menghasilkan biji
- Hasil umbi basah lebih besar tapi kadar patinya lebih rendah
- Umbi lazim dimakan segar (direbus)
B.     Ganyong Putih
Lebih kecil dan pendek Kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan Selalu menghasilkan biji dan bisa diperbanyak menjadi anakan tanaman Hasil umbi basah lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi, Hanya lazim diambil patinya. Karakteristik dari ganyong putih adalah sebagai berikut :
·      Lebih kecil dan pendek
·      Kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan
·      Selalu  menghasilkan  biji  dan  bisa  diperbanyak  menjadi
·      anakan tanaman
·      Hasil umbi basah lebih kecil, tapi kadar patinya lebih tinggi

III. MANFAAT TANAMAN GANYONG

Umbi ganyong dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan karbohidrat ganyong cukup tinggi, setara dengan umbi-umbi yang lain, namun lebih rendah daripada singkong, tetapi karbohidrat umbi dan tepung ganyong lebih tinggi bila dibandingkan dengan kentang, begitu juga dengan kandungan mineral kalsium, phosphor dan besi. Dengan demikian ganyong sangat tepat bila digunakan untuk keragaman makanan sebagai pengganti beras. Berikut adalah kandungan dari umbi ganyong :
Air 14 (g), Protein 0,7 (g), Lemak 0,2 (g), Karbohidrat 85,2 (g), Kalori 8 (mg), Fospor 22 (mg), Besi 1,5 (mg), Vit. A 0(IU), Vit. B 0,09, Vit. C 0.

IV. DESKRIPSI TANAMAN GANYONG


     1. Klasifikasi Ilmiah
Divisi               : Spermatophyta
Sub Divisi       : Angiospermae
Kelas                : Monocotyledoneae
Ordo                : Zingeberales
Famili              : Cannaceae
Genus               : Canna
Spesies             : Canna edulis kerr
     2. Morfologi Tanaman
Tanaman ganyong merupakan tanaman berumpun atau herba, semua bagian vegetatif yaitu batang, daun serta kelopak bunganya sedikit berlilin. Tanaman ini tetap hijau disepanjang hidupnya, di akhir hidupnya, dimana umbi telah cukup dewasa, daun dan batang mulai mengering. Keadaan seperti ini seakan-akan menunjukkan bahwa tanaman mati, padahal tidak. Karena bila hujan tiba maka rimpang atau umbi akan bertunas dan membentuk tanaman lagi.
Tinggi tanaman ganyong antara 0.9 - 1,8 meter. Bahkan di Queensland dapat mencapai 2,7 meter. Sedang untuk daerah Jawa, tinggi tanaman ganyong umumnya 1,35 – 1,8 meter. Apabila diukur lurus, maka panjang batang bisa mencapai 3 meter. Panjang batang dalam hal ini di ukur mulai dari ujung tanaman sampai ujung rhizoma atau yang sering disebut dengan umbi. Apabila diperhatikan ternyata warna batang, daun, pelepah daun dan sisik umbinya sangat beragam. Adanya perbedaan warna ini menunjukkan varietasnya.
1)      Daun
Tanaman ganyong memiliki karakteristik daun sebagai berikut :
·         Daunnya lebar
·         Berbentuk elip memanjang dengan bagian pangkal dan ujungnya agak runcing
·         Panjang daun 15 - 60 sentimeter, sedangkan lebarnya 7 - 20 sentimeter.
·         Bagian tengahnya terdapat tulang daun yang tebal
·         Warna daun beragam dari hijau muda sampai hijau tu
2)      Bunga
Tanaman ganyong memiliki karakteristik bunga sebagai berikut:
·         Ukuran bunga ganyong relative lebih kecil (ganyong umbi)
·         Bunga relatif besar (ganyong hias), misalnya Canna coccinae, Canna hybrida, Canna indica dan lain-lainnya
·         Warna bunga merah oranye dan pangkalnya kuning dengan benangsari tidak sempurna
·         Jumlah kelopak bunga ada 3 buah dan masing-masing panjangnya 5 sentimeter.
3)      Buah
Tanaman ganyong memiliki karakteristik buah sebagai berikut :
·         Buah tidak sempurna dan tidak berbentuk.
·         Buah ini terdiri dari 3 ruangan yang berisi biji berwarna hitam sebanyak 5 biji per ruang.
4)      Umbi
Tanaman ganyong memiliki karakteristik buah sebagai berikut :
·         Umbi relatif besar dengan diameter antara 5 - 8,75 cm dan panjangnya 10 - 15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm.
·         Bagian tengahnya tebal dan dikelilingi berkas-berkas sisik yang berwarna ungu atau coklat dengan akar serabut tebal.
·         Bentuk beraneka ragam

V. SYARAT TUMBUH

1.  Tempat tumbuh
Tanaman ganyong tidak memerlukan syarat-syarat iklim tertentu yang sulit untuk dipenuhi. Tanaman ganyong hanya tidak tahan di daerah yang anginnya kuat, karena ganyong merupakan tanaman herba atau terna hingga mempunyai batang yang rapuh dan tidak tahan terhadap serangan angin. Pada daerah berangin kuat, tanaman ini sanugat memerlukan lajur pelindung untuk bertahan. Meskipun ganyong toleran terhadap suhu udara tapi umumnya tanaman ini baru akan tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 - 250 meter dpl. Tetapi hal ini tidak mutlak, karena di Hawai tanaman ini justru berproduksi maksimal pada daerah yang mempunyai ketinggian dibawah 450 meter dpl sementara di Peru pada daerah dengan ketinggian di atas 2.550 meter dpl, ganyong masih mampu tumbuh subur.
2. Suhu
Ganyong dapat tumbuh dengan baik jika berada di daerah tropis. Di daerah yang sangat dingin ganyong juga masih dapat bertahan hidup, akan tetapi proses pembentukan umbi untuk menuju dewasa relatif lama. Di daerah yang suhu udaranya siang hari sangat tinggi dan malam harin sangat rendah, ganyong masih mampu hidup dan berkembang biak dengan baik. Misalnya di daerah Aparimacgorge/Peru yang pada siang hari bersuhu 32°C dan pada malam hari cuma 7°C.
3. Curah hujan
Tanaman ganyong memerlukan curah hujan yang sedang-sedang saja, sehingga tanaman ini dapat hidup dengan baik di musim kemarau atau di daerah kering. Misalnya di Hawai yang curah hujan tahunannya hanya 112 cm, tanaman mampu tumbuh dengan baik dan hasilnya sangat memuaskan.
Jumlah embun juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman ini. Embun yang terlalu banyak sering mengakibatkan kelainan pada pertumbuhan daun dan merusak perkembangan umbinya.
4. Tanah
Setiap tanaman memang menghendaki jenis-jenis tanah tertentu. Tidak demikian halnya dengan tanaman ganyong, yang dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah.

VI. BUDIDAYA TANAMAN GANYONG


     1. Pemilihan Bibit
Tanaman ganyong dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Secara generatif yaitu dengan menggunakan bijinya, namun sangat jarang dilakukan petani kecuali oleh peneliti, dimana jumlah bijinya relatif sedikit dan umur lebih lama. Perbanyakan yang dilakukan petani adalah dengan vegetatif yang menggunakan umbi berukuran sedang dengan tunas 1 - 2. Kebutuhan bibit per hektarnya + 2 ton. Untuk mencegah kerusakan bibit akibat penyakit busuk umbi sebelum ditanam dapat dilakukan pencelupan bibit pada larutan CuSO4 10 %.
     2. Pengolahan Tanah
1)      Alat-alat yang diperlukan
Alat-alat yang digunakan dalam mengolah tanah untuk bertanaman ganyong sangat sedikit sekali, ini karena ganyong tidak ditanam di lumpur seperti halnya padi. Jadi alat-alat yang digunakan adalah :
·         Ganco atau garpu
·         Cangkul
·         Sabit
2)      Teknik Pengolahan Tanah
Pada musim kemarau tanah sebaiknya diganco dulu. Pada saat ini tanah terbalik dan rumput-rumput terbenam di dalam tanah. Selanjutnya rumput ini akan membusuk dan menjadi bunga tanah. Setelah hujan tiba, tanah segera dicangkul dan diratakan. Pengerjaan pengolahan tanah tersebut mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga air dan udara leluasa bergerak di dalamnya. Selain itu penggemburan tanah bisa membuat umbi ganyong leluasa berkembang, sehingga akan diperoleh umbi yang berukuran lebih besar.
Sedangkan pada tanah liat berat sebaiknya dibuat guludan agar drainasenya bisa sempurna. Sedang pada jenis tanah yang lain, tanah cukup dibuat bedengan-bedengan. Umumnya bedengan ini lebarnya 120 cm dan panjangnya tidak dibatasi. Tinggi bedengan 25-30 cm dan jarak antara satu bedengan dengan bedengan lainnya 30-50 cm. Berhubung ganyong senang sekali tumbuh pada tanah yang kaya humus, maka pada saat meratakan tanah dapat diberikan pupuk dasar. Pupuk dasar ini berupa kandang atau kompos.
     3. Waktu Penanaman
Penanaman ganyong biasanya dilakukan saat awal musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai Desember.
     4. Jarak Tanam dan Penanaman
Membuat lubang tanam merupakan langkah petama pada tahap ini. Dalamnya lubang tanaman 12,5 - 15 cm dibuat secara lajur atau berbaris. Jarak tanaman yang digunakan untuk bertanam ganyong sangat tergantung pada jenis dan keadaan tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian. Karena adanya perbedaan tersebut, jenis tanah sangat mempengaruhi kesuburan pertumbuhan tanaman dan umbi. Selain berdasarkan jenis tanah, jarak tanam juga diperhitungkan dengan berlandasan populasi optimum tanaman per hektarnya.
Pada tanah liat dianjurkan menggunakan jarak tanam 90 x 90 cm, dengan jarak barisan 90 cm begitu juga jarak antara barisannya. Jika yang tersedia adalah lahan yang masih banyak ditumbuhi oleh rerumputan atau alang-alang, maka sebaiknya digunakan jarak tanam yang lebih lebar lagi yaitu 135 cm x 180 cm, sedang untuk tanah liat berat di gunakan jarak tanam 120 cm x 120 cm. Di tanah-tanah pegunungan yang biasanya tanah miring dan sudah dikerjakan menjadi teras-teras, ini sangat menguntungkan, karena selain hasil lahan akan bertambah juga dapat memperkuat teras-teras tersebut. Jarak tanam yang digunakan dalam hal ini adalah 50 cm urut sepanjang tepi teras.
     5. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman ganyong yang sangat penting adalah sebagai berikut :
1)      Penyiangan
Kebersihan bedengan atau areal tanaman dari gangguan gulma perlu sekali diperhatikan, terutama pada masa awal pertumbuhannya. Apabila banyak gulma yang tumbuh, tentu saja sejumlah unsur-unsur hara tersebut digunakan oleh gulma, sehingga pertumbuhan ganyong yang masih muda ini merana.
2)      Pembumbunan
Pembumbunann adalah suatu usaha untuk menggemburkan tanah. Tanah yang gembur akan membuat umbi yang terbentuk dapat berkembang dengan leluasa. Pembumbunan dapat dimulai pada saat ganyong berumur 2 - 2,5 bulan.
3)      Penyiraman
Karena pada masa ini bibit yang mulai bertunas banyak sekali memerlukan air, udara dan unsur-unsur hara serta sinar matahari yang cukup untuk menunjang pertumbuhannya terutama untuk memperbanyak akar.
4)      Pemupukan
Karena ganyong menyenangi tanah yang gembur, maka pupuk yang sangat diperlukan adalah pupuk kandang atau kompos. Pupuk ini bila perlu dapat diberikan bersamaan dengan pembumbunan.

VII. PEMANENAN

Ada bermacam-macam pendapat tentang masa panen umbi ganyong, ini karena tidak ada batas masa pendewasaan umbi. Tetapi umumnya pendewasaan umbi dipengaruhi oleh ketinggian daerah tempat hidupnya. Pada umur 6 - 8 bulan setelah tanam, umbi biasanya sudah cukup dewasa dan bisa panentetapi, biasanya belum dapat diambil patinya, tetapi untuk bahan makanan sampingan misalnya direbus atau dibakar. Pada dataran tinggi yang umumnya tertimpa hujan hampir sepanjang tahun, masa pendewasaan umbi lebih lama daripada di dataran rendah. Ini karena pembentukan pati terhambat. Dengan demikian umbi baru bisa dipanen setelah umur satu tahun atau umumnya 15 - 18 bulan.
Di dataran rendah, kandungan pati mencapai puncaknya pada umur satu tahun, lebih dari satu tahun justru kandungan patinya berkurang, ini di sebabkan setelah satu tahun musim hujan telah tiba, sehingga pati sebagai cadangan makanan tumbuhan tersebut terurai dan muncullah tunas baru. Sebagai patokan yang pasti, umbi dianggap tua apabila telah ditandai dengan mengeringnya batang dan daun-daun tanaman.
Cara pemanenan bisa dilakukan dengan cara pencabutan apabila batang tanaman ganyong belum rapuh, bila telah rapuh dapat dengan cara mencongkelnya dengan tongkat besi, kayu atau sejenisnya. Jumlah hasil panenan ganyong berubah-ubah atau sangat tergantung pada perawatan tanaman, jenis tanah dan sebagainya. Di Jawa, per arenya menghasilkan 30 kuintal, sedang di Hawaii per tahunnya tiap acre (4046,86 meter persegi) menghasilkan 18 - 20 ton umbi yang berumur 8 bulan.

VIII. HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

Ganyong adalah tanaman yang relatif bebas dari serangan hama dan penyakit. Walaupun demikian di daerah-daerah yang telah membudidayakan ganyong secara intensif, sering ditemui hama dan penyakit sebagai berikut :
1)      Belalang dan Kumbang
Akibat kerusakan dari kedua hama ini sebenarnya tidak secara langsung, tetapi merupakan akibat sekunder. Belalang dan kumbang biasanya menyerang tanaman dengan memakan daun-daun ganyong, dengan demikian jumlah permukaan daun berkurang akibatnya fotosintesis berkurang, dan akibatnya pembentukan umbipun terhambat. Untuk mengatasinya dapat dilakukan pemberantasan secara kimiawi, dengan insektisida Agrothion 50, dosis 0,6 – 2 l/ha.
2)      Agrotis spp. (Ulat Tanah)
Ulat Agrotis ini terutama menyerang tanaman muda yaitu bagian batang dan tangkai daun, akibatnya tanaman rebah. Kerusakan semacam ini dapat mengakibatkan kerugian yang berarti, karena tanaman muda tersebut bisa mati. Cara pemberantasannya dapat dengan kultur teknis, yaitu dengan pembersihan rerumputan di sekitar tanaman. Dapat juga dengan mengumpulkan ulat-ulat tanah tersebut di siang hari, karena pada siang hari ulat-ulat ini berada di sekitar pangkal batang. Cara pemberantasan yang terakhir dengan menggunakan insektisida Dursban 20%E.C., Hostathion 40 % E.C. dan Phosvel 30 % E.C..

Budidaya Tanaman Cengkeh


A. Persiapan Bahan Tanam

Bibit yang ditanam akan menentukan berhasil atau gagalnya suatu tanaman. Bibit yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik asal syarat-syarat pemeliharaannya baik. Pembibitan tanaman cengkeh merupakan salah satu aspek dari teknis budidaya tanaman cengkeh yang menentukan keberhasilan penanaman cengkeh.

B. Persiapan Lahan

Dalam mempersiapkan lahan, yang harus dilakukan adalah
1. Pembersihan lahan (bekas tunggak atau akar kayu yang dapat menyebabkan rayap atau jamur akar) yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan tanah.
2. Pembuatan lubang tanam yang biasanya disiapkan sejak bulan Juli sampai dengan September dan ditutup pada bulan Oktober, tujuannya agar lubang dan tanah galiannya terkena panas yang cukup lam
a. Ukuran (panjang, lebar, dan kedalaman) yang biasa digunakan dalam pembuatan lubang tanam yaitu:
(i) 60 x 60 x 60 cm, (ii) 80 x 80 x 80 cm, dan (iii) 1 x 1 x 1 m.
3. Pada 2 minggu sampai 1 bulan sebelum tanam, tanah diberi pupuk kandang yang telah menjadi tanah atau kompos sebanyak 5-10 kg/pohon.4. Untuk mengatur kelebihan air perlu dibuat saluran drainase yang cukup.

C. Penanaman

Penanaman dilakukan apabila semua persiapannya, misalnya terasering telah baik, peneduh alam atau buatan telah siap, lubang-lubang tanam yang memenuhi syarat telah ditutup kembali, serta jarak tanam tanam telah ditentukan.
Jarak tanam yang biasa digunakan pada penanaman cengkeh tidak sama tergantung pada ketinggian dan kemiringan tanah. Jarak tanam pada tanah datar 8 m x 8 m = 156 pohon dan pada tanah agak miring minimal 6 m x 6 m = 256 pohon, atau dapat dibuat bervariasi 8 m x 6 m = 200 pohon, 6 m x 7 m = 238 pohon, 7 m x 8 m = 178 pohon. Bila terdapat gangguan-gangguan yang dapat merugikan, jarak tanam dapat dibuat lebih rapat lagi, misalnya 4 m x 4m = 625 pohon.

Penanaman cengkeh dilaksanakan pada awal musim hujan. Dalam penanamannya dilakukan pula pola tanam campuran (polikultur) dengan sistem tanam pagar, yaitu memperkecil jarak tanam dalam baris (Timur-Barat) misalnya 12 m x 5 m atau 14 m x 6 m sehingga tersedia ruangan untuk tanaman sela atau tanaman campuran. Tanaman campuran dapat dilakukan pada tanaman yang belum produktif dan atau kurang produktif. Beberapa tanaman campuran yang dapat digunakan antara lain: kacang tanah, kacang tunggak, jagung, dan tanaman lain kecuali ketela pohon karena ketela pohon menyerap banyak garam-garam mineral dari dalam tanah dan tidak dikembalikan sehingga sangat cepat mengurangi kesuburan tanah.

D. Pemeliharaan

Setelah bibit cengkeh ditanam ke lapangan tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Pada tanaman cengkeh, pemeliharaan mrupakan periode yang panjang, yaitu selama tanaman yang diusahakan tersebut dianggap masih menguntungkan secara ekonomis.

1. Pengelolaan Lahan dan Tanaman

Penggemburan Tanah dan Sanitasi Kebun.
a. Tanaman cengkeh yang berumur 1 – 5 tahun merupakan periode yang kritis, sekitar 10 – 30% tanaman yang telah ditanam di lapangan mengalami kematian atau perlu diganti/disulam karena berbagai sebab, seperti hama penyakit, kekeringan, kalah bersaing dengan gulma, atau penyebab lainnya.
b. Penggemburan tanah disekeliling tanaman di daerah sekitar perakaran di cangkul dangkal (± 10 cm) sekurang-kurangnya 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan sekaligus sebagai persiapan pemupukan.
c. Gulma atau alang-alang harus dibersihkan sampai akar-akarnya dengan cangkul/garpu atau dengan penyemprotan herbisisda.

2. Pengaturan Naungan

a. Pada stadium awal pertumbuhan, tanman cengkeh memerlukan naungan yang cukup. Ada dua nanungan yang digunakan, yaitu:
a) Naungan buatan/sementara
Dapat menggunakan daun nyiur yang dianyam, atau kepang dari bamboo hingga umur 2 tahun.
b) Naungan alami
Sekitar tanaman di kanan/kiri dan di belakang sebaiknya ditanami dengan pupuk hijau. Maksudnya untuk menahan teriknya sinar matahari, menahan angin dan mematahkan jatuhnya hujan yang lebat. Pohon peneduh yang ditanam biasanya Theoprocia, Flumingia Congesta, yang bukan merupakan saingan akar.

b. Naungan buatan diadakan maksimal untuk dua periode musim kemarau setelah penanaman.

c. Bila naungan alami (pohon peneduh) sudah terlihat gelap harus segera dipangkas , pangkasan dimasukkan ke dalam rorak (sebagai humus). Jangan memangkas pada musim kemarau karena akan merugikan.

d. Setelah tanaman cengkeh mencapai umur 5 tahun naungan alami (pohon peneduh) sama sekali dihilangkan, karena tanaman sudah tahan terhadap semua pengaruh dari luar.

3. Penyulaman

a. Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan, yaitu untuk menghindari kematian tanaman karena kekurangan air.
b. Bibit sulaman yang digunakan berasal dari sumber benih dan umur yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang telah ditanam.

4. Penyiraman

a. Pada awal pertumbuhan, tanaman cengkeh memerlukan kondisi tanah yang lembab, sehingga pada musim kemarau perlu adanya penyiraman. Setidak-tidaknya penyiraman dilakukan 2 – 3 kali sehari. Penyiraman dilakukan pada sore hari setelah pukul 15.00 karena saat sore hari keadaannya sejuk dan tidak akan terjadi penguapan yang banyak sehingga air dapat diserap oleh akar dalam jumlah yang banyak.
b. Pada tanaman dewasa penyiraman kurang diperlukan lagi, kecuali pada kondisi iklim ekstrim kering.

5. Pemasangan Mulsa

Pemasangan mulsa dilakukan menjelang musim kemarau. Tujuannya untuk menjaga kelembaban tanah disekitar tanaman dan memberikan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan akar.

6. Pemupukan

Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi cengkeh setelah panen. Berdasarkan pola penyebaran akarnya, penempatan pupuk pada tanaman cengkeh dilakukan dibawah proyeksi tajuk dan bagian dalam tajuk.
Pemupukan diberikan 2 kali dalam setahun, yaitu saat awal musim hujan (akhir musim kemarau) dan saat awal musim kemarau (akhir musim hujan). Jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dan pupuk anorganik, baik tunggal maupun berupa pupuk majemuk dalam bentuk butiran maupun tablet.
Pupuk organic berbentuk butiran (UREA, TSP/SP-36, KCl, Kieserit) diberikan pada proyeksi tajuk ⅔ bagian dan ⅓ bagian dibawah bagian dalam tajuk yang dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Pupuk anorganik berbentuk tablet, diberikan dalam 8 lubang tugal (4 lubang di bawah proyeksi tajuk daun 4 lubang dibawah tajuk bagian dalam) sedalam 10 – 15 cm. pupuk tablet hanya diberikan setahun sekali, yaitu pada awal musim hujan.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

E. Pemanenan

Produk utama cengkeh adalah bunga, yang pada waktu dipanen kadar airnya berkisar antara 60 – 70%. Waktu yang paling baik untuk memetik cengkeh adalah sekitar 6 bulan setelah bakal bunga timbul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandannya mekar dan warna bunga menjadi kuning kemerah-merahan dengan kepala bunga masih tertutup, berisi dan mengkilat.

Pemungutan bunga cengkeh dilakukan dengan cara memetik tangkai bunga dengan tangan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kain atau keranjang yang telah disiapkan, menggunakan tangga segitiga atau galah dari bamboo, serta tidak merusak daun disekitarnya saat pemetikan. Waktu panen sangat berpengaruh terhadap rendemen dan mutu bunga cengkeh serta minyak atsirinya.

Saat pemetikan bunga cengkeh yang tepat yaitu apabila bunga sudah penuh benar tetapi belum mekar, pemetikan yang dilakukan saat bunga cengkeh masih muda (sebelum bunga masak) akan menghasilkan bunga cengkeh kering yang keriput, kandungan minyak atsirinya rendah dan berbau langu (tidak enak). Sedangkan apabila pemetikannya lambat (bunga sudah mekar) setelah dikeringkan akan diperoleh mutu yang rendah, tanpa kepala serta rendemennya rendah.


F. Pasca Panen

Sebelum dikeringkan, bunga cengkeh dipisahkan dari tangkai atau gagang dan dikeringkan secara terpisah. Pada tahap ini dilakukan pemisahan antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua dan yang terjatuh, setelah itu bunga cengkeh dikeringkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari langsung atau menggunakan pengering buatan. Bunga cengkeh yang akan dijemur dihamparkan pada alas tikar, anyaman bamboo gribig) atau plastik, atau pada lantai jemur yang diberi alas plastic. Selama proses pengeringan, cengkeh dibolak-balik agar keringnya merata.
Proses pengeringan dianggap selesai apabila warna bunga cengkeh telah berubah menjadi coklat kemerahan, mengkilat, mudah dipatahkan dengan jari tangan dan kadar air telah mencapai sekitar 10 – 12 %. Lamanya waktu penjemuran dibawah sinar matahari sekitar 3 – 4 hari. Cengkeh yang telah kering kalau disimpan tidak akan susut beratnya dan tahan lama asalkan tidak terkena air.

Kualitas cengkeh dapat dibedakan dan dinilai menurut:
a. Kekeringannya.
b. Persentase kotoran (tangkai bunga dan daun-daun).
c. Persentase yang tidak berkepala (sudah banyak yang mekar).
d. Persentase yang muda.
e. Warnanya.

Wednesday, April 1, 2015

Budidaya Kapulogo


MENGENAL TANAMAN KAPULOGO

Tanaman kapulogo
Tanaman kapulogo merupakan tanaman herbal yang membentuk rumpun, bentuknya seperti tumbuhan jahe dan dapat mencapai ketinggian 1-2 meter. Kapulogo memiliki batang berpelepah daun yang membalut batangnya. Letak daunnya berseling-seling. Bunganya tersusun dalam tandan yang keluar dari rimpangnya.

Secara umum, tanaman kapulogo mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1986 yaitu jenis tanaman kapulogo jawa (Amomum cardomomum) dan kapulogo sabrang/mersah (Elettaria cardomomum) yang berasal dari India.

Tanaman kapulogo sendiri mempunyai banyak nama daerah diantaranya Kapulaga, Kardamon (Aceh, Melayu), kardamunggu atau Gardamunggu (Jakarta), Palago, Pelaga, atau Puwar (Minangkabau), Kapol, Kapol sebrang, Pelaga (Sunda), Kapulogo, Kapulogo sabrang, Pulogo, Kapol sabrang (Jawa), Kapolagha atau Palagha (Madura), Kapolagha, Korkolaka (Bali), Gandimong (Bugis), Garidimong atau Kapulaga (Ujung Pandang).

Orang Tionghoa menyebutnya pai thou kou (bahasa Tionghoa). Orang Yunani biasa menyebut cardamomom yang kemudian dilatinkan oleh orang Romawi menjadi cardamomum. Dalam bahasa Inggris disebut cardamom. Dalam bahasa Thai disebut krava, elaichi dalam bahasa Hindi, dan elakkaai dalam bahasa Tamil sedangkan di Malaysia dikenal dengan nama Pelaga (Malaysia).

Selain tumbuh liar di kebun dan pekarangan, tanaman kapulogo juga dapat dibudidayakan dengan sistem tumpangsari (agroforestry), yaitu menjadi tanaman sela dalam perkebunan maupun kehutanan seperti yang ditemukan di Cirebon, Jawa Barat dan Purworejo Jawa Tengah. Tanaman kapulogo ini dapat tumbuh dan berkembang dengan subur ditempat teduh dibawah tegakan pohon diantaranya pohon sengon, pinus, sono dan jati.

SYARAT TUMBUH KAPULOGO


Tanah yang cocok untuk ditanami kapulogo adalah tanah lempung yang berwarna coklat, memiliki humus tebal dan berdrainase baik. Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan air, tanah yang memiliki topografi rata sampai miring dapat ditanami tanaman ini. Di lahan yang berlereng curam, rumpun tanaman yang terbentuk akan berfungsi mengurangi atau menghambat aliran air permukaan yang berlebihan sehingga erosi permukaan dapat ditekan.

Sedangkan untuk iklim, tanaman kapulogo menghendaki kelembaban udara cukup tinggi yaitu 40 – 75%, dengan curah hujan berkisar antara 2500 – 4000 milimeter per tahun. Suhu harian rata-rata darah tempat tumbuh tanaman kapulogo adalah berkisar antara 20 – 30 derajat celcius, dengan intensitas cahaya terbaik bagi pertumbuhan tanaman berkisar antara 30 – 70%. Kelebihan lain dari tanaman kapulogo adalah dapat tumbuh baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Sementara itu untuk memperoleh hasil yang terbaik, ketinggian pada 300 – 500 meter dari permukaan air laut merupakan daerah budidaya yang paling tepat.

BUDIDAYA KAPULOGO


Penyediaan bibit kapulogo umumnya diperbanyak dengan anakan atau tunas baru atau percabangan rizoma yang membentuk tunas. Bibit yang baik adalah tunas yang tingginya lebih kurang 50 cm dengan akar rizoma yang muda dan mata tunasnya banyak, rizoma yang sudah tua pertumbuhannya kurang baik.
Persiapan lubang tanam dilakukan sebulan sebelum penanaman dengan terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan ukuran panjang 50 cm dan dalamnya 40 cm. Sebaiknya 15 hari setelah pembuatan lubang, tanah dikembalikan lagi ke dalam lubang, sebelumnya tanah dicampur dulu dengan pupuk kandang secukupnya.

Waktu tanam yang baik yaitu awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Oktober – Desember. Caranya: bila tanah olahan atau lubang tanam telah tersedia dan bibit telah disiapkan, kemudian buat lubang kecil, letakkan bibit sedalam 10 – 15 cm. Tanah di sekitarnya dipadatkan atau ditimbun dengan memperhatikan tunas agar tidak sampai terganggu (terluka atau patah). Jarak tanam untuk kapulogo bisa digunakan 1m x 1,5m atau 1m x 2m dan juga bisa 1,5m x 2m.

Beberapa pekerjaan penting dalam pemeliharaan kapulogo yang harus dilakukan antara lain: penyiangan rumput atau pengendalian gulma, penggemburan diluar rumpun untuk merangsang perumbuhan anakan rimpang sehingga bisa tumbuh lebih baik, pemotongan daun kering untuk tidak menghalangi penyerbukan bunga, pemotongan batang yang sudah agak tua atau menguning untuk memberi kesempatan batang muda tumbuh dengan baik, pengaturan anakan agar tidak tumpang tindih dan untuk merangsang pertumbuhan bunga atau buah juga unuk mengurangi penguapan pada musim kemarau serta untuk mendapatkan anakan atau bibit baru.

Di masa pemeliharaan ini, yang tidak kalah pentingnya juga pemberian mulsa berupa bahan organik dari jenis tanaman leguminosa. Untuk lebih meningkatkan mutu maka perlu dilakukan pemupukan mengingat tanaman kapulogo termasuk rakus akan unsur hara, sehingga pemupukan sangat diperlukan terutama sekali pupuk organik. Adapun cara dan jumlah pupuk yang diberikan adalah berdasarkan masa pertumbuhan TBM (Tanaman Belum Menghasilkan).

Untuk pemupukan diberikan pada saat pengolahan tanah, dan pada saat penggemburan diluar rumpun sebanyak 1 – 1,5 kg pupuk kandang, pemupukan berikutnya setiap 3 bulan sekali. Bagi tanaman kapulaga yang sudah menghasilkan, pupuk kandang diberikan sebanyak 10 – 15 kg setiap rumpun dan pemberian selanjutnya disesuaikan dengan kondisi tanaman dan lingkungan.

PEMANENAN


Kapulogo dapat memberikan hasil setelah berumur 2 – 3 tahun. Kapulogo berbuah sepanjang tahun sehingga untuk pemanenan ini tidak menentu. Dalam pemanenan kapulogo dikenal istilah panen besar 4 kali dan panen kecil 4 kali yang berlangsung dalam 1 tahun secara berselang-seling. Tanaman dapat dipergunakan sampai umur 10 – 15 tahun. Hasil panen per hektar bisa mencapai 2 – 3 ton buah kering per tahun dan ini berlaku untuk tanaman yang sudah berumur belasan tahun.

Adapun syarat-syarat pemanenan kapulogo adalah buah harus dipanen sebelum benar-benar matang, bila dipanen terlalu matang atau kering, buah akan pecah dan warnanya juga kurang bagus. Waktu panen yang tepat adalah jika buah sudah berwarna merah kekuning-kuningan. 

Cara panen yaitu dengan memotong karangan bunga dibawah dompolan buah. Buah yang sudah dipanen kemudian dijemur sampai kering, sebaiknya jangan terkena sinar matahari langsung atau dikering anginkan.