Pages

Wednesday, December 30, 2015

Maja Pahit Atau Maja Manis

Tak setiap orang tahu rupa buah yang satu ini.

Aegle marmelos /buah maja manis
Buah maja pasti identik dengan nama kerajaan besar dibumi pertiwi yaitu kerajaan Majapahit, dari nama majapahit ada cerita tersendiri kok ada embel embel pahit, padahal buah maja sendiri tidak begitu pahit.

Justru buah ini mempunyai rasa yang manis serta berkhasiat sebagai tanaman obat. Meskipun harus diakui bahwa tanaman ini seringkali saling rancu dengan pohon bernama ilmiah "Crescentia cujete" yang terkadang disebut juga maja, memang masih termasuk kerabatnya dan rasanya pahit oleh sebab itu kebanyakan orang menyebutnya maja pahit.

Buah Maja atau nama ilmiah yang disandangnya adalah "Aegle marmelos" mempunyai kulit warna hijau dan daging buah berwarna orange. Buah ini pun mempunyai bau wangi serta rasanya manis. Buah Maja sudah sejak dulu digunakan sebagai obat. Manfaat buah Maja untuk mengobati beberapa jenis penyakit tertentu pun tak perlu disangsikan lagi.

Berdasarkan ilmu botani diperoleh informasi bahwa buah Maja manis yang bernama ilmiah Aegle marmelos merupakan tanaman asli Asia yang tersebar mulai dari Pakistan, India, tenggara Nepal, Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Sedangkan buah Maja pahit yang bernama ilmiah Crescentia cujete berasal dari daerah Karibia, Mexico dan Amerika Tengah.


Buah Maja memang berbau harum sehingga tiap orang yang mencium wanginya akan tertarik untuk mencicipi rasanya. Komposisi senyawa dan nutrisi untuk tiap 100 g daging buah adalah air 61,5 g; protein 1,8 g; lemak 0,39 gram; karbohidrat 31,8 g; abu 1,7 gram; karoten 55 mg; tiamin 0,13 mg; riboflavin 1,19 mg; niacin 1,1 mg dan vitamin C 8 mg. Selain konsentrasi nutrisi tadi, buah Maja pun memiliki kandungan tanin dengan konsentrasi besar. Kulit buah Maja memiliki kadar tanin mencapai 20 persen. Senyawa lain yang juga ditemukan adalah limonena, marmelosina, alkaloid, minyak yang gampang menguap, steroid dan kumarin.

Berkat konsentrasi sejumlah senyawa tadi, buah Maja memiliki berbagai khasiat untuk mendukung pencegahan dan pengobatan penyakit. Manfaat buah Maja yang cukup tua biasa dimanfaatkan untuk obat tradisional penyembuh beberapa penyakit antara lain disentri kronis, mencret dan susah BAB. Agar bisa dimanfaatkan menjadi obat, buah Maja biasanya dirajang kecil yang selanjutnya dikeringkan lebih dulu.

Penduduk di Indochina sering memanfaatkan kulit batang serta daun tumbuhan Maja untuk mengatasi gejala demam. Lain lagi dengan warga di Sulawesi yang menggunakan kulit batang pohon Maja ini untuk membuat racun ikan. Daun buah Maja pun bisa digunakan untuk obat gatal-gatal dan pembungkus luka. Caranya dengan mencampurkan daun buah Maja dan daun sirih ditambah kapur sirih. Selanjutnya gosok-gosokkan di daerah yang gatal atau dipakai untuk menutup luka. Sedangkan akar pohon Maja sering digunakan untuk obat penenang jantung berdegup, masalah di organ pencernaan serta menyembuhkan borok di lambung.

Di samping manfaat buah Maja bagi manusia, ekstrak daun Maja pun sering diberikan untuk mengobati hewan ternak yang sakit. Di daerah Madura, cairan yang berasal dari daun Maja dipakai untuk penyembuhan penyakit kuku dan mulut pada sapi ataupun hewan ternak lainnya. Di bidang pertanian manfaat buah Maja pun ditemukan yaitu sebagai bahan pestisida alami untuk membasmi serangga-serangga pengganggu tanaman pangan. Cukup dengan merajang kecil-kecil buah Maja untuk kemudian dilarutkan dengan air. Biarkan semalaman agar terjadi fermentasi. Esok harinya pestisida alami ini siap digunakan.

Wednesday, December 9, 2015

Nam Naman Tinggal Sebuah Nama

Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Begitulah pepatah lama yang sepertinya cocok sekali dengan buah ini.


Nam-naman, buah yang mungkin hanya segelintir orang yang mengenalnya. Buah ini dulu sering penulis temui di perengan (dalam bahasa Tepusnya " nglebuh" ) rumah simbah, tapi seiring perkembangan zaman, buah ini seakan telah lenyap dan tidak ada usaha untuk penyelamatannya.

Di dusun Tepus masih ada warga yang memiliki pohon nam-naman meskipun hanya segelintir saja. Tetapi sayangnya, dokumentasi tentang kapan tepatnya penanaman pohon ini tidak ada. Namun bagaimanapun, hal ini cukup menggembirakan, karena meskipun beumur tua pohon masih tumbuh dengan baik.

Nam-naman adalah sejenis pohon dari famili polong-polongan (Leguminosae alias Fabaceae). Nama ilmiahnya adalah Cynometra cauliflora, hal ini karena bunga dan buahnya berada di batang (cauliflory). Asal usul tanaman ini tidak begitu jelas, namu diperkirakan dari wilayah Malaysia timur. Pohonnya tidak terlalu tinggi ± 3 meter. Dapat ditanam sebagai tanaman penghias pekarangan ataupun diambil buahnya. Yang unik dan menarik dari tanaman ini adalah, daun muda berwarna merah muda terang sehingga terlihat seperti tanaman hias. Kulit batang halus berbintil kecoklatan dan abu-abu dan batang berbonggol-bonggol.

Bunga merupakan tandan kecil , yang mempunyai 4-5 tandan. Bunganya kecil, kelopak berwarna merah jambu pucat atau putih. Mahkota berbentuk lanset dan berwarna putih.

Buah berbentuk ginjal keriput yang ujungnya meruncing, tumbuh di batang, hingga dekat ke tanah. Didalam buah terdapat sebuah biji yang berbentuk ginjal pipih. Buah yang telah masak memiliki rasa yang asam segar, dapat dimakan secara langsung atau dibuat sebagai asinan, rujak, maupun manisan. Bahkan di beberapa daerah digunakan sebagai sambal.

Daun yang masih muda dari tanaman ini berkhasiat meringankan gejala mencret atau diare. Rebusan daun nam-naman juga dapat digunakan untuk melancarkan air seni dan mengobati penyakit kencing batu. 

Sunday, December 6, 2015

Dibalik Nama Ndesonya Suweg


Manfaat bagi kesehatan dibalik Umbi Suweg


Suweg (Amorphophallus campanulatus) adalah umbi paling besar di dunia. Ukuran umbi suweg bisa mencapai diameter lebar 40 cm. Bentuknya bundar agak pipih. Sementara diameter tinggi umbi bisa mencapai 30 cm. Seluruh permukaan kulit suweg penuh dengan bintil-bintil dan tonjolan yang sebenarnya merupakan anak umbi dan tunas. Sementara di bagian atas tepat di tengah-tengah lingkaran umbi, terletak tunas utamanya. Bobot umbi suweg ukuran raksasa ini bisa mencapai 10 kg lebih. Kandungan airnya cukup tinggi, yakni antara 65 - 70%. Sementara kandungan patinya di bawah 30%. Tapi dibalik ukuran umbinya yang besar dan memiliki bau yang sangat menyengat itu, ternyata umbi ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan.

Tepung Suweg, salah satu olahan dari umbi suweg yang dapat menggantikan "Oatmeal" yang bermanfaat menjaga kolestrol dalam darah tetap rendah . Hal ini telah diteliti oleh peneliti dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB).

"Tepung suweg memiliki prospek bagus untuk makanan kesehatan. Namun, sampai sekarang belum ada industri yang memproduksinya,” ungkap peneliti.

Selain itu jika dibandingkan dengan tepung garut ternyata kandungan serat tepung suweg lebih tinggi. Tepung garut memiliki nilai total serat pangan hanya 9,89 persen sementara serat tepung suweg yang teruji ternyata mencapai 15,09 persen. Setelah diteliti, ternyata Umbi suweg berpotensi sebagai pangan alternatif diet bagi penderita diabetes millitus karena nilai (indeks glikemik) IG-nya cukup rendah yaitu sebesar 42.

Berdasarkan kajian inilah umbi suweg termasuk dalam bahan pangan yang memiliki nilai IG rendah (kurang dari 55). Selain itu, konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis. Karena kandungan zat glucomanan yang ada di dalamnya.

Suweg merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, tanaman ini juga mampu menghasilkan karbohidrat dan tingkatan panen tinggi. Umbinya besar mencapai 5 kg, cita rasanya netral sehingga mudah dipadukan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan modern. Sayangnya umbi ini semakin tidak diminati dan bahkan mulai langka. Padahal suweg sangat potensial sebagai bahan pangan sumber karbohidrat.

Selain dapat diolah menjadi tepung yang bermanfaat bagi kesehatan, ternyata umbi suweg juga dapat dijadikan sebagai bahan lem, agar-agar, mie, tahu, kosmetik, dan roti.

Wednesday, November 11, 2015

"Cethot" Olahan Tradisional Yang Sudah Punah


Sobat bloger pernahkan anda mendengar atau bahkan pernah mencicipi makanan yang namanya begitu unik yaitu "cethot".


Cethot merupakan makanan sejenis kue olahan yang berbahan dasar singkong. Singkong untuk bahan baku cethot haruslah yang sudah tua benar dan keadaan segar tidak wayu. Singkong segar itu dikupas lalu diparut. Sekarang, pemarutan singkong segar bisa menggunakan mesin pemarut. Dulu, pemarutan singkong dilakukan secara manual dengan menggunakan kokrok.


Parutan singkong kemudian dikukus (di dang) menggunakan langseng (soblok) sampai matang. Pengukusan bisa berlangsung selama sekitar 1 jam - 1,5 jam. Tanda kalau seluruh adonan matang adalah, bagian tengahnya sudah tidak berupa parutan singkong yang gembur, melainkan telah menjadi kenyal. Setelah bagian tengahnya matang, adonan diangkat, dituangkan ke dalam nampan atau tampah bambu yang sudah dialasi dengan plastik atau daun pisang lalu diratakan/dipadatkan (di det), sampai lumat dan liat. Cethot pun sudah jadi dan dibiarkan menjadi dingin.


Cara mengkonsumsi cethot dengan diiris bentuk kotak ukuran 5 X 5 cm atau diiris seperti potongan wajik. Cethot cocoknya dimakan dengan srundeng, yakni kelapa parut yang diberi bumbu ketumbar, lengkuas, salam, bawang merah/putih, serta gula merah, lalu disangrai sampai warna kecokelatan.

Jenis makanan ini masih sangat populer didusun Tepus Somorejo pada tahun 1980an kala itu tingkat ekonomi masyarakat masih rendah dan untuk mendapatkan kebutuhan pokok seperti beras masih sangat sulit. Di tahun 1990an masih bisa menemui olahan cethot ini. Namun saat ini cethot sudah merupakan makanan langka yang nyaris punah dan sulit mencari keberadaannya.

Monday, November 9, 2015

Gude Kacangku

Oke guys ..... tahukah anda yang namanya gude ?


Dahulu masyarakat didusun Tepus Somorejo pernah mengenal lalu menanam yaitu tanaman gude dan mengolah biji gude menjadi pelas. Dengan campuran berbagai macam bumbu dan parutan kelapa yang masih agak muda. Setelah itu pelas dibungkus satu per satu dengan daun pisang baru kemudian dikukus. Rasa kacang gude sangat khas, hingga sulit untuk dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya.

Dalam perdagangan internasional gude disebut pigeon pea (Cajanus cajan, Cajanus indicus). Di India gude disebut  arhar, red gram, toovar, toor. Gude diduga berasal dari India dan telah di budidayakan paling sedikit sekitar 1000 tahun sebelum masehi. Kemudian tanaman ini menyebar ke Asia Tenggara dan Afrika Timur. Oleh bangsa Eropa gude dibawa ke kepulauan Karibia dan Amerika Tengah serta Latin. Sekarang tanaman gude sudah dibudidayakan  dan dimanfaatkan secara luas di kawasan tropis serta sub tropis di seluruh dunia.

Umumnya gude dibudidayakan secara monokultur maupun tumpang sari. Biasanya gude ditumpang sari dengan tanaman palawija serta sayuran lainnya. Gude kurang bagus pertumbuhanya jika di tumpang sari dengan tanaman berumur tahunan dengan tajuk yang terlalu rapat seperti singkong. Tanaman kacang-kacangan ini juga kurang bagus jika dibudidayakan di bawah tegakan tanaman keras seperti albasiah. Tanaman gude menghendaki lahan terbuka dengan sinar matahari penuh. Bahkan tanaman kacang gude  mampu mengalahkan alang-alang dalam berkompetisi merebut cahaya matahari.

Penanaman gude ditanam dalam lubang yang telah dibuat dengan cara dijojoh. Ke dalam lubang itu dimasukkan 2-3 biji gude. Biji akan tumbuh pada hari ke 4-7. Kalau 2 atau 3 biji ini tumbuh semua dibiarkan besar hingga kelihatan mana bakal bibit tanaman yang tumbuh kerdil dan harus dibuang. Kalau diantara individu biji bibit tanaman ini tumbuh sama suburnya, maka kesemuanya dapat ditumbuh besarkan.


Tanaman gude kini sulit dijumpai, didusun Tepus somorejo sudah jarang yang menanam tanaman ini padahal kacang Gude mempunyai nilai gizi yang tinggi. Setiap 100 gram bagian biji kering yang dapat dimakan mengandung 7-10,3 gr air, 14-30 gr protein, 1-9 gr lemak. Kacang Gude ini juga mengandung beberapa vitamin, termasuk vitamin A dan vitamin B kompleks.
Gude riwayatmu kini .....

Tuesday, November 3, 2015

Kuliner Jadul "Oseng-Oseng Lompong"

Sobat bloger satu menu jadul yang kini mulai langka dijumpai


Oke guys, pernah dengar nama "oseng-oseng lompong". Inilah jenis makanan berupa sayur teman nasi yang dulu banyak dikonsumsi oleh masyarakat didusun Tepus Somorejo, yang terbuat dari batang talas. Di dusun Tepus somorejo, saat ini masih ada beberapa warga yang mengolah/memasak sayur ini. Tetapi kebanyakan warga, terhadap sayur teman nasi jaman dulu (Jadul) tersebut mungkin sudah melupakannya.

Sebetulnya hampir semua keluarga spesies colocasia esculenta/lompong (batang talas) rasanya selalu ada rasa gatal di tenggorokan. Jadi, untuk membuat olahan lompong, harus pandai-pandai memasaknya agar terhindar dari rasa gatal tersebut. Dan kalau cara memasaknya benar, banyak orang yang ketagihan dengan sayur batang talas yang juga bisa disebut "oseng-oseng lompong" ini.


Untuk membuat sayur batang talas atau sayur "oseng-oseng lompong" tidak sembarangan batang talas meskipun memang banyak macamnya yang bisa disayur. Sayur lompong cocok dimasak dengan aneka bumbu rempah.

Selain rasanya yang enak, ternyata olahan lompong ini memiliki banyak khasiat yang hebat bagi kesehatan tubuh kita. Diantaranya adalah tanaman lompong mengandung antioksidan (mencegah kerusakan gen), berfungsi sebagai penangkal radikal bebas yang ada dalam tubuh sehingga bisa mencegah datangnya kanker dalam tubuh.

Untuk mencicipi "oseng-oseng lompong" masih bisa dipesan apabila berkunjung ke dusun Tepus desa Somorejo tentunya harus singgah ke rumah warga dan bisa pesan minta dibuatkan masakan "oseng-oseng lompong" dan bisa juga sekalian belajar bagaimana cara mengolahnya yang benar dan enak rasanya.
Setelah mencicipi lezzatnya "oseng-oseng lompong" dijamin pasti kepingin mencoba lagi karena begitu gurihnya olahan ini dan juga kini mulai sulit/jarang ditemui keberadaan olahan "oseng-oseng lompong" ini.

Saturday, October 31, 2015

Jathilanku Kini

Ketika Jathilan Tak Lagi Mengerikan (Eksistensi dalam Jebakan Modernisasi)


Jathilan, nama kesenian ini mungkin hanya populer di kalangan masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta pada umumnya dan di dusun Tepus desa Somorejo Bagelen  khususnya. Tapi jika menyebut nama "jaranan" atau "kuda lumping", maka ada banyak daerah termasuk di luar Jawa yang mengenalinya sebagai bentuk kesenian sekaligus tradisi yang dimainkan oleh sekelompok pria dan wanita yang menari di atas kuda tiruan dari anyaman bambu.

Ada banyak versi nama kuda lumping di berbagai daerah. Jika nama Jathilan lekat di Tepus Somorejo Bagelen Purworejo dan sekitarnya, maka di Banyumas dan Kebumen kesenian kuda lumping ini dikenal dengan nama Ebeg. Di Boyolali kesenian ini sering disebut Jelantur, sementara di Magelang nama Jaranan banyak digunakan. Di beberapa tempat di wilayah Yogyakarta ada beberapa kesenian lain yang mirip dengan Jathilan yakni Incling di Kulon Progo dan Ogleg di Bantul.

Jathilan sering dimainkan secara semi kolosal dengan melibatkan belasan hingga puluhan penari laki-laki dan wanita yang beberapa di antaranya memainkan karakter tertentu. Yang menarik dari Jathilan adalah bentuk tariannya yang meski dianggap monoton tapi justru terasa dinamis karena setiap gerakannya sangat kuat dan berkarakter. Meski memiliki beberapa perbedaan dalam hal kostum dan variasi gerakan tari, namun hampir semua bentuk kesenian kuda lumping termasuk Jathilan memiliki kesamaan mendasar dalam beberapa hal yakni bentuk tarian yang menggambarkan keperkasaan menyerupai prajurit perang, tarian yang terdiri dari beberapa babak dimainkan bergantian oleh kelompok penari pria dan wanita serta klimaks pertunjukkan yang ditandai dengan "trance" yang dalam istilah Jawa (di Tepus) disebut "ndadi" atau "kesurupan".

Jathilan Era Kini 
Dulu di era 90an kita kerap sekali menonton kesenian jathilan yang dipentaskan di sekitar tempat tinggal yaitu di dusun Tepus Somorejo. Kala itu setiap kali pentas, pertunjukkan ini dapat berlangsung 4-5 jam. Penarinya pun hanya beberapa orang pria yang rata-rata berumur di atas 30 tahun. Mereka menari dengan gerakan yang cenderung monoton, musik iringannya hanya berasal dari seperangkat alat musik tradisional yang tak terlalu variatif. Bunyian-bunyian yang mengiringi penari kuda lumping juga cenderung itu-itu saja dan diulang-ulang. Hanya di beberapa segmen tempo musiknya menjadi lebih cepat disesuaikan dengan gerakan sang penari. Saat para penari mulai kerasukan, musik yang dimainkan menjadi lebih cepat dan keras hingga memancarkan aura mistis yang sangat kuat.

Tapi itu dulu, kini Jathilan telah mengalami beberapa aktualisasi sebagai konsekuensi dari perkembangan globalisasi yang menyentuh banyak aspek kehidupan termasuk seni tradisi lokal. Semangat industrialisasi kesenian berpengaruh banyak pada perkembangan kesenian Jathilan hingga menjadi bentuk pertunjukkan yang lebih "modern" seperti saat ini.

Pertunjukkan Jathilan kini mengadopsi banyak unsur modern baik dalam hal peralatan musik, lagu-lagu pengiring, kostum yang lebih nyentrik, penari-penari berparas cantik, durasi waktu yang lebih pendek hingga bentuk kesurupan yang tak lagi menyeramkan.

Dahulu ketika para penari pria kesurupan, mereka seketika menjadi beringas dengan berlarian ke sana ke mari. Beberapa bahkan mengejar penonton untuk "menularkan" kesurupan. Setelah itu mereka akan kelelahan hingga akhirnya jatuh terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya "bangun" dan beraksi dengan memakan aneka benda seperti pecahan kaca (beling), makan bara api (mowo dalam bahasa jawa) hingga memanjat pohon. Aksi kesurupan ini bisa berlangsung lama dan ada kesan menyeramkan.

Tapi kini prosesi kesurupan seperti itu tak lagi banyak dijumpai. Aksi makan pecahan kaca dan bara api sering digantikan hanya dengan makan kembang dan menari dalam keadaan tak sadar. Memang tak ada kewajiban untuk makan pecahan kaca atau mengejar penonton, tapi kini prosesi "ndadi" tersebut memang berlangsung lebih singkat.

Modernisasi yang Dikritik 
Aktualisasi Jathilan dengan memasukan beberapa sentuhan teknologi dan bentuk modernisasi mungkin memang diperlukan sebagai strategi agar kesenian tua ini tetap dikenal dan tidak terpinggirkan. Sisi baiknya adalah hal itu membuat Jathilan lebih "ramah" untuk ditonton termasuk bagi anak-anak. Namun sayang berbagai bentuk aktualisasi tersebut telah membawa Jathilan ke dalam bentuk yang oleh banyak orang dianggap tak lagi orisinil dan melenceng dari nilai tradisi yang sebenarnya. Jika durasi pementasan yang diringkas menjadi hanya 2-3 jam dan hadirnya sejumlah penari berparas cantik masih dapat dimaklumi, maka bentuk modernisasi yang lain terus mengundang kritik.

Hadirnya beragam alat musik modern seperti keyboard dan drum, serta sentuhan teknologi digital seperti CD player untuk mengiringi Jathilan telah menimbulkan pro dan kontra. Beberapa seniman Jathilan menganggap penggunaan keyboard dan drum sebagai hal yang wajar karena kesenian seperti Jathilan perlu untuk berkembang termasuk dalam hal musik pengiringnya. Perpaduan alat musik tradisional seperti kendhang, gong dan bendhe dengan alat musik digital dianggap mampu memenuhi selera konsumen yang menghendaki musik Jathilan lebih "ear catchy". Hal ini penting sebagai bagian dari industrialisasi dan komersialisasi Jathilan.

Namun sebagian pelaku seni Jathilan lainnya dan masyarakat penikmatnya yang setia merawat orisinalitas kesenian ini menganggap sentuhan teknologi seperti keyboard, drum atau CD player telah melenceng dari sekedar pendukung iringan musik menjadi sebuah properti yang harus dimainkan. Hal ini dianggap melunturkan nilai-nilai sakral dalam tabuhan Jathilan yang awalnya terdengar  monoton.

Keprihatinan lainnya adalah kecenderungan disorientasi dalam setiap pementasan Jathilan yang kini semakin "ngepop". Sudah bukan hal baru lagi jika lagu-lagu pengiring Jathilan kini sudah jamak menggunakan tembang-tembang campur sari. Bahkan kadang lagu-lagu dangdut dan pop juga dibawakan oleh sang sinden untuk mengiringi penari Jathilan. Bentuk modernisasi ini dianggap telah melampaui batas aktualisasi sebuah seni tradisi seperti Jathilan. Akhirnya berbagai bentuk aktualisasi pertunjukkan Jathilan tersebut membuat masyarakat gagal memahami nilai tradisi di dalamnya dan hanya menikmati pertunjukkan ini sebagai pagelaran tari biasa.

Mengembalikan "Ruh" Jathilan
Jathilan mungkin sedang memasuki fase baru sebagai bagian yang tak bisa mengelak dari sentuhan globalisasi.

Sebagai bentuk kesenian, Jathilan memang perlu untuk bersikap luwes terhadap perkembangan zaman. Namun ketika kesenian yang mengandung banyak nilai spiritual ini tiba-tiba harus larut dan tunduk pada globalisasi maka hal itu sebenarnya bukanlah hal yang membanggakan melainkan memprihantinkan. Atas nama komersialisasi untuk menjaga eksistensi, Jathilan justru mengalami beberapa pencemaran nilai. Aktualisasi yang pada awalnya diusung sebagai pengembangan seni tanpa disadari telah melahirkan bentuk kreativitas yang dianggap kebablasan.

Sebagai kesenian tradisional yang populer, Jathilan mungkin perlu melihat kembali dirinya dalam bentuk semula. Sudah semestinya ruh Jathilan dikembalikan agar kesenian ini tak berubah bentuk menjadi pertunjukkan tanpa makna tapi kembali menjadi sarana untuk merawat budaya dan kearifan lokal.Tak harus selalu tunduk pada modernisasi, Jathilan dan kesenian tradisional Indonesia lainnya juga perlu untuk melawan globalisasi. Jathilan perlu menata dirinya kembali menjadi kuda lumping yang "mengerikan" agar nilai-nilai luhur di dalamnya tetap lestari bersamaan dengan eksistensi pertunjukkannya.

Sumber : Harian Kompas

Tuesday, October 27, 2015

Penyelamatan Sumber Air

Pentingnya penyelamatan sumber mata air untuk kelestarian dan ketersediaan air sepanjang masa.


Pesatnya pembangunan  dan iklim global menyebabkan degradasinya lingkungan bagi kelangsungan hidup berbagai mahluk hidup atau memutus mata rantai  kehidupan karena habitatnya rusak, panas bumi cenderung meningkat. Demikian juga pasokan air tanah semakin berkurang mengakibatkan masyarakat kesulitan memperoleh air bersih.

Perlunya menumbuhkan kesadaran  masyarakat  dalam menata  dan memelihara kelestarian lingkungan harus di budayakan sejak dini. Pengelolaan kawasan konservasi  pada hakekatnya merupakan salah satu kegiatan  berwawasan lingkungan, sehingga berdampaknya terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan kualitas hidup.

Kerusakan lingkungan yang meluas telah mengakibatkan kelangsungan daya dukung sumber daya air perlu mendapat perhatian serius. Kerusakan hutan secara signifikan menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung daerah aliran sungai. Khususnya dalam menahan dan menyimpan air serta terjadinya proses percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air.

Apabila wilayah kita memiliki sumber mata air, tetapi apa jadinya jika kita tidak melestarikan sumber mata air tersebut? Untuk itu kita perlu menjaga dan melestarikan sumber mata air yang kita miliki agar sumber air kita tetap      mengalir sehingga kita tidak perlu mengalami krisis air lagi. Bagaimana cara kita melestarikan sumber mata air yang kita miliki?

Harus ada kesadaran serta peran masyarakat dalam rehabilitasi hutan dan lahan (penyelamatan sumber mata air). Gerakan Penghijauan dengan penanaman pepohonan di sekitar sumber mata air merupakan salah satu  cara atau langkah menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam menata dan memelihara kelestarian lingkungan dalam upaya meningkatkan daya dukung dan fungsi lahan  sehingga berfungsi optimal menjaga ketersedian air bersih untuk masyarakat dengan kearifan lokal, serta perlakuan pengamanan dan perlindungannya.

Sebagai bentuk kontribusinya untuk selalu menjaga keseimbangan alam dan kelestarian sumber mata air, masyarakat bisa ikut serta dalam penanaman bibit pohon keras produktif, seperti Durian, Alpokat, Manggis, sukun, Petai dan lainnya.
Sementara untuk kegiatan penghijauan adalah jenis tanaman yang dapat menyerap air, di antaranya Bambu, Beringin, gayam dan berbagai macam pohon lainnya.


Tuesday, October 20, 2015

Kilas Sejarah Bagelen




     Tanah bagelen merupakan suatu kawasan di selatan Jawa Tengah menurut tata negara Mataram masa Sultan Agung, ( FA Sutjipta 1963 ) yang disebut tanah bagelen terdiri dua bagian dalam satu kesatuan yaitu wilayah bagelen di sebelah barat sungai progo sampai timur sungai bogowonto disebut “Tumbak Anyar” dan yang kedua wilayah di barat sungai Bogowonto sampai Timur Sungai Donan ( Cilacap ) yang disebut “Urut Sewu” . dua wilayah Tumbak Anyar dan Urut Sewu itulah yang dinamakan Tanah Bagelen yang melegenda.
     Wilayah Bagelen sekarang sudah terpecah menjadi beberapa Kabupaten yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Purworejo ( gabungan kadipaten Kutoarjo dan Brengkelan ), Kabupaten Kebumen ( gabungan kadipaten Ambal, Gombong, Karanganyar, dan Kutowinangun ), Kabupaten Cilacap, ditambah Kabupaten Wonosobo, sisa dari wilayah yang dahulu dikenal sebagai Urut Sewu atau Ledok.
Nama Bagelen menurut Profesor Purbatjaraka (1954) seorang ahli sejarah Kuno, berasal dari kata pagaluhan, wilayah yang masuk dalam kekuasaan kerajaan Galuh.
     Berdasarkan penelitian Arkheologi Yogyakarta, ( Prayitno Hadi S, 2007 ) ternyata di pusat wilayah Bagelen tepatnya di Desa Bagelen dan sekitarnya yang masuk dalam Kabupaten Purworejo, sekurang-kurangnya terdapat sekitar 70 buah situs Megalitik dan Puluhan Situs Klasik Hindhu-Budha.
     Salah satu tempat yang menarik adalah Desa Watukuro kecamatan Purwodadi, Purworejo, lokasinya di muara sungai Bogowonto. Menurut Profesor DR. N J. Khrom (1950) seorang ahli Purbakala di Desa ini dahulu terdapat tempat untuk Perabuan Jenazah-jenazah Raja-Raja Mataram Hindhu, demikian juga asal usul Raja Mataram Hindhu terbesar yaitu Diah Balitung. Sayang situs peninggalan purbakala di desa Watukuro telah hilang akibat adanya sistem tanam paksa pada abad 19.
     Peradaban Jawa kuno menurut Supratikno Rahardjo (2001) bisa dibagi dalam dua periode utama , pertama periode Jawa Tengah sekitar Abad 8 – 10 Masehi, periode berikutnya periode setelah pusat pemerintahan pindah ke jawa timur. Menurut Profesor Brandes (1889) di Pulau Jawa sebelum masuknya Pengaruh Hindhu, berdasarkan bukti dan data-data Prasasti telah memiliki paling tidak 10 macam kepandaian khusus yakni pertunjukan wayang, musik gamelan, seni syair, pengrajin logam, sistem mata uang untuk perdagangan, navigasi, irigasi, ilmu falak, dan sistem pemerintahan yang teratur.

     Bagelen memiliki nilai dan karismatik sebagai sebuah wilayah. Wilayah yang luas -terdapat 20 kecamatan jika dibandingkan dengan kondisi administratif saat ini- dan terletak di Jawa Tengah bagian selatan (tepatnya di Yogyakarta) itu memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah tanah air. Operasi militer, perlawanan terhadap Kompeni, pembangunan candi (Prambanan dan Borobudur) merupakan beberapa bukti pentingnya wilayah tersebut.

     Bukti-bukti kebesaran Bagelen tercatat sebagai berikut:

1. Di era Majapahit, Raja Hayam Wuruk pernah memerintahkan untuk menyelesaikan pembangunan candi makam dan bangunan para leluhur, menjaga serta merawatnya dengan serius (Negarakertagama);

2. Di era Demak, Sunan Kalijaga (anggota Wali Songo) mengunjungi dan menyebarkan Agama Islam di Bagelen serta mengangkat muridnya, Sunan Geseng untuk berdakwah di wilayah Bagelen;

3. Di awal Dinasti Mataram, Panembahan Senopati menggalang persahabatan dengan para kenthol (tokoh-tokoh) Bagelen untuk menopang kekuasaannya.

4. Ditemukannya bukti-bukti sejarah, seperti Lingga (52 buah), Yoni (13), stupa/Budhis (2), Megalith (22), Guci (4), Arca (38), Lumpang (24), Candi Batu atau berkasnya (8), Umpak Batu (16), Prasasti (3), Batu Bata (8), temuan lain (17), dan Umpak Masjid (20).


     Tapi pada akhirnya, Bagelen sebagai sebuah kawasan yang solid akhirnya terpecah seiring dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) yang didesain oleh Kompeni Belanda untuk memecah Mataram menjadi dua kerajaan; Kasunanan Surakarta (Solo) dengan Sunan Paku Buwono III sebagai raja pertamanya, dan Kasultanan Yogyakarta dengan Sultan Hamengku Buwono I sebagai rajanya.
Sebagian masuk Solo, dan sisanya masuk Yogyakarta. Secara peradaban, Bagelen sudah terbelah. Abad XIX (1825-1830), Bagelen ikut dalam Perang Jawa. 3000 prajurit Bagelen di bawah kendali Pangeran Ontowiryo menyokong perjuangan Pangeran Diponegoro yang terpusat di Tegalrejo, Magelang. Saking kuatnya perlawanan Bagelen, Kompeni Belanda sampai harus menggunakan taktik Benteng Stelsel, dengan mambangun 25 buah benteng di kawasan Bagelen.

     Usaha Belanda untuk semakin memperlemah Bagelen dilanjutkan di tahun 1901. Tanggal 1 Agustus, Bagelen dihapus secara karesidenan dan dilebur ke dalam Karesidenan Kedu. Selanjutnya Bagelen hanya dijadikan sebagai sebuah kecamatan saja. Kemudian Belanda juga membangun jalur transportasi Purworejo-Magelang untuk memudahkan pengawasan. Belanda juga menempatkan batalion militer reguler dengan dibantu serdadu negro (Ambon?). Kebijakan ini sangat nyata untuk menghilangkan jati diri Bagelen sebagai sebuah kawasan yang sangat berakar. Buku ringkas ini merupakan upaya penulis untuk melakukan rekonstruksi suatu aset nasional yang memiliki muatan lokal. Berikut penelusurannya:

LATAR BELAKANG MATARAM KUNO

     Di Jawa Tengah abad VIII – X, ada kerajaan besar, bernama Medang yang terletak di Poh pitu. Kerajaan ini luas, dikenal subur dan makmur. Pusat kekuasaan dibagi menjadi dua; Pertama, negara yang bersifat internasional dengan beragama Budha, diperintah oleh Dinasti Syailendra. Kedua, negara yang diperintah oleh sepupunya yang beragama Syiwa. Kedua kerajaan ini berada dalam satu istana, dan disebut Kerajaan Medang i Bhumi Mataram. Berdasarkan prasasti berbahasa Melayu Kuno (Desa Sojomerto, Batang) memperkuat pendapat sejarawan Purbacaraka, bahwa hanya ada satu dinasti saja di Jawa Tengah, yakni Syailendra. Raja Sanjaya yang menganut Syiwa di kemudian hari menganjurkan putranya, Rakai Panangkaran untuk memeluk Budha. Menurut catatan Boechori, epigraf dan arkeolog, Syailendra merupakan penduduk asli Indonesia. Hal ini juga diperkuat oleh prasasti Wanua Tengah III (Temanggung) yang memuat silsilah raja-raja Mataram lengkap dengan tahunnya.

ASAL MULA RAJA SANJAYA DAN TANAH BAGELEN

     Berdasarkan prasasti Canggal (Sleman) menjelaskan: -ada sebuah pulau bernama Yawadwipa -negeri yang kaya raya akan padi, jewawut, dan tambang emas. -raja pertamanya : Raja Sanna. -setelah dia mangkat, diganti oleh ponakannya: Raja Sri Sanjaya Menurut catatan seorang sejarawan, Raja Sanjaya mendirikan kerajaan di Bagelen, satu abad kemudian dipindah ke Wonosobo. Sanjaya adalah keturunan raka-raka yang bergelar Syailendra, yang bermakna “Raja Gunung“, “Tuan yang Datang dari Gunung“. Atau, “Tuan yang Datang dari Kahyangan“, karena gunung menurut kepercayaan merupakan tempatnya para dewata.
     Raja Sanjaya dikenal sebagai ahli kitab-kitab suci dan keprajuritan. Armada darat dan lautnya sangat kuat dan besar, sehingga dihormati oleh India, Irian, Tiongkok, hingga Afrika. Dia berhasil menaklukkan Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kerajaan Melayu, Kemis (Kamboja), Keling, Barus, dan Sriwijaya, dan Tiongkok pun diperanginya (from “Cerita Parahiyangan“).
Area Kerajaan Mataram Kuno (Bagelen) berbentuk segitiga. Ledok di bagian utara, dikelilingi Pegunungan Menoreh di sisi Barat dan Pegunungan Kendeng di utara dan basisnya di pantai selatan dengan puncaknya Gunung Perahu (Dieng), di lembah Sungai Bagawanta (Sungai Watukura, kitab sejarah Dinasti Tang Kuno 618-906). Catatan dinasti Tiongkok tersebut diperkuat juga oleh Van der Meulen yang menggunakan kitab “Cerita Parahiyangan” dan “Babad Tanah Jawi“.
     Bagelen merupakan hasil proses nama yang final. Bermula Galuh/Galih, menjadi Pegaluhan/Pegalihan, menjadi Medanggele, Pagelen, lalu jadilah Bagelen. Dalam prasasti Tuk Mas (Desa Dakawu, Grabag-Magelang) yang menyebut adanya sungai yang seperti sungai Gangga, maka Medang i bhumi Mataram bermakna “Medang yang terletak di suatu negeri yang menyerupai Ibu” (lembah Sungai Gangga). Dieng diasumsikan sebagai Himalaya, Perpaduan Sungai Elo dan Progo disamakan sebagai Sungai Gangga, dan pegunungan Menoreh disamakan sebagai Pegunungan Widiya.

SILSILAH RAJA-RAJA MATARAM KUNO


     Pada jaman Mataram Hindhu, tersebutlah seorang raja yang bijaksana yang bernama Prabu Sowelocolo. Ia memiliki enam orang putra, masing-masing bernama Sri Moho Punggung, Sendang Garbo, Sarungkolo, Tunggul Ametung, Sri Getayu, dan Sri Panuhun.
     Sri Panuhun memiliki seorang cucu, anak dari Joko Panuhun atau Joko Pramono yang bernama Roro Dilah atau Roro Wetan yang kemudian dikenal dengan sebutan Nyai Bagelen. Roro Dilah juga dapat disebut dengan Roro Wetan karena kedudukannya di daerah timur. Sri Getayu memiliki cucu dari putra Kayu Mutu bernama Awu-Awu Langit. Ia berkedudukan di Awu-Awu (Ngombol). Setelah dewasa, Roro Dilah menikah dengan Raden Awu-Awu Langit dan menetap di Hargopuro atau Hargorojo.

     Dari pernikahan tersebut, Roro Dilah atau Roro Wetan dan Pangeran Awu-Awu Langit dianugrahi tiga orang putra, Bagus Gentha, Roro Pitrang dan Roro Taker.
Kesibukan Roro Wetan dan Awu-Awu Langit adalah bertani padi, ketan, dan kedelai, beternak sapi, ayam dan juga menenun. Konon karena tanahnya cocok untuk ditanami kedelai dan hasilnya melimpah maka wilayah tersebut dikenal dengan nama Medang Gelih atau Padelen dan sekarang disebut dengan Bagelen.

     Roro Wetan atau Nyai Ageng Bagelen sosoknya tinggi besar dengan rambut terurai dan senang memakai kemben lurik. Beliau memiliki keistimewaan berupa kemampuan spiritualnya dan juga payudaranya yang sangat panjang sehingga ketika putra-putrinya ingin ngempeng, ia tinggal menyampirkan ke belakang.

     Pada suatu ketika, Nyai Ageng Bagelen sedang asik menenun. Sebagaimana biasanya, ia menyampirkan payudaranya ke belakang supaya tidak mengganggu. Tidak disangka-sangka datang anak sapi menghampirinya, Nyai Ageng Bagelen mengira itu salah satu putra-putrinya yang ingin ngempeng. Tanpa menghiraukan kedatangan anak sapi tersebut ia terus asik menenun. Terkejutlah ia ketika menoleh, ternyata yang menyusu bukanlah anaknya tetapi anak sapi.

     Kejadian tersebut membuat Nyai Ageng Bagelen merasa malu dan marah, sehingga menyebabkan pertengkaran dengan Raden Awu-Awu Langit. Dan akhirnya ia menyampaikan pesan untuk semua anak cucu beserta keturunannya, agar atau tidak boleh memelihara sapi.
Peristiwa yang memilukan atau menyedihkan juga terjadi kembali pada hari Selasa Wage. Pada waktu itu masih musim panen kedelai dan padi ketan hitam. Kedua putrinya Roro Pitrang dan Roro Taker masih senang bermain-main. Namun tidak sebagaimana biasanya, hingga sore hari kedua putri itu tidak kunjung pulang.

     Selesai menenun Nyai Ageng Bagelen berusaha mencari. Karena tidak menemukannya, ia menanyakan kepada suaminya. Namun jawaban Raden Awu-Awu Langit sepertinya kurang mengenakan. Dengan perasaan marah dan jengkel dibongkar padi ketan hitam dan kedelai di dalam lumbung sehingga isinya berhamburan terlempar jauh hingga jatuh di desa Katesan dan Wingko Tinumpuk.
Betapa terkejutnya Nyai Ageng Bagelen ketika melihat kedua putri kesayangannya terbaring lemas pada lumbung padi tersebut. Setelah didekati ternyata mereka telah meninggal.

     Semenjak peristiwa tersebut kehidupan Nyai Ageng Bagelen dengan Raden Awu-Awu Langit selalu diwarnai dengan pertengkaran. Akibatnya Raden Awu-Awu Langit memutuskan untuk pulang ke daerahnya, Awu-Awu, sedangkan Nyai Ageng Bagelen tetap tinggal di Bagelen untuk memerintah negeri.
     Suatu ketika terdengar kabar bahwa Raden Awu-Awu Langit meninggal di desa Awu-Awu. Mendengar berita tersebut Nyai Ageng Bagelen merasa sedih dan berpesan kepada Raden Bagus Gentha bahwa anak cucu keturunannya dilarang atau berpantangan untuk bepergian atau jual beli, mengadakan hajad pada hari pasaran Wage, karena pada hari itu saat jatuhnya bencana dan merupakan hari yang naas. Selain itu orang-orang asli Bagelen juga berpantangan untuk menanam kedelai, memelihara lembu, memakai pakaian kain lurik, kebaya gadung melati dan kemben bangau tulis.

     Setelah Nyai Ageng Bagelen menyampaikan pesan tersebut kepada Raden Bagus Gentha putranya, ia kemudian masuk ke kamarnya dan lemudian menghilang tanpa meninggalkan bekas atau moksa.

     Selain itu Nyai Ageng Bagelen juga mengajarkan kepada anak cucu keturunannya agar melakukan tiga hal, yaitu: bersikap jujur, berpenampilan sederhana dan lebih baik memberi dari pada meminta.
Sepeninggalan Nyai Ageng Bagelen, kedudukan dan pemerintahan Bagelen digantikan oleh Raden Bagus Gentha.

Monday, September 14, 2015

Growol Vs Pentho

Hay sobat blogger.., kali ini saya akan sedikit berbagi mengenai menu makanan kuliner yang ada didusun Tepus desa Somorejo kecamatan Bagelen kabupaten Purworejo. Menu makanan kuliner didusun Tepus somorejo ini yaitu growol. Jenis makanan ini berasal dari bahan dasar singkong yang difermentasikan.

Yang ingin kita bagikan disini adalah growol dan pentho. Selain sebagai makanan kuliner, growol merupakan makanan yang baik buat kesehatan bagi para penderita penyakit diabetes karena growol rendah akan kalori dan baik pula bagi anda yang sedang diet karena efek rasa kenyangnya membuat anda bisa mengganti menu makanan pokok nasi dengan growol.

Masyarakat didusun Tepus mulai sulit untuk mendapatkan makanan ini. Untuk menikmati growol ini ada yang mendapatkannya dengan membeli dipasar Krendetan Bagelen atau dipasar Pripih Hargomulyo atau beli ke produsen didusun Pletuk Dadirejo ada pula yang lebih senang dengan membuat sendiri. Growol dapat dikonsumsi sebagai pengganti nasi, maka tak heran jika growol sering dikonsumsi dengan sayur atau lauk pauk lainnya.

Yang menjadikan beda dari rasa growol adalah jika dikonsumsi dengan lauk sederhana yaitu pentho. Pentho merupakan makanan yang biasa dijadikan sebagai lauk mirip seperti perkedel. Yang membedakan adalah bahannya yang terbuat dari parutan kelapa muda dicampur dengan bumbu kemudian dibuat bundaran seperti perkedel dan digoreng. Pentho mempunyai cita rasa yang enak dan gurih. Lauk ini cocok jika dikonsumsi dengan nasi hangat atau dengan growol ini.
Growol sendiri dapat disajikan dengan berbagai macam aneka lauk. Growol bisa sajikan sama ikan asin dengan bumbu pedas, bisa disajikan dengan tempe besengek, bisa juga dicampur dengan parutan kelapa yang sudah dibakar, enak juga dimakan sama srundeng, pelas kelapa muda, bisa juga disajikan sama oglok tempe daun mlinjo atau bisa juga dikonsumsi cukup dengan sambel jenggot.
Nah... Sobat blogger yang berbahagia, makanan khas growol dan pentho ini mungkin hanya ada didusun Tepus somorejo. Apabila Anda singgah ke Bagelen Anda sempatkan mampir kedusun Tepus desa Somorejo untuk mencicipi growol dan pentho.

Soal rasa dijamin mak nyusss, gurih-gurih nyoiii... Sobat.
Soal harga dijamin sangat terjangkau... Sobat.

Saturday, September 5, 2015

Jateng Gayeng

Slogan Jateng Gayeng diharapkan menginspirasi masyarakat jawa tengah dimanapun berada


Pak gubernur Ganjar Pranowo berharap logo dan slogan Jateng Gayeng yang baru diluncurkan pada penutupan Pesta Rakyat 2015 dalam rangka memperingati hari jadi ke-65 provinsi Jateng beberapa waktu yang lalu, dapat menginspirasi masyarakat untuk selalu penuh semangat, berani, tangguh, jujur, ramah, harmonis, dan hangat.

“Logo dan slogan Jateng Gayeng ini akan diaplikasikan di berbagai produk promosi Jawa Tengah untuk meningkatkan pembangunan investasi dan pariwisata,”.

Logo dan slogan Jateng Gayeng merupakan karya dari Tonny Subagyo dan berhasil menyabet juara pertama sayembara “tagline” yang digelar Pemerintah Provinsi Jateng pada 18 Juni hingga 15 Juli 2015. “Sebelum sayembara digelar, Pemprov Jateng bekerja sama dengan Mark Plus membentuk tim yang beranggotakan akademisi, budayawan, dan unsur pemerintah yang bertugas memetakan potensi serta keunggulan Jateng untuk dijadikan pedoman sayembara,”.

Tonny Subagyo, mengungkapkan bahwa karyanya dalam membuat logo "jateng gayeng" terinspirasi dan modifikasi dari huruf Jawa yang kemudian dikembangkan menjadi font khusus sehingga menggambarkan karakter masyarakat Jateng yang kuat mendukung dinamika perubahan modern dengan tetap memegang teguh akar budaya Jawa.

Warga Depok, Jawa Barat itu lebih memilih kata “Jateng” daripada “Jawa Tengah” karena menurutnya kata tersebut lebih mudah diingat dan sudah dikenal, sedangkan logo dimulai dari dari huruf kecil untuk menggambarkan keramahan, kebersamaan, bersifat melayani dan tidak angkuh.

Logo Jateng Gayeng ini dipatenkan dengan warna dasar merah diambil dari warna gula jawa yang menggambarkan energi semangat, kekuatan dan pertumbuhan.

Terkait kata “Gayeng”, menjelaskan bahwa dalam kamus bahasa Jawa, kata gayeng berarti menyenangkan atau menggembirakan. “Jadi kata ‘gayeng’ menggambarkan hubungan yang menyenangkan antara pemimpin dan rakyatnya,” katanya.

Selain itu, Jawa Tengah sebagai tempat strategis dan memiliki daya dukung yang menyenangkan untuk solidaritas beragama, usaha, berinvestasi, berwisata, inovasi, kreatifitas bidang pendidikan, sosial, seni budaya, dan mencapai kesejahteraan bersama.

Di jelaskan bahwa pada logo Jateng Gayeng terdapat modifikasi huruf “T” yang menyerupai keris dan sifat-sifat keris bagi masyarakat Jawa melambangkan keberanian serta kebenaran untuk tujuan kebaikan serta kuat teguh untuk menyatukan diri kepada Tuhan.

“Huruf “G” pada kata Jateng di bikin menyerupai angka 9 karena mengambil sembilan filosofi jawa yang melandasi kehidupan yakni hidup bermanfaat, mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, bijak dan sabar, menang tanpa merendahkan, tabah, tidak manja, tidak rakus, berlaku jujur, tidak merasa pandai, serta selalu semangat,”.

Tuesday, September 1, 2015

Genduren


Genduren atau disebut juga Kenduri adalah sebuah tradisi yang sudah berjalan sekian puluh tahun, mungkin malah sudah ada ratusan tahun. Tradisi ini masih banyak berlangsung terutama di desa-desa seperti halnya didusun Tepus somorejo.

Hakekatnya sama, hanya istilahnya saja yang mungkin berbeda. Pada intinya genduren/kenduri merupakan mekanisme sosial untuk merawat dan menjaga kebersamaan sehingga cita-cita yang sejak semula dibuat diteguhkan kembali.

Kenduri juga menjadi alat kontrol sosial untuk menjaga gerak dan arah dari cita-cita yang telah diperjuangkan bersama itu. Dalam kerangka mekanisme sosial itulah, kenduri menampung dan mepresentasikan banyak kepentingan. Dari sekian banyak kepentingan itu, semua dilebur menjadi satu tujuan.

Kenduri mampu mempersatukan, bahkan semakin mempererat kesatuan itu. Bukan hanya kesatuan kepentingan, kesatuan cita-cita, namun juga kesatuan masing-masing individu yang terlibat didalamnya.

Dalam kenduri akan terlihat jelas bagaimana kebersamaan dan keutuhan tercipta: suasana penuh kerukunan, sendau gurau antar sesama, ketika hidangan kue dan minuman ala kadarnya disuguhkan (bahasa Tepusnya macit) atau ketika bersalam-salaman dengan tulus.

Kenduri merupakan sebuah tradisi berkumpul yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang, biasanya laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari sang penyelenggara yang mengundang orang-orang sekitar untuk datang genduren. Bisa berujud selametan syukuran, bisa juga bisa berujud selametan peringatan, atau aneka selametan lainnya.

Dalam kenduri itu dipanjatkan bacaan do'a. Siapakah yang biasa memimpin do'a? Biasanya ada satu orang yang dituakan berfungsi  sebagai pemimpin do’a sekaligus yang mengikrarkan hajat dari sang tuan rumah. Seorang pemimpin itu biasa juga disebut sebagai Ustadz, Ro’is, Modin, atau Kaum.

Pemimpin ini bisa diundang sendiri karena orang itu memang sudah biasa menjalankan peran dan fungsi sebagai pemimpin doa dalam kenduri. Tetapi jika tidak ada, kenduri bisa juga dipimpin oleh orang yang dianggap tua dan mampu untuk memimpin kenduri tersebut.

Didalam kenduri ada istilah "Sego Brekat"(nasi berkat), penyebutan brekat dari segi bahasa merupakan saduran bahasa arab ‘barkatun’ atau ‘barokatun’, yang artinya kebaikan yang bertambah-tambah terus. Ada pula yang mengatakan bahwa nama brekat berasal dari singkatan ‘brek terus diangkat’ maksudnya begitu ‘brek’ (bunyi) diletakan, kemudian diangkat untuk dibawa pulang masing-masing tamu undangan.


Pemberian sego brekat dilakukan dengan niat sedekah dari tuan rumah yang memiliki hajat. Sebuah kegiatan sosial yang indah.
Lihatlah urutan kebaikan di dalamnya. Orang yang memberi nasi berkat senang karena bisa bersedekah dan rumahnya dijadikan tempat dzikir dan berdoa. Orang yang diberi nasi berkat senang bisa membawakan oleh-oleh bagi istri dan anaknya, dan anaknya gembira menanti datangnya berkat.  Lalu mereka makan nasi berkat dengan gembira dan kenyang.


Wahai, orang dengan taraf bahagia seperti itu, bagaimana tidak lalu mendoakan  dengan ikhlas bagi si pemberi? Dan bukankah  mendoakan kebaikan bagi orang lain adalah juga berarti kebaikan bagi si pendoa? Pendek kata, sedekah itu luar biasa. Bahkan untuk setingkat nasi berkat. Di sini juga akan semakin terasa bahwa sejatinya memberi itu adalah juga menerima.

Genduren atau kenduri memang sebuah tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini. Meski terkesan sederhana, tradisi ini memang memiliki makna yang mendalam sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi ini juga positif secara sosial kemasyarakatan karena dapat memperkuat ikatan tali sillahturahmi satu sama lain. Tidak heran jika tradisi ini dikatakan sebagai tradisi yang sangat merakyat.

Monday, August 24, 2015

Sinoman

Penjaga buku tamu
Sesuai dengan asal muasal kata "sinoman" adalah kumpulan anak muda yang suka bergotong-royong, maka disini kegiatan amal dan sosial harus diutamakan. Artinya, kegiatan sinoman harus bertujuan untuk membantu sesama dan demi kepentingan bersama. Kecuali itu, kegiatan sinoman harus mampu menghadapi tantangan zaman yang serba komersial dan bernuansa bisnis.

Wujud dari kegiatan sinoman ini adalah bentuk kegotong-royongan sosial. Tujuanya untuk membina dan meningkatkan kerukunan. Semboyannya adalah "Rukun Anggawe Santosa" yang berarti rukun untuk menumbuhkan kesentosaan. Kita bisa kuat kalau kita rukun sebaliknya, bangsa yang jiwanya kuat dapat membangun kerukunan. Dalam bahasa jawa atau sansekerta, kuat karena rukun dan rukun karena kuat, disebut " Dharma Eva, Hato Hanti ". Kuat karena bersatu dan bersatu karena kuat.
Jadi motto " bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh " adalah sebuah kenyataan.
Dan semua aspek kerukunan, persatuan dan kegotong-royongan telah terwakili dengan adanya kegiatan sinoman tersebut.
Bagian minuman dan snack
Nyinom merupakan istilah yang digunakan untuk pemuda-pemudi (nom-noman/legan) didesa khususnya dijawa. Nyinom umumnya dilakukan dengan membantu si empunya rumah dalam mensukseskan “gawe/hajat” entah itu acara pernikahan, khitanan atau acara serupa lainnya. Yang dilakukan pada sinoman misalnya: sambatan tratak, mlathok kayu bakar, memasak nasi (adang), ater-ater, mencuci piring/gelas, menghidangkan makanan, menyambut tamu, mencari daun untuk bungkus makanan, memasang dekor, menata meja kursi,  mengelola parkir dan lain sebagainya.

Beberapa kegiatan sinoman yang umum dilakukan didusun Tepus desa Somorejo diantaranya :

Menjelang hari H para sinoman ini mempersiapkan berbagai perlengkapan untuk hari H. Mulai dari menyiapkan kayu bakar untuk memasak, tratak (menyiapkan tempat tamu), mencari/meminjam meja kursi, piring, membuat panggung dan lain sebagainya.

Munjung/ater-ater, merupakan acara yang biasanya dilakukan H-1/H-2. Acara ini adalah mengirim makanan ( giling ) kepada para saudara, kerabat yang punya gawe/hajat dan juga kepada warga sekitar serta perangkat pemerintahan ditingkat dusun dan desa.
Di desa, tamu tidak harus dengan undangan. Tetangga dekat, biasanya datang dengan tanpa undangan. Justru menjadi tidak etis jika tetangga dekat diminta hadir dengan diberi undangan resmi.

Persiapan menjelang acara

Jangan kaget, jika pada hari H acara antara sinoman laki-laki dan perempuan, para perempuan lebih dulu datang. Mereka datang pada bagi buta dan langsung memasak, sementara biasanya laki-laki datang pada pagi harinya. Untuk siapa para wanita yang datang pagi buta ini memasak? Untuk para sinoman laki-laki.
Ketika pagi, para sinoman laki-laki datang pertama kali langsung dipersilakan sarapan dengan masakan yang dihasilkan para perempuan yang datang lebih dulu. Baru ketika sinoman laki-laki selesai sarapan, para perempuan ini makan.
Jangan heran, inilah wujud pengabdian para perempuan ini kepada laki-laki. Hal ini juga berlaku ketika makan siang dan sore. Para perempuan akan makan setelah sinoman laki-laki makan. Betapa mulianya para perempuan didesa.

Beberapa kegiatan selama hajatan ada beberapa macam.
Juru ladi/laden
Laden, merupakan kegiatan menyajikan makanan dan minuman kepada tamu. Biasanya menggunakan “baki” atau semacam nampan untuk membawa makanan dan minuman. Kemudian penerima tamu yang selalu siap diruang utama sigap menurunkan makanan dan minuman ini untuk tamu. Para peramu ladi ini dikomandoi oleh "pengobet" yaitu seseorang yang mengatur pembagian makanan dan minuman kepada seluruh orang yang ada ditempat hajatan tersebut tanpa terkecuali.

Among tamu, merupakan bagian yang menyiapkan tempat duduk sekaligus mempersilakan tamu untuk duduk. Among tamu harus pintar-pintar mengatur lokasi agar tidak sampai penuh. Among tamu biasanya koordinasi dengan bagian “prasmanan”. Bagian prasmanan mengatur alur antrian makan. Kerjasama dua bagian ini akan melancarkan proses makan para tamu dan juga menjaga agar ruang tamu yang digunakan transit tamu tidak penuh. Ketika tamu sudah duduk sementara waktu sambil minum, kemudian dipersilakan makan di ruang prasmanan lalu pulang. Demikian seterusnya silih-berganti
Juru asah-asah
Jayengan, merupakan bagian yang tugasnya membuat minum. Meski cuma membuat minum, tugas ini juga berat. Dia harus menjaga agar suplai air panas tidak tersendat, kemudian digunakan untuk membuat air teh/teh manis.

Adang, merupakan kegiatan memasak nasi. Ini juga berat, karena harus memastikan suplai nasi yang telah masak tidak tersendat untuk melayani tamu. Bayangkan jika tamunya datang bersamaan, dan bagian ini tidak sigap, pasti akan terjadi kekacauan. Adang biasanya dilakukan dengan dandang, soblok atau panci besar dan memasaknya menggunakan kayu bakar.
Bagian adang dan jayengan harus punya pandangan yang prediktif, harus tahu kapan waktu-waktu tamu datang dalam sehari.

Selain beberapa bagian di atas, ada bagian lainnya yang tak bisa dianggap sepele. Pengelola snack (gedhong njero) yang menyiapkan makanan kecil untuk tamu, pencatat tamu dan bawaan tamu, “uleh-uleh/angsrenan” yang harus sigap menyerahkan nasi dan lauk kepada tamu yang hendak pulang. Bagian uleh-uleh ini juga harus jeli agar “tenggok” yang dipakai tamu membawa barang sumbangan tidak tertukar. Ada lagi bagian perparkiran, asah-asah (mencuci piring), dan lainnya.
Apa yang dilakukan oleh keluarga ketika acara ini? Mereka duduk saja menunggu tamu. Tabu jika ada anggota keluarga ikut membantu teknis acara.

Kesemua bagian ini dipimpin oleh ketua sinoman. Ketua sinoman terdiri dari ketua sinoman laki-laki dan perempuan. Ada pula yang menentukan wakil keluarga yang punya gawe pada struktur kepanitiaan. Wakil keluarga ini berguna sebagai rujukan jika ada permasalahan yang membutuhkan si empunya gawe untuk menyelesaikan.

Wednesday, August 12, 2015

Batu Akik Dusun Tepus


Satu lagi guys... Kerajinan cinderamata dari Dusun Tepus

Sejak demam batu akik melanda hampir seluruh wilayah Indonesia khususnya didusun Tepus desa Somorejo kecamatan Bagelen yang juga memiliki beraneka ragam jenis batu-batuan akik, tak ayal lagi, pengrajin batu akik pun mulai bermunculan dengan berbagai ciri khas dan keahliannya masing-masing.
Foto pak Bisri sedang memotong bahan batu akik
Salah satunya, sebut saja pak Bisri Mustofa, pengrajin batu akik yang berlokasi didusun Tepus Somorejo, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tepatnya di Rt 03/05  dan hanya satu-satunya pengrajin batu akik disini, setiap harinya selalu bergelut dengan mesin gerinda untuk melayani permintaan para pelanggan, baik kelas pemula hingga para kolektor batu akik yang ingin memoles bongkahan batu agar terlihat cantik saat digunakan disalah satu jarinya.

Sebelum menjadi pengrajin batu akik, pak Bisri, adalah penderes nira. Seiring ramainya peminat batu akik, usaha pemolesan batu akik dikelola bersama anaknya yaitu Faza dan Aji.

Guna kemudahan dan kenyamanan para pecinta akik, usaha mengasah batu akik pak Bisri yang dibantu oleh anak-anaknya itu juga menyediakan pelbagai jenis ring (emban) cincin batu akik dengan ukuran dan harga beragam. Terlihat, setelah masuk ke dalam rumahnya yang sekaligus menjadi gerainya akan tampak berjajar ratusan ring cincin untuk batu akik yang terpampang dalam etalase dengan harga mulai puluhan ribu hingga ratusan ribu tergantung dari setiap bahan ring cincin itu sendiri. Ditanya soal harga dari jasanya membentuk dan memoles batu, pak Bisri , mengaku semua tergantung dari tingkat kesulitan dan kekerasan bahan akik. “Ya rata-rata Rp 30.000 dengan polesnya, tapi juga tergantung jenis batunya karena ada beberapa batu yang pembuatan dan molesnya harus dengan cara khusus agar tidak hancur,” terangnya, sambil memoles batu pesanan pelanggannya.

Selain mengasah dan memoles batu, pak Bisri juga menjual beberapa bongkahan jenis batu akik di antaranya jenis Calsedon, Giok, Black Jade, Teratai, Batu Lumut, bacan lokal dan lain-lain untuk para peminat batu akik yang datang. Bahkan beberapa batu akik yang sudah dibuat oleh pak Bisri telah diikutkan kontes oleh para pelanggannya dibeberapa daerah seperti Semarang, Wonosobo, Yogyakarta dan Purworejo sendiri.

Thursday, August 6, 2015

Kerajinan Mebel Kayu Sonokeling Dari Dusun Tepus


Meja rias buatan pengrajin dari dusun Tepus
Salam Blogger – Sobat kali ini mau sedikit berbagi mengenai potensi dusun tercinta Tepus somorejo.

Kebanyakan orang luar daerah pasti bakal mengatakan Tepus identik dengan gula merah, gula semut, daerah nggunung, banyak pohon kelapa, daerah dingin dll, Sebetulnya Tepus Somorejo itu mempunyai banyak potensi lho !!!
Ya, mungkin banyak yang belum terpublikasikan secara luas saja. Mulai tempat wisata, kuliner, kerajinan, sumberdaya alam dan kebudayaan semuanya ada.
Lemari baju buatan pengrajin dari Tepus
Nah pada kesempatan kali ini kita ingin berbagi sekaligus mereview salah satu kerajinan Tepus Somorejo. Ya, Kerajinan Mebel kayu Sonokeling dan berbagai macam kayu lainnya.

Terdapat sebuah kerajinan mebel rumahan yang berkualitas bagus Mulai dari lemari, tolet, kitchen set, buffet, meja, kursi atau tempat tidur dll. Berbagai macam tipe baik model classic atau model terbaru bisa dipesan ke pengrajinnya. Keberadaan beberapa pengrajin tersebar di 4 Rt didusun Tepus yang mulai eksis dan produknya sudah banyak peminatnya. Kebetulan pengrajin yang kita kunjungi bernama pak Wahid beliau sudah banyak pelanggan dan hasil karyanya banyak diminati oleh konsumen. Harganya juga bervariasi mulai dari Rp 3 juta bahkan sampai puluhan juta.
Meja kursi produk pengrajin dari dusun Tepus
Tentu saja, sebagai masyarakat dusun Tepus Somorejo sangat mengapresiasi, ini merupakan potensi sangat besar untuk terus dikembangkan dan harus didorong terus pertumbuhannya agar dari waktu ke waktu mampu memberikan kontribusi yang makin signifikan terhadap perekonomian warga Tepus Somorejo dan sekitarnya.

Harapannya bukan hanya kerajinan ini saja tapi juga semua potensi yang ada bisa terus berkembang dan maju, sehingga bisa tercapai cita-cita " Tepus Sebagai Pedukuhan Makmur, Adil Dan Sejahtera ", Aamiin.

Friday, July 17, 2015

Bahalalan


Berkenaan dengan hari raya idul fitri, banyak sanak famili yang saling mengunjungi untuk saling bersilaturahmi dan bermaaf-maafan. Dalam tradisi didusun Tepus desa Somorejo, tradisi "bahalalan" yang didaerah lain juga disebut "sungkeman" masih merekat kuat pada saat berkunjung ke rumah saudara (yang lebih tua) dan mengucapkan kalimat atau kata-kata "bahalalan" dengan menggunakan bahasa jawa yang halus sebagai tanda permohonan maaf yang tulus dari dalam hati.
Foto ilustrasi sedang bahalalan
Bagi sebagian orang yang sudah biasa, mungkin tidak akan kesulitan untuk mengucapkan kalimat bahalalan kepada ayah, ibu, saudara, paman, bibi, nenek, ataupun kakek. Tetapi bagi anak muda jaman sekarang terkadang sudah mulai jarang diajarkan bagaimana melafalkan atau mengucapkan kata-kata "bahalalan" yang baik dan benar. Apalagi bagi orang luar daerah yang mendapatkan suami atau istri dari warga Tepus, tentu harus menyesuaikan adat istiadat tempat asalnya masing-masing.

Berikut adalah kalimat atau kata-kata bahalalan pada saat idul fitri sebagai tanda permohonan maaf yang telah disusun agar menjadi baik dan benar. Pertama yang muda mengucapkan kalimat berikut sambil menyalami kepada yang tua dengan kedua belah tangan dan menundukkan kepala

Kula sowan wonten ing ngarsanipun simbah
Sepindah, matur sembah pangabekti mugi katur ing ngarsanipun simbah
Kaping kalihipun, mbok bilih wonten klenta-klentunipun atur kula saklimah tuwin lampah kula satindak ingkang kula jarag lan mboten kula jarag ingkang mboten ndadosaken sarjuning panggalih, lahir & bathin
Mugi simbah kersa maringi gunging samodra pangaksami
Kula suwun kaleburna ing dinten riyadi punika
Lan ing pungkasan, ingkeng putra wayah nyuwun berkah saha pangestunipun saking simbah.

Kata simbah bisa diganti dengan kata bapak, ibu, pakde, budhe, pak lek, bu lek dsb tergantung kepada siapa bahalalan itu ditujukan. Selanjutnya berikut adalah kalimat atau kata-kata jawaban saat bahalalan sesuai tradisi jawa yang biasa diucapkan ;

Yo podho-podho
Semono uga aku, wong tuwa uga akeh klera-klerune, klajuk kurang kedugo luputku lahir bathin sing akeh dingapura luputmu yo wes tak ngapura.
Lan mugio, bisa kabul kang dadi ancas lan dadi gegayuhanmu
Ora luwih, aku wong tuwa mung bisa ndedonga marang Pangeran
Iya, kowe dak pangestoni

Setelah itu yang muda cukup mengucapakan :
"nggih sami-sami mbah" dan acara bahalalan selesai. Biasanya dilanjutkan dengan saling ngobrol/basa basi sedikit lalu menikmati hidangan kue lebaran yang disajikan.

Demikian sedikit pengetahuan tentang kata-kata yang sering diucapkan saat "bahalalan" dengan menggunakan tradisi jawa yang dilakukan didusun Tepus desa Somorejo.

Wednesday, July 15, 2015

Prepegan



Prepegan adalah hari pasaran terakhir sebelum jatuhnya hari Raya Idul Fitri.


"Prepegan" berasal dari kata "mrepeg". Mrepeg dalam bahasa Jawa merupakan kata sifat yang menyatakan suatu keadaan. Mrepeg bisa diartikan mendesak, kritis, juga tergesa. Mungkin dikarenakan menjelang lebaran, pikiran masing-masing orang yang datang ke pasar dipenuhi dengan angan dan rencana-rencana untuk mendapatkan barang kebutuhan yang diinginkannya guna menyambut hari kemenangan.


Dalam kondisi demikian, dalam diri orang tersebut semacam ada dorongan beban yang ingin segera dituntaskannya. Itulah kondisi sumpeg bin mrepeg yang harus segera dituntaskan. Di sisi lain, secara harfiah, pada Hari Prepegan manusia memang berjubel memenuhi pasar. Suasana pasar bertambah ramai, padat dan mungkin juga sumpeg berdesak-desakan.


Hari pasaran biasa untuk pasar Krendetan dan pasar Pripih (pasarnya warga Tepus dan sekitarnya) adalah hari Rabu dan Sabtu. Pada saat hari pasaran terakhir sebelum jatuhnya hari Raya Idul Fitri, aktifitas jual beli di pasar Krendetan atau pasar Pripih akan meningkat 180 drajat dari hari pasaran biasa. Pada hari tersebut, boleh dikata masyarakat sekitar akan “tumplek-blek” dipasar untuk membeli kebutuhan hari raya Idul Fitri. Mereka berduyun-duyun datang ke pasar untuk berbelanja kebutuhan pokok yang akan digunakan untuk menyambut datangnya hari kemenangan. Semua kebutuhan pokok tersedia disana dan banyak juga pedagang-pedagang musiman yang datang berjualan disini. Dan hebatnya….dihari “Prepegan” ini ramainya pasar ini bisa sampai diatas jam 14.00 WIB padahal kalau dihari pasaran biasa tidak lebih dari jam 10.00 WIB.


Pada saat “prepegan” ini, kios yang paling rame umumnya kios sandangan, kios aksesoris, kios kue-kue lebaran, pedagang ayam potong, daging, ikan, sayur-mayur-lah yang paling banyak dikunjungi pembeli. Yang menjadi daya tarik tersendiri adalah pedagang kembang, sepanjang jalan depan pasar biasanya banyak ditemui pedagang kembang yang sudah dipincuk (dikemas dengan daun pisang) dengan isinya aneka rupa kembang. Kembang ini untuk kebutuhan nyekar ke kuburan yang biasanya di daerah Tepus Somorejo dan sekitarnya umum dilakukan sebelum Riyaya (sholat ied). Banyak orang yang dalam keseharian bukan pedagang pada masa "Prepegan" ini bisa ikut berjualan kembang di pasar.

Jika dikalkulasi, dalam satu hari “prepegan” ini tak kurang dari ratusan juta rupiah perputaran uang-nya. Karena dari mulai kuli panggul, tukang becak, tukang angkot, tukang parkir dan juga pedagang berusaha ikut menikmati perputaran uang yang nilainya ratusan juta ini.

Saturday, June 27, 2015

Adu Gambar Permainan Jadul Yang Hilang Dari Peredaran


Didusun Tepus desa Somorejo dinamakan gambar mburan karena dalam permainan ini gambar yang diadu harus dilempar (di mburke) keudara. Gambar yang menang adalah gambar yang tengadah kelihatan gambarnya dan yang kalah adalah gambar yang telungkup tidak terlihat gambarnya. Gambar mbur yang terkumpul terus dijepit diantara jari tengah dan telunjuk dan dijentikkan ke udara sehingga semua gambar berterbangan. Seluruh peserta berdebar-debar menunggu gambar jagoannya jatuh di permukaan tanah. Jumlah taruhan tergantung kesepakatannya. Semakin banyak jumlah taruhan, maka yang ikut main biasanya juga semakin sedikit, yang lainnya hanya menonton. Biar rame dan berlangsung lama biasanya jumlah taruhannya cukup satu gambar mbur saja.

Sebelum dimainkan gambar mburan lembaran harus dipotong kecil-kecil sesuai dengan gambar yang ada. Gambar wayang merupakan gambar favorit yang terdiri dari 36 gambar. Berisi tokoh-tokoh pewayangan dan beberapa hewan. Nomor 1 dimulai dengan gambar gunungan, nomor 2 - 30, gambar tokoh pewayangan, ada Pandu, Abiasa, Cakil, Baladewa, Puntadewa, Burisrawa, Dursasana, Semar, Petruk, dll. Nomor 31- 36 gambar hewan, ada garuda, menjangan, gajah, naga, banteng, dan macan.

Setiap anak memiliki tokoh idolanya masing-masing. Agar gambar jagoan mbur yang kita pilih selalu menang, banyak cara dilakukan. Dari cara curang sampai dilakukan. Cara curang dilakukan dengan cara mengelem dua gambar wayang yang sama gambarnya sehingga tidak bisa kalah karena dikedua sisinya ada gambarnya bahasa Tepusnya di gamblok. Kadang kalau ketahuan bisa menimbulkan perkelahian dengan pihak yang kalah. Yang sedikit agak curang yaitu ketika kita dapat giliran mengundi, gambar jagoan kita cekungkan pada bagian gambar sehingga ketika jatuh ke tanah mempunyai peluang untuk menang, tidak tengkurap.

Biasanya gambar wayang sering  dikelompokkan antara gambar wayang yang masih bagus dengan yang sudah kusut (kumut-kumut). Yang sudah kusut ditali dengan karet gelang dan yang masih bagus disimpan dirumah. Kalau ada yang ngajak taruhan lagi, gambar wayang yang kusut tersebut yang sering dijadikan taruhan.

Seiring semakin populernya cerita anak-anak di televisi. Gambar mbur wayang mulai tersisih oleh gambar mbur bergambar cerita komik semisal Batman, Bionic Woman, Tarzan, Gundala, Lucan, Robinhood, The Six Million Dolar Man, Flash Gordon, saras 008 dan lainnya.