Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Tuesday, April 25, 2017

Kopi Dan Filosofi



     Multikulturalisme yang ada di Indonesia memberikan keberagaman adat, suku, budaya dan kekayaan alam yang melimpah, salah satunya terdapat banyak jenis kopi yang dihasilkan.
     Tidak bisa dipungkiri aroma dan cita rasa kopi yang sangat nikmat telah membuat para pencintanya tidak bisa melupakanya. Sehari saja tanpa kopi bisa membuat penikmatnya kehilangan semangat untuk menjalani berbagai aktifitas. Kopi ibarat candu yang selalu dirindu. Bagi para penikmatnya, kopi bukan sekedar minuman seduh biasa. Akan tetapi kopi memiliki nilai-nilai filosofi dalam memahami arti dari sebuah kehidupan.
     Perjalanan kopi sampai terseduh dalam cangkir membutuhkan proses yang panjang tidak instan. Proses mengolah dari biji kopi sampai menjadi bubuk kopi yang halus hingga menjadi minuman yang nikmat butuh kesabaran. Beda cara mengolah membuat beda rasa, bahkan beda tangan akan menghasilkan cita rasa yang berbeda.      Kopi memiliki beragam jenis dan menghasilkan cita rasa dan kenikmatan yang berbeda-beda. Kopi bisa disajikan dengan dipadukan dengan berbagai macam jenis makanan dan minuman dari yang sederhana hingga yang istimewa. Disinilah letak keunikan kopi.
     Kita bisa belajar tentang kehidupan dari keragaman jenis kopi, manusia juga beragam suku, budaya serta adat istiadat tidak bisa disamaratakan.
Kita harus bisa menghargai perbedaan yang ada. Dari pola asuh yang berbeda menghasilkan karakter manusia yang berbeda pula, dari lingkungan tumbuh besar yang berbeda juga menghasilkan manusia-manusia yang beda.
     Kita juga bisa belajar tentang makna kehidupan dari secangkir kopi, untuk menghasilkan secangkir kopi yang nikmat membutuhkan proses yang sangat panjang, proses panjang itu yang menentukan nikmatnya kopi. Begitu juga dengan kehidupan kita, untuk mewujudkan sebuah impian butuh perjuangan dan kerja keras juga kerja cerdas. Untuk mencapainya kita butuh proses yang panjang tidak bisa instan.
     Tanaman kopi Tumbuh diberbagai tempat, beda tempat menghasilkan jenis kopi yang berbeda, dari biji kopi yang berbeda menghasilkan citarasa yang berbeda pula. Tidak ada yang lebih nikmat, semuanya memiliki kenikmatannya masing-masing. Kembali kepada selera penikmatnya, lebih suka pada jenis kopi yang seperti apa.
     Begitu juga jalan hidup, setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing. Bagi orang lain melihat hidup kita terasa amat ringan padahal kenyataanya memilukan begitu pun sebaliknya kita melihat hidup orang lain sangat menyenangkan padahal kenyataanya tidak demikian, pepatah jawa ( wong urip iku mung sawang sinawang ). Semua itu kembali kepada sudut pandang dan cara menjalaninya.
     So... Penikmat kopi biasanya adalah orang-orang yang pandai menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Dari secangkir kopi bisa mengikat rasa disetiap berkumpul bersama dimanapun. Dari secangkir kopi menjadi pembuka obrolan yang hangat bagi siapapun yang baru saja berjumpa setelah sekian lama berpisah.

Salam Ngopi

Saturday, March 11, 2017

Dolanan Gamparan Yang Tergantikan

Hay...Hay Bro...Hay...Mas Bro...

Di era tahun 90 an sehabis sekolah di SDN Tepus, Sesama teman-teman biasanya pulang melalui aliran sungai yang ada didusun Tepus untuk mencari batu pilihan. Batu yang bentuknya pipih seperti batu-bata dan berpori-pori halus. Watu Item atau batu hitam biasa kami menyebutnya. Batu jenis ini mempunyai kekerasan yang lebih baik dan permukaannya licin sehingga enak membawanya. Batu ini merupakan syarat mutlak untuk bisa ikut permainan Gamparan yang biasa dimainkan pada sore hari menjelang maghrib atau siang hari ketika jam istirahat sekolah.
Dasar dari dolanan Gamparan ini yaitu mengadu batu dengan batu. Batu lawan diletakkan berdiri dalam jarak sekitar 5 meter, terus kita hantam dengan batu milik kita. Batu kita letakkan di atas kaki, kemudian ambil ancang-ancang sambil ayunkan batu yang ada di kaki lalu dihantamkan pada batu yang dipasang oleh pihak lawan. Bila batu yang terhantam patah maka dia harus keluar dari permainan. Jika batu yang milik kita untuk menghantam juga pecah maka juga dianggap sudah kalah dan harus keluar dari arena. Hanya batu yang tetap utuh dan tidak terbelah saja yang boleh bertahan dalam permainan ini.

Pada akhirnya hanya ada dua batu yang difinalkan. Batu yang tidak patah yang akan jadi pemenang. Kalau dua-duanya patah maka tidak ada pemenang dalam permainan ini. Intinya hanya batu yang keras dan kuat dari hantaman yang akan jadi pemenang.

Orang hidup itu memang harus mempunyai keteguhan sekeras batu dalam permainan gamparan tadi. Hanya yang punya keinginan dan niat yang kuat saja yang akan dapat survive dalam menghadapi kehidupan ini. Dan benturan-demi benturan suka atau tidak suka pasti akan kita temui. Hanya yang sekeras batu hitamlah yang tidak akan terhanyut oleh aliran air kehidupan. Dan, tentunya tidak mudah tergerus oleh gesekan-gesekan yang menimpanya.

Itulah barangkali, ( eh barang kali itu ya batu ) hikmah yang dapat diambil dari dolanan waktu kecil yang sekarang sudah ditinggalkan dan tergantikan oleh permainan modern.

Oke gaesss... jangan lupakan mainan jadul ya...karena mainan jadul itu lebih asyik dan mendidik.

Wednesday, February 8, 2017

Menuju Desa Berdikari

Kajian Desa Berdikari mulai diobrolkan masyarakat desa, terutama di wilayah Jawa Tengah. Berdikari merupakan akronim dari Berdiri di Kaki Sendiri. Gubernur Ganjar Pranowo menangkap semangat ini dalam program provinsi di bidang pemberdayaan masyarakat. Provinsi Jawa Tengah juga menjadi model desentralisasi program pemberdayaan masyarakat, khususnya urusan penanggulangan kemiskinan.

Desa Berdikari menandai komitmen desa untuk membangun kemandirian, baik di bidang pangan, energi, budaya, dan politik. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, desa memiliki sejumlah hak tradisional yang berfungsi untuk menekan jarak antara kebijakan pemerintah desa dengan kebutuhan rakyatnya. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menegaskannya dalam kewenangan desa berdasar hak asal-usul (rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (subsidiaritas).

Berbekal dua kewenangan tersebut, desa harus mampu melepaskan dirinya dari ketergantungan dan patronasi pemerintah supra-desa. Selama ini perumusan program kerja pemerintah desa banyak mendasarkan diri pada kontruksi desa yang dibangun oleh pemerintah supradesa. Ambil contoh, untuk merumuskan program kependudukan, desa masih merujuk ke data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil; untuk merumuskan program pendidikan, desa merujuk pada data Dinas Pendidikan. Pemerintah desa tidak memiliki rujukan data akurat yang diolah oleh mereka secara mandiri.

Kondisi itu menunjukkan desa belum mampu mengenali dirinya secara menyeluruh. Fakta-fakta yang terjadi di desa masih dianggap oleh pemerintah desa sebagai peristiwa harian yang tanpa makna. Hubungan antara pemerintah desa dan masyarakat desa terbangun sebatas hubungan sosial kemasyarakat karena perumusan kebijakan desa justru lebih banyak melaksanakan tugas-tugas perbantuan pada pemerintah supra-desa.

Konsep Desa Berdikari ingin mengembalikan fungsi desa sebagai pelembagaan masyarakat sipil. Pemerintah desa dan masyarakat desa mampu menciptakan kolaborasi kerja untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada di desa. Kolaborasi kerja bisa dimulai melalui kerja-kerja mengenali desa sendiri. Desa memiliki kedaulatan atas data kondisi wilayahnya sebagai data banding atas data yang dikontruksi oleh pemerintah supra-desa. Desa mampu mengaudit hasil-hasil survei supra-desa melalui Sistem Informasi Desa yang dibangun oleh pemerintah desa dan masyarakat desa.

Dari DESAKU, DESAMU, dan DESA KITA SEMUA, kita bangun BANGSA.

Tepus Somorejo Bagelen Purworejo