Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Wednesday, December 9, 2015

Nam Naman Tinggal Sebuah Nama

Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Begitulah pepatah lama yang sepertinya cocok sekali dengan buah ini.


Nam-naman, buah yang mungkin hanya segelintir orang yang mengenalnya. Buah ini dulu sering penulis temui di perengan (dalam bahasa Tepusnya " nglebuh" ) rumah simbah, tapi seiring perkembangan zaman, buah ini seakan telah lenyap dan tidak ada usaha untuk penyelamatannya.

Di dusun Tepus masih ada warga yang memiliki pohon nam-naman meskipun hanya segelintir saja. Tetapi sayangnya, dokumentasi tentang kapan tepatnya penanaman pohon ini tidak ada. Namun bagaimanapun, hal ini cukup menggembirakan, karena meskipun beumur tua pohon masih tumbuh dengan baik.

Nam-naman adalah sejenis pohon dari famili polong-polongan (Leguminosae alias Fabaceae). Nama ilmiahnya adalah Cynometra cauliflora, hal ini karena bunga dan buahnya berada di batang (cauliflory). Asal usul tanaman ini tidak begitu jelas, namu diperkirakan dari wilayah Malaysia timur. Pohonnya tidak terlalu tinggi ± 3 meter. Dapat ditanam sebagai tanaman penghias pekarangan ataupun diambil buahnya. Yang unik dan menarik dari tanaman ini adalah, daun muda berwarna merah muda terang sehingga terlihat seperti tanaman hias. Kulit batang halus berbintil kecoklatan dan abu-abu dan batang berbonggol-bonggol.

Bunga merupakan tandan kecil , yang mempunyai 4-5 tandan. Bunganya kecil, kelopak berwarna merah jambu pucat atau putih. Mahkota berbentuk lanset dan berwarna putih.

Buah berbentuk ginjal keriput yang ujungnya meruncing, tumbuh di batang, hingga dekat ke tanah. Didalam buah terdapat sebuah biji yang berbentuk ginjal pipih. Buah yang telah masak memiliki rasa yang asam segar, dapat dimakan secara langsung atau dibuat sebagai asinan, rujak, maupun manisan. Bahkan di beberapa daerah digunakan sebagai sambal.

Daun yang masih muda dari tanaman ini berkhasiat meringankan gejala mencret atau diare. Rebusan daun nam-naman juga dapat digunakan untuk melancarkan air seni dan mengobati penyakit kencing batu. 

Sunday, December 6, 2015

Dibalik Nama Ndesonya Suweg


Manfaat bagi kesehatan dibalik Umbi Suweg


Suweg (Amorphophallus campanulatus) adalah umbi paling besar di dunia. Ukuran umbi suweg bisa mencapai diameter lebar 40 cm. Bentuknya bundar agak pipih. Sementara diameter tinggi umbi bisa mencapai 30 cm. Seluruh permukaan kulit suweg penuh dengan bintil-bintil dan tonjolan yang sebenarnya merupakan anak umbi dan tunas. Sementara di bagian atas tepat di tengah-tengah lingkaran umbi, terletak tunas utamanya. Bobot umbi suweg ukuran raksasa ini bisa mencapai 10 kg lebih. Kandungan airnya cukup tinggi, yakni antara 65 - 70%. Sementara kandungan patinya di bawah 30%. Tapi dibalik ukuran umbinya yang besar dan memiliki bau yang sangat menyengat itu, ternyata umbi ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan.

Tepung Suweg, salah satu olahan dari umbi suweg yang dapat menggantikan "Oatmeal" yang bermanfaat menjaga kolestrol dalam darah tetap rendah . Hal ini telah diteliti oleh peneliti dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB).

"Tepung suweg memiliki prospek bagus untuk makanan kesehatan. Namun, sampai sekarang belum ada industri yang memproduksinya,” ungkap peneliti.

Selain itu jika dibandingkan dengan tepung garut ternyata kandungan serat tepung suweg lebih tinggi. Tepung garut memiliki nilai total serat pangan hanya 9,89 persen sementara serat tepung suweg yang teruji ternyata mencapai 15,09 persen. Setelah diteliti, ternyata Umbi suweg berpotensi sebagai pangan alternatif diet bagi penderita diabetes millitus karena nilai (indeks glikemik) IG-nya cukup rendah yaitu sebesar 42.

Berdasarkan kajian inilah umbi suweg termasuk dalam bahan pangan yang memiliki nilai IG rendah (kurang dari 55). Selain itu, konsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah dan kencing manis. Karena kandungan zat glucomanan yang ada di dalamnya.

Suweg merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, tanaman ini juga mampu menghasilkan karbohidrat dan tingkatan panen tinggi. Umbinya besar mencapai 5 kg, cita rasanya netral sehingga mudah dipadukan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan modern. Sayangnya umbi ini semakin tidak diminati dan bahkan mulai langka. Padahal suweg sangat potensial sebagai bahan pangan sumber karbohidrat.

Selain dapat diolah menjadi tepung yang bermanfaat bagi kesehatan, ternyata umbi suweg juga dapat dijadikan sebagai bahan lem, agar-agar, mie, tahu, kosmetik, dan roti.

Wednesday, November 11, 2015

"Cethot" Olahan Tradisional Yang Sudah Punah


Sobat bloger pernahkan anda mendengar atau bahkan pernah mencicipi makanan yang namanya begitu unik yaitu "cethot".


Cethot merupakan makanan sejenis kue olahan yang berbahan dasar singkong. Singkong untuk bahan baku cethot haruslah yang sudah tua benar dan keadaan segar tidak wayu. Singkong segar itu dikupas lalu diparut. Sekarang, pemarutan singkong segar bisa menggunakan mesin pemarut. Dulu, pemarutan singkong dilakukan secara manual dengan menggunakan kokrok.


Parutan singkong kemudian dikukus (di dang) menggunakan langseng (soblok) sampai matang. Pengukusan bisa berlangsung selama sekitar 1 jam - 1,5 jam. Tanda kalau seluruh adonan matang adalah, bagian tengahnya sudah tidak berupa parutan singkong yang gembur, melainkan telah menjadi kenyal. Setelah bagian tengahnya matang, adonan diangkat, dituangkan ke dalam nampan atau tampah bambu yang sudah dialasi dengan plastik atau daun pisang lalu diratakan/dipadatkan (di det), sampai lumat dan liat. Cethot pun sudah jadi dan dibiarkan menjadi dingin.


Cara mengkonsumsi cethot dengan diiris bentuk kotak ukuran 5 X 5 cm atau diiris seperti potongan wajik. Cethot cocoknya dimakan dengan srundeng, yakni kelapa parut yang diberi bumbu ketumbar, lengkuas, salam, bawang merah/putih, serta gula merah, lalu disangrai sampai warna kecokelatan.

Jenis makanan ini masih sangat populer didusun Tepus Somorejo pada tahun 1980an kala itu tingkat ekonomi masyarakat masih rendah dan untuk mendapatkan kebutuhan pokok seperti beras masih sangat sulit. Di tahun 1990an masih bisa menemui olahan cethot ini. Namun saat ini cethot sudah merupakan makanan langka yang nyaris punah dan sulit mencari keberadaannya.