Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Wednesday, April 1, 2015

Budidaya Kapulogo


MENGENAL TANAMAN KAPULOGO

Tanaman kapulogo
Tanaman kapulogo merupakan tanaman herbal yang membentuk rumpun, bentuknya seperti tumbuhan jahe dan dapat mencapai ketinggian 1-2 meter. Kapulogo memiliki batang berpelepah daun yang membalut batangnya. Letak daunnya berseling-seling. Bunganya tersusun dalam tandan yang keluar dari rimpangnya.

Secara umum, tanaman kapulogo mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1986 yaitu jenis tanaman kapulogo jawa (Amomum cardomomum) dan kapulogo sabrang/mersah (Elettaria cardomomum) yang berasal dari India.

Tanaman kapulogo sendiri mempunyai banyak nama daerah diantaranya Kapulaga, Kardamon (Aceh, Melayu), kardamunggu atau Gardamunggu (Jakarta), Palago, Pelaga, atau Puwar (Minangkabau), Kapol, Kapol sebrang, Pelaga (Sunda), Kapulogo, Kapulogo sabrang, Pulogo, Kapol sabrang (Jawa), Kapolagha atau Palagha (Madura), Kapolagha, Korkolaka (Bali), Gandimong (Bugis), Garidimong atau Kapulaga (Ujung Pandang).

Orang Tionghoa menyebutnya pai thou kou (bahasa Tionghoa). Orang Yunani biasa menyebut cardamomom yang kemudian dilatinkan oleh orang Romawi menjadi cardamomum. Dalam bahasa Inggris disebut cardamom. Dalam bahasa Thai disebut krava, elaichi dalam bahasa Hindi, dan elakkaai dalam bahasa Tamil sedangkan di Malaysia dikenal dengan nama Pelaga (Malaysia).

Selain tumbuh liar di kebun dan pekarangan, tanaman kapulogo juga dapat dibudidayakan dengan sistem tumpangsari (agroforestry), yaitu menjadi tanaman sela dalam perkebunan maupun kehutanan seperti yang ditemukan di Cirebon, Jawa Barat dan Purworejo Jawa Tengah. Tanaman kapulogo ini dapat tumbuh dan berkembang dengan subur ditempat teduh dibawah tegakan pohon diantaranya pohon sengon, pinus, sono dan jati.

SYARAT TUMBUH KAPULOGO


Tanah yang cocok untuk ditanami kapulogo adalah tanah lempung yang berwarna coklat, memiliki humus tebal dan berdrainase baik. Tanaman ini tidak tahan terhadap genangan air, tanah yang memiliki topografi rata sampai miring dapat ditanami tanaman ini. Di lahan yang berlereng curam, rumpun tanaman yang terbentuk akan berfungsi mengurangi atau menghambat aliran air permukaan yang berlebihan sehingga erosi permukaan dapat ditekan.

Sedangkan untuk iklim, tanaman kapulogo menghendaki kelembaban udara cukup tinggi yaitu 40 – 75%, dengan curah hujan berkisar antara 2500 – 4000 milimeter per tahun. Suhu harian rata-rata darah tempat tumbuh tanaman kapulogo adalah berkisar antara 20 – 30 derajat celcius, dengan intensitas cahaya terbaik bagi pertumbuhan tanaman berkisar antara 30 – 70%. Kelebihan lain dari tanaman kapulogo adalah dapat tumbuh baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Sementara itu untuk memperoleh hasil yang terbaik, ketinggian pada 300 – 500 meter dari permukaan air laut merupakan daerah budidaya yang paling tepat.

BUDIDAYA KAPULOGO


Penyediaan bibit kapulogo umumnya diperbanyak dengan anakan atau tunas baru atau percabangan rizoma yang membentuk tunas. Bibit yang baik adalah tunas yang tingginya lebih kurang 50 cm dengan akar rizoma yang muda dan mata tunasnya banyak, rizoma yang sudah tua pertumbuhannya kurang baik.
Persiapan lubang tanam dilakukan sebulan sebelum penanaman dengan terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan ukuran panjang 50 cm dan dalamnya 40 cm. Sebaiknya 15 hari setelah pembuatan lubang, tanah dikembalikan lagi ke dalam lubang, sebelumnya tanah dicampur dulu dengan pupuk kandang secukupnya.

Waktu tanam yang baik yaitu awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Oktober – Desember. Caranya: bila tanah olahan atau lubang tanam telah tersedia dan bibit telah disiapkan, kemudian buat lubang kecil, letakkan bibit sedalam 10 – 15 cm. Tanah di sekitarnya dipadatkan atau ditimbun dengan memperhatikan tunas agar tidak sampai terganggu (terluka atau patah). Jarak tanam untuk kapulogo bisa digunakan 1m x 1,5m atau 1m x 2m dan juga bisa 1,5m x 2m.

Beberapa pekerjaan penting dalam pemeliharaan kapulogo yang harus dilakukan antara lain: penyiangan rumput atau pengendalian gulma, penggemburan diluar rumpun untuk merangsang perumbuhan anakan rimpang sehingga bisa tumbuh lebih baik, pemotongan daun kering untuk tidak menghalangi penyerbukan bunga, pemotongan batang yang sudah agak tua atau menguning untuk memberi kesempatan batang muda tumbuh dengan baik, pengaturan anakan agar tidak tumpang tindih dan untuk merangsang pertumbuhan bunga atau buah juga unuk mengurangi penguapan pada musim kemarau serta untuk mendapatkan anakan atau bibit baru.

Di masa pemeliharaan ini, yang tidak kalah pentingnya juga pemberian mulsa berupa bahan organik dari jenis tanaman leguminosa. Untuk lebih meningkatkan mutu maka perlu dilakukan pemupukan mengingat tanaman kapulogo termasuk rakus akan unsur hara, sehingga pemupukan sangat diperlukan terutama sekali pupuk organik. Adapun cara dan jumlah pupuk yang diberikan adalah berdasarkan masa pertumbuhan TBM (Tanaman Belum Menghasilkan).

Untuk pemupukan diberikan pada saat pengolahan tanah, dan pada saat penggemburan diluar rumpun sebanyak 1 – 1,5 kg pupuk kandang, pemupukan berikutnya setiap 3 bulan sekali. Bagi tanaman kapulaga yang sudah menghasilkan, pupuk kandang diberikan sebanyak 10 – 15 kg setiap rumpun dan pemberian selanjutnya disesuaikan dengan kondisi tanaman dan lingkungan.

PEMANENAN


Kapulogo dapat memberikan hasil setelah berumur 2 – 3 tahun. Kapulogo berbuah sepanjang tahun sehingga untuk pemanenan ini tidak menentu. Dalam pemanenan kapulogo dikenal istilah panen besar 4 kali dan panen kecil 4 kali yang berlangsung dalam 1 tahun secara berselang-seling. Tanaman dapat dipergunakan sampai umur 10 – 15 tahun. Hasil panen per hektar bisa mencapai 2 – 3 ton buah kering per tahun dan ini berlaku untuk tanaman yang sudah berumur belasan tahun.

Adapun syarat-syarat pemanenan kapulogo adalah buah harus dipanen sebelum benar-benar matang, bila dipanen terlalu matang atau kering, buah akan pecah dan warnanya juga kurang bagus. Waktu panen yang tepat adalah jika buah sudah berwarna merah kekuning-kuningan. 

Cara panen yaitu dengan memotong karangan bunga dibawah dompolan buah. Buah yang sudah dipanen kemudian dijemur sampai kering, sebaiknya jangan terkena sinar matahari langsung atau dikering anginkan.

Friday, March 27, 2015

Budidaya Tanaman Gadung



Bagi beberapa negara, terutama negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat merupakan kebutuhan utama. Bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi adalah yang termasuk pada jenis kacang-kacangan dan jenis umbi-umbian. Salah satu sumber karbohidrat yang ada di Indonesia adalah Umbi Gadung. Gadung termasuk dalam kelompok umbi-umbian dan merupakan bahan makanan yang belum banyak dikenal oleh masyarakat, kecuali masyarakat di pedesaan. Pada umumnya umbi gadung diolah menjadi keripik atau kerupuk sebagai makanan khas daerah untuk oleh-oleh.

Pemanfaatan umbi gadung sebagai bahan makanan masih sangat terbatas, karena umbi gadung mengandung suatu jenis racun, yaitu dioscorin, diosgenin dan dioscin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf, sehingga apabila memakannya akan terasa pusing dan muntah-muntah. Namun dengan dilakukannya penelitian-penelitian terhadap cara penghilangan racun tersebut secara efektif, maka umbi gadung dapat dikonsumsi secara aman.

Di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, banyak dikenal cara untuk menghilangkan racun yaitu merendam umbi gadung ke dalam larutan garam atau abu. Kemudian setelah dijemur dilakukan perendaman di dalam air yang mengalir selama 1 hari. Perendaman ini juga dapat dilakukan pada air yang tidak mengalir dengan cara mengganti air rendaman setiap 4 jam sekali. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air yang mengalir selama 2 hari.

Bagian umbi gadung yang dapat dimakan sekitar 85%. Dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar (basah) mengandung kadar karbohidrat relatif lebih sedikit, tetapi memiliki kadar air dan protein yang lebih tinggi.
Di Indonesia, tanaman gadung belum banyak diusahakan sebagai tanaman pangan, tetapi tanaman gadung tumbuh liar di antara semak-semak atau di hutan.

Berdasarkan warna daging umbinya, gadung dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu gadung putih dan kuning. Contoh gadung putih adalah srintil, betul dan kapur. Sedangkan contoh gadung kuning adalah kunyit dan lada. Jumlah umbi dalam satu kelompok dapat mencapai 30 umbi. Gadung kuning umumnya lebih besar dan padat umbinya bila dibandingkan dengan gadung putih. Sedangkan jumlah umbinya setiap kelompok tidak berbeda dengan gadung putih.

Kandungan Gizi Gadung
Dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar mengandung kadar karbohidrat relatif lebih sedikit, tetapi memiliki kadar air dan kadar protein yang lebih tinggi.


Komposisi Kimia Umbi Gadung
Zat Gizi dalam jumlah (%)
Air                   >  78,00
Karbohidrat   >  18,00
Lemak            >   0,16
Protein           >   1,81
Serat Kasar   >   0,93
Kadar Abu     >   0,69
Diosgenin      >   0,20
Dioscinin       >   0,04

Teknik Budidaya


Secara umum tanaman gadung tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya, namun untuk memperoleh hasil yang tinggi menghendaki syarat tumbuh sebagai berikut:
-    Penyinaran matahari minimal 10 jam per hari
-    Curah hujan 760-1015 mm per tahun
-    Temperatur minimum 10 °C
-    Ketinggian antara 845-1500 m dpl

Gadung dapat tumbuh pada semua jenis tanah, baik latosol, alluvial, maupun podsolik, di mana padi dan jagung kurang bagus tumbuhnya. Gadung biasanya ditanam dalam bentuk tunas yang terdapat pada umbinya. Benih yang baik berasal dari umbi yang baik dan sehat. Untuk memperoleh benih yang baik, tunas harus diambil dari tanaman induk yang memenuhi syarat.

Waktu penanaman adalah pada awal musim hujan, karena pada masa pertumbuhannya memerlukan air yang cukup. Keadaan ini akan berlangsung sampai tanaman berumur 6 bulan, pada umur 8 bulan gadung relatif kurang memerlukan air, bahkan apabila air dalam tanah terlalu banyak akan mempengaruhi pembesaran umbi dan dapat menyebabkan kerusakan umbi.
Dalam penanamannya perlu dibuat tempat untuk menjalar batang. Cara penanamannya yaitu: tunas mengarah ke atas, jangan terkubur dan kedalaman tanah 15-20 cm.

Untuk mendapatkan tanaman yang sehat serta umbinya besar, maka perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dan menutupi umbi yang muncul di permukaan tanah.

Gadung dipanen pada saat umbinya sudah banyak dan relatif sudah besar serta berumur ± 1 tahun. Untuk mengetahui masa tersebut terlihat dari umbinya yang besar dan banyak. Batang pada umbi sudah mati dan siap diganti dengan tunas yang baru.

Thursday, March 5, 2015

Budidaya Temulawak



I. URAIAN TENTANG TANAMAN TEMULAWAK

1.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.

1.2 Deskripsi
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.

II. MANFAAT TANAMAN TEMULAWAK

Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.

III. SENTRA PENANAMAN TEMULAWAK

Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak terutama di lahan yang teduh.

IV. SYARAT PERTUMBUHAN


1. Iklim
> Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
> Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 °C.
> Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.

2. Media Tanam
> Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air.

3. Ketinggian Tempat
> Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada etinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.

V. PEDOMAN BUDIDAYA TEMULAWAK


1. Pembibitan
Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha.
>> Persyaratan Bibit : Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan.
>> Penyiapan Bibit : Tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.
~ Bibit rimpang induk : Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.
~ Bibit rimpang anak : Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak berkurang akibat penyimpanan.

2. Pengolahan Media Tanam
* Persiapan Lahan : Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
* Pembukaan Lahan : Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.
* Pembentukan Bedengan : Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan.
* Pemupukan Organik (sebelum tanam) : Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.

3. Teknik Penanaman
>> Penentuan Pola Tanaman : Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air.
>> Pembuatan Lubang Tanam : Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
~ Cara Penanaman : Satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm..
~ Periode Tanam : Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.

4. Pemeliharaan Tanaman
>> Penyulaman : Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan bibit cadangan.
>> Penyiangan : Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama dan kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul dengan hati-hati.
>> Pembubunan : Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembubunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.
>> Pemupukan Organik : Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.

5. Pengairan dan Penyiraman
Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.

6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama penyakit.

7. Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang tanaman.

VI. HAMA DAN PENYAKIT TEMULAWAK

>> Hama.
Hama temulawak adalah:
~ Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp.),
~ Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.) dan
~ Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart).
Pengendalian: penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.
>> Penyakit.
~ Jamur Fusarium
Penyebab: F. oxysporum Schlecht dan Phytium sp. serta bakteri Pseudomonas sp. Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen.
Gejala: Fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk.
~ Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
~ Penyakit layu
Penyebab: Pseudomonas sp.
Gejala: kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah.
Pengendalian: dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.
~ Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.

>> Pengendalian hama/penyakit secara organik :
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:

** Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
** Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
** Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
** Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
** Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
** Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.

>> Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:

** Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
** Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
** Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
** Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
** Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
** Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

VII. PANEN TEMULAWAK


>> Ciri dan Umur Panen : Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
>> Cara Panen : Tanah disekitar rumpun digali dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya.
>> Periode Panen : Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
>> Perkiraan Hasil Panen : Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20 ton/hektar.

VIII. PASCAPANEN TEMULAWAK

>> Penyortiran Basah dan Pencucian :
*  Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
*  Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadahplastik/ember.

>> Perajangan : Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm.

>> Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau dipanggang. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari.dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.

>> Penyortiran Kering. : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain.

>> Pengemasan : Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya).