Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Monday, September 9, 2013

Acara Adat Bersih Dusun Tepus Somorejo

Pertunjukan gelaran wayang kulit 
jaran kepang/jathilan
Bersih dusun/merti dusun sebenarnya sudah ada dari jaman dulu secara turun temurun. Awalnya dari istilah bersih desa/merti desa namun karena dilaksanakan di tingkat dusun maka menjadi bersih dusun. Pelaksanaan dari bersih desa dilakukan dibulan suro penanggalan jawa/dibulan muharram penanggalan hijriyah.

Berdasarkan penuturan dari beberapa tokoh masyarakat bersih desa sudah ada sejak jaman pemerintahan kelurahan Tepus. Dalam pelaksanaannya baru pada taraf selametan (dalam bahasa jawa ruwat bumi). Dilanjutkan generasi penerusnya dalam pelaksanaan selametan bersih desa diadakan pentas seni jathilan dan seni wayang kulit.

Pada waktu itu Tepus belum menjadi bagian dari desa Somorejo masih kelurahan Tepus dan lurahnya berkedudukan diwilayah Munggangsono, kemudian pada masa penjajahan digabung jadi satu dengan somorejo. Adapun lurah Tepus bernama Raden Sastro Prawiro. Dalam rangka penggabungan kelurahan tersebut dan dengan melestarikan adat tradisi budaya jawa yang telah lama berjalan, maka Lurah R.Sastro mengadakan musyawarah bersama dukuh dan perabot untuk tetap melestarikan adat budaya yang ada.

Pada awalnya tata cara bersih dusun dilakukan dari membersihkan lingkungan rumah dan lingkungan pedukuhan yang dilanjutkan pada makam Ki Noyo Pati dan Nyai Pawit / seorang tokoh dibalik cikal bakal berdirinya Tepus. Namun seiring berjalannya waktu pelaksanaan bersih dusun di Tepus sudah banyak perubahan. Dan sampai saat ini pelaksanaan bersih dusun antara lain :
Foto by Nduri ; kegiatan membersihkan lingkungan
1.      Membersihkan lingkungan
Hal ini dimaksudkan agar lingkungan masyarakat bersih dari sampah-sampah sehingga masyarakat akan terhindar dari berbagai penyakit. Namun yang lebih utama bahwa kita diharapkan tidak hanya bersih lahir saja namun batin juga ikut bersih.
Kemudian diadakan pertunjukan seni jathilan atau kuda lumping.

2.       Ziarah Makam Ki Noyopati dan Nyi Pawit
Dengan bertujuan agar masyarakat selalu ingat kepada tokoh tersebut  dan selalu menghormati beliau sebagai leluhur dan juga mengingatkan pada kita tentang sejarah berdirinya dari sebuah nama Tepus. Dengan harapan kita bisa mensuritauladani beliau dalam perjuangannya babat alas dan menjadi sebuah nama Tepus.

3.       Tahlillan se pedukuhan Tepus
Diadakan dimushola atau dirumah warga yang sudah ditentukan. Acara tahlil dilaksanakan sebulan sebelum acara puncak dimulai yaitu dibulan Besar (Dzulhijah) dan biasanya diadakan pemotongan kambing untuk acara makan bersama.

4.       Selametan atau Kepungan
Selametan atau kepungan ini biasanya dilaksanakan pada siang hari ditempat dimana akan digelar wayang kulit. Masyarakat berduyun-duyun datang dengan membawa tenong yang berisi makanan yang berujud nasi yang dibentuk menjadi golong dan tumpeng, lauk,  buah dan dilengkapi dengan makanan ringan. Adapun yang ketempatan untuk upacara adat bersih dusun, mereka juga mempersiapkan sesaji dan beberapa wujud persembahan.

Doa bersama yang dipimpin oleh bayan/kaum/Rois dilaksanakan setelah wayang kulit dimulai dengan cara menghentikan sementara pagelaran wayang tersebut. Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa upacara adat jawa tekandung makna kias yang dalam dengan simbol-simbol namun sebenarnya banyak makna yang bisa diambil tuntunannya didalamnya.

Dengan diadakan selametan atau kepungan ini merupakan perwujudan syukur kepada Yang Maha Kuasa dan juga wujud dari kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat yang dalam istilah jawa " saiyek saeka proyo ". Mereka berkumpul bersama, berdoa bersama untuk nenek moyang yang telah meninggalkan kita, berdoa bersama untuk keselamatan semua warga masyarakat dan juga berdoa bersama untuk kemajuan segenap warga masyarakat agar diberi limpahan rahmat baik rahmat sehat, selamat dunia dan akhirat dan juga rahmat dengan wujud sejahtera lahir dan batin yang akhirnya akan sejahtera didunia dan sejahtera diakhirat.

5.       Pagelaran wayang Kulit Sehari Semalam
Puncak dari acara bersih dusun atau merti dusun ini adalah dengan digelarnya wayang kulit ini. Hal ini dilaksanakan sebagai wujud rasa suka cita atas hasil bumi yang telah didapatkan juga bertujuan untuk melestarikan salah satu bentuk budaya daerah, khususnya budaya jawa. Dipilihnya wayang kulit sebagai puncak acara upacara adat ini karena wayang kulit merupakan budaya yang tidak hanya sekedar tontonan namun juga berisi tuntunan dan juga dengan tatanan.

Pagelaran ringgit purwo
Tontonan adalah hiburan yang bisa dilihat dengan mata dan akan membuat kita merasa senang dan terhibur. Dengan melihat wayang kulit kita akan terhibur, banyak kreasi yang muncul dan guyonan yang membuat kita bisa tertawa sehingga pikiran menjadi segar.

Tuntunan dalam cerita wayang kulit banyak hikmah yang bisa kita ambil, banyak suri tauladan dari tokoh pewayangan yang dapat kita contoh, banyak wejangan yang bisa kita ambil maknanya sampai pada informasi terkinipun dapat disebar luaskan lewat wayang kulit ini. Bahkan penyebaran agamapun bisa dilakukan dengan media ini.

Tatanan, pagelaran wayang kulit tidak hanya asal-asalan namun ada patokan-patokan yang mesti dilakukan, dalam istilah jawanya pakem. Baik dari dalang, waranggono, maupun pemain musiknya. Ada aturan-aturan khusus yang mereka lakukan. Inilah keunikan budaya jawa. Sehingga kenapa generasi muda banyak yang tidak suka dengan budayanya sendiri karena mereka berfikir ini sangat sulit, pelik, rumit, ribet dan kuno. Namun tanpa kita mau melestarikan maka budaya akan hilang dan kita akan kehilangan jati diri.
Begitulah kira-kira gambaran tentang upacara adat bersih dusun atau merti dusun yang ada didusun Tepus, pada intinya bahwa segala bentuk upacara adat didalamnya terkandung pesan moral yang sangat dalam, tidak bisa dimaknai dari segi fisik kegiatan semata namun lebih pada pendekatan estetika dan norma adat yang ada. Karena adat istiadat dan budaya sebuah bangsa adalah pencerminan dari tata etika dan norma bangsa itu sendiri.
Sebagai mana para pujangga bilang “ ARUMING BANGSA MERGA SAKA LUHURING BUDAYA ”.

Tuesday, August 6, 2013

Jalur 30 Somorejo


Mengingatkan masa sekolah menengah yang membutuhkan perjuangan yang luar biasa untuk bisa sampai kesekolahan dikarenakan jarak tempuh yang terlalu jauh untuk para siswa khususnya yang dari dusun Tepus desa somorejo.
Bisa dibayangkan para siswa berangkat dari rumah pukul 05.00 pagi dan harus berjalan dengan jarak tempuh kurang lebih 5 - 7 km hanya untuk mendapatkan jam pertama pemberangkatan kopada menuju kesekolahan untuk menghindari keterlambatan saat masuk sekolah.
Dan yang menarik adalah saat penumpang didalam kopada penuh para siswa sekolah naik diatap kopada,mungkin wajar kalau hanya 1 atau 2 orang saja akan tetapi ini sebuah fakta,penumpang yang diatap bisa lebih banyak dari penumpang yang didalam.sebuah ironi angkutan pedesaan yang jumlahnya sangat minim tak sebanding dengan jumlah pengguna/penumpang kala itu.

Jalur 30 Purworejo-krendetan-somorejo-pp
Sekarang kondisinya berbalik, sesuai dengan berkembangnya ekonomi para warga secara tidak disadari sudah merubah keadaan pada masa yang lalu, ini ditandai dengan para warga sudah menggunakan kendaraan bermotor pribadi apabila ingin bepergian atau kepasar bahkan kesekolah.Dan sebuah ironi angkudes/kopada tarikanmu kini tak seramai dulu.

Angkudes desa somorejo
Kopada jalur 30

Monday, July 22, 2013

Bali Ndeso Mbangun Deso



Motto Bali Ndeso Mbangun Deso ( kembali ke desa membangun desa ) bagi orang Jawa pada umumnya dan Jawa Tengah pada khususnya, bukanlah motto yang susah untuk dimaknai. Motto itu menggunakan bahasa Jawa sehari-hari, mengandung makna yang gampang dicerna serta mengandung semangat untuk bekerja

Lebih-lebih dalam kurun beberapa tahun terakhir ini, motto Bali Ndeso Mbangun Deso seolah membumi di Jawa Tengah dan muncul hampir di semua kesempatan pertemuan apakah itu pertemuan antar para pejabat, pertemuan pejabat dengan rakyat atau pertemuan di kalangan rakyat sendiri. Tidak heran, karena motto itu dipopulerkan oleh Gubernur Jawa Tengah H. Bibit Waluyo, bahkan sudah populer sebelum H. Bibit Waluyo menjabat sebagai Gubernur, karena motto itu digunakan sebagai program yang ditawarkan H. Bibit Waluyo kepada rakyat untuk menuju Jawa Tengah 1 pada Pilgub tahun 2008 yang lalu. Oleh karena itu, motto Bali Ndeso Mbangun Deso menjadi identik dengan sosok H. Bibit Waluyo.

Berawal dari keprihatinan melihat masih banyaknya penduduk miskin, pengangguran, penyandang masalah kesejahteraan sosial, padahal Jawa Tengah merupakan provinsi yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Di perlukan reorientasi kebijakan pembangunan yang mengarah kepada pembangunan pedesaan.

65 % masyarakat Jawa Tengah berdomisili di pedesaan dan mayoritas bermata pencaharian pada sektor pertanian dalam arti luas, yang meliputi pertanian lahan basah dan kering, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan serta usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan industri padat karya. Sisi lain yang amat strategis karena desa merupakan miniatur Negara serta penyangga kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, bahkan pertahanan dan keamanan Negara.

Konsep Bali Ndeso Mbangun Deso mengandung pengertian untuk mengarahkan kembali orientasi pembangunan ke pedesaan yang bersifat menyeluruh, terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia, alam, lingkungan, sosial, budaya, politik dan kewilayahan.

Dengan mengerahkan potensi masyarakat Jawa Tengah yang memiliki pengetahuan, keterampilan, tekhnologi dan informasi untuk ditularkan kepada masyarakat pedesaan. Demikian pula bagi mereka yang memiliki kekayaan atau modal besar, dapat memberikan bantuan modal usaha atau bertindak sebagai bapak angkat guna melindungi, memasarkan dan mengembangkan usaha produktif yang dilakukan masyarakat pedesaan.

Bali Ndeso Mbangun Deso sebagai gerakan pembangunan untuk pemberdayaan masyarakat desa, harapannya agar masyarakat desa bangkit, kreatif, inovatif dan bekerja keras serta mampu mendayagunakan potensi sumberdaya yang ada di desanya masing-masing untuk kemajuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.