Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Friday, March 27, 2015

Budidaya Tanaman Gadung



Bagi beberapa negara, terutama negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat merupakan kebutuhan utama. Bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi adalah yang termasuk pada jenis kacang-kacangan dan jenis umbi-umbian. Salah satu sumber karbohidrat yang ada di Indonesia adalah Umbi Gadung. Gadung termasuk dalam kelompok umbi-umbian dan merupakan bahan makanan yang belum banyak dikenal oleh masyarakat, kecuali masyarakat di pedesaan. Pada umumnya umbi gadung diolah menjadi keripik atau kerupuk sebagai makanan khas daerah untuk oleh-oleh.

Pemanfaatan umbi gadung sebagai bahan makanan masih sangat terbatas, karena umbi gadung mengandung suatu jenis racun, yaitu dioscorin, diosgenin dan dioscin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf, sehingga apabila memakannya akan terasa pusing dan muntah-muntah. Namun dengan dilakukannya penelitian-penelitian terhadap cara penghilangan racun tersebut secara efektif, maka umbi gadung dapat dikonsumsi secara aman.

Di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, banyak dikenal cara untuk menghilangkan racun yaitu merendam umbi gadung ke dalam larutan garam atau abu. Kemudian setelah dijemur dilakukan perendaman di dalam air yang mengalir selama 1 hari. Perendaman ini juga dapat dilakukan pada air yang tidak mengalir dengan cara mengganti air rendaman setiap 4 jam sekali. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air yang mengalir selama 2 hari.

Bagian umbi gadung yang dapat dimakan sekitar 85%. Dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar (basah) mengandung kadar karbohidrat relatif lebih sedikit, tetapi memiliki kadar air dan protein yang lebih tinggi.
Di Indonesia, tanaman gadung belum banyak diusahakan sebagai tanaman pangan, tetapi tanaman gadung tumbuh liar di antara semak-semak atau di hutan.

Berdasarkan warna daging umbinya, gadung dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu gadung putih dan kuning. Contoh gadung putih adalah srintil, betul dan kapur. Sedangkan contoh gadung kuning adalah kunyit dan lada. Jumlah umbi dalam satu kelompok dapat mencapai 30 umbi. Gadung kuning umumnya lebih besar dan padat umbinya bila dibandingkan dengan gadung putih. Sedangkan jumlah umbinya setiap kelompok tidak berbeda dengan gadung putih.

Kandungan Gizi Gadung
Dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar mengandung kadar karbohidrat relatif lebih sedikit, tetapi memiliki kadar air dan kadar protein yang lebih tinggi.


Komposisi Kimia Umbi Gadung
Zat Gizi dalam jumlah (%)
Air                   >  78,00
Karbohidrat   >  18,00
Lemak            >   0,16
Protein           >   1,81
Serat Kasar   >   0,93
Kadar Abu     >   0,69
Diosgenin      >   0,20
Dioscinin       >   0,04

Teknik Budidaya


Secara umum tanaman gadung tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya, namun untuk memperoleh hasil yang tinggi menghendaki syarat tumbuh sebagai berikut:
-    Penyinaran matahari minimal 10 jam per hari
-    Curah hujan 760-1015 mm per tahun
-    Temperatur minimum 10 °C
-    Ketinggian antara 845-1500 m dpl

Gadung dapat tumbuh pada semua jenis tanah, baik latosol, alluvial, maupun podsolik, di mana padi dan jagung kurang bagus tumbuhnya. Gadung biasanya ditanam dalam bentuk tunas yang terdapat pada umbinya. Benih yang baik berasal dari umbi yang baik dan sehat. Untuk memperoleh benih yang baik, tunas harus diambil dari tanaman induk yang memenuhi syarat.

Waktu penanaman adalah pada awal musim hujan, karena pada masa pertumbuhannya memerlukan air yang cukup. Keadaan ini akan berlangsung sampai tanaman berumur 6 bulan, pada umur 8 bulan gadung relatif kurang memerlukan air, bahkan apabila air dalam tanah terlalu banyak akan mempengaruhi pembesaran umbi dan dapat menyebabkan kerusakan umbi.
Dalam penanamannya perlu dibuat tempat untuk menjalar batang. Cara penanamannya yaitu: tunas mengarah ke atas, jangan terkubur dan kedalaman tanah 15-20 cm.

Untuk mendapatkan tanaman yang sehat serta umbinya besar, maka perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dan menutupi umbi yang muncul di permukaan tanah.

Gadung dipanen pada saat umbinya sudah banyak dan relatif sudah besar serta berumur ± 1 tahun. Untuk mengetahui masa tersebut terlihat dari umbinya yang besar dan banyak. Batang pada umbi sudah mati dan siap diganti dengan tunas yang baru.

Thursday, March 5, 2015

Budidaya Temulawak



I. URAIAN TENTANG TANAMAN TEMULAWAK

1.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Keluarga : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.

1.2 Deskripsi
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm.

II. MANFAAT TANAMAN TEMULAWAK

Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6-2,2 % kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.

III. SENTRA PENANAMAN TEMULAWAK

Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak terutama di lahan yang teduh.

IV. SYARAT PERTUMBUHAN


1. Iklim
> Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.
> Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 °C.
> Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.

2. Media Tanam
> Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air.

3. Ketinggian Tempat
> Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada etinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.

V. PEDOMAN BUDIDAYA TEMULAWAK


1. Pembibitan
Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpang-rimpangnya baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha.
>> Persyaratan Bibit : Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10 -12 bulan.
>> Penyiapan Bibit : Tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak.
~ Bibit rimpang induk : Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam.
~ Bibit rimpang anak : Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, meyiraminya dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak berkurang akibat penyimpanan.

2. Pengolahan Media Tanam
* Persiapan Lahan : Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam.
* Pembukaan Lahan : Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan kunyit. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur.
* Pembentukan Bedengan : Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika temulawak akan ditanam di musim hujan.
* Pemupukan Organik (sebelum tanam) : Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman.

3. Teknik Penanaman
>> Penentuan Pola Tanaman : Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air.
>> Pembuatan Lubang Tanam : Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm.
~ Cara Penanaman : Satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm..
~ Periode Tanam : Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang. Penanaman pada di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya.

4. Pemeliharaan Tanaman
>> Penyulaman : Tanaman yang rusak/mati diganti oleh bibit yang sehat yang merupakan bibit cadangan.
>> Penyiangan : Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan makanan dan air. Peyiangan pertama dan kedua dilakukan pada dua dan empat bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul dengan hati-hati.
>> Pembubunan : Kegiatan pembubunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembubunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembubunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan.
>> Pemupukan Organik : Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.

5. Pengairan dan Penyiraman
Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering.

6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida dilakukan jika telah timbul gejala serangan hama penyakit.

7. Pemulsaan
Sedapat mungkin pemulsaan dengan jerami dilakukan diawal tanam untuk menghindari kekeringan tanah, kerusakan struktur tanah (menjadi tidak gembur/padat) dan mencegah tumbuhnya gulma secara berlebihan. Jerami dihamparkan merata menutupi permukaan tanah di antara lubang tanaman.

VI. HAMA DAN PENYAKIT TEMULAWAK

>> Hama.
Hama temulawak adalah:
~ Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp.),
~ Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn.) dan
~ Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart).
Pengendalian: penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 %.
>> Penyakit.
~ Jamur Fusarium
Penyebab: F. oxysporum Schlecht dan Phytium sp. serta bakteri Pseudomonas sp. Berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen.
Gejala: Fusarium menyebabakan busuk akar rimpang dengan gejala daum menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk.
~ Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. Fungisida yang dapat dipakai adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1 - 0.2 %.
~ Penyakit layu
Penyebab: Pseudomonas sp.
Gejala: kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah.
Pengendalian: dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1 -0.2%.
~ Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.

>> Pengendalian hama/penyakit secara organik :
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sbb:

** Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman
** Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
** Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
** Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
** Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
** Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.

>> Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:

** Tembakau (Nicotiana tabacum ) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
** Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
** Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
** Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
** Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
** Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

VII. PANEN TEMULAWAK


>> Ciri dan Umur Panen : Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
>> Cara Panen : Tanah disekitar rumpun digali dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya.
>> Periode Panen : Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
>> Perkiraan Hasil Panen : Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20 ton/hektar.

VIII. PASCAPANEN TEMULAWAK

>> Penyortiran Basah dan Pencucian :
*  Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
*  Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadahplastik/ember.

>> Perajangan : Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm.

>> Pengeringan : Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau dipanggang. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari.dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.

>> Penyortiran Kering. : Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain.

>> Pengemasan : Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya).

Wednesday, March 4, 2015

Budidaya Kimpul / Enthik


Kimpul atau enthik itu sebutan orang jawa. Yang lebih dikenal mungkin adalah talas. Daunnya lebar, tulang daunnya tipe jari, bartangkai panjang, dan dipermukaan daun sebelah atas dilapisi selaput lilin. Makanya ada istilah seperti air di atas daun talas untuk menyebut orang yang tak berpendirian.

Alam kita menyediakan begitu banyak bahan makanan, terutama sumber karbohidrat selain beras. Sebut saja ganyong, garut, gembili, suweg, uwi, kimpul dan lainnya. Namun makanan tradisional tersebut masih sulit menggantikan beras, meskipun nilai gizinya tidak kalah dari beras.

Sebetulnya kekayaan negeri ini sebagai cadangan karbohidrat istimewa sangatlah melimpah namun kita tak menyadarinya. Jika selama ini sumber karbohidrat utama masyarakat kita berasal dari tanaman padi , jagung, atau sebagian kentang, maka sumber karbohidrat alternative nampaknya perlu kita budidayakan mengingat banyak tanaman sumber karbohidrat selain padi, jagung dan lainnya yang sangat mudah di-budidayakan dan tidak terlalu membutuhkan lahan khusus.

Salah satunya kimpul/enthik (Xanthosoma Sp) atau dalam istilah Inggris disebut blue taro. Sebagian masyarakat menyebutnya talas kimpul. Kimpul/enthik cocok hidup di tanah yang tidak tergenang air. Selain rasanya gurih dan lezat, tanaman berdaun lebar serupa dengan talas ini rendah karbohidrat dan rendah lemak. Dengan demikian rendah pula kandungan glukosanya sehingga cocok bagi penderita diabetes melitus. Berdasarkan penelitian, dengan kandungan gizi yang ada dalam kimpul/enthik cocok pula untuk penderita penyakit degeneratif lainnya seperti jantung, osteoporosis dan hipertensi.


Pohon kimpul/enthik ( orang jawa sebagian menyebutnya " lompong " ) juga bisa dimanfaatkan sebagai sayuran dan berserat tinggi sangat cocok bagi penderita gangguan pencernaan.

Dalam setiap 100 gram kimpul/enthik mengandung karbohidrat sebesar 23,7 gr, lebih rendah dibanding beras (78,9 gr), terigu (77,3 gr) dan jagung kuning (63,6 gr). Keunggulan yang lain dari kimpul/enthik, mengandung kalsium lebih tinggi (47 mg) dibanding beras (10 mg), terigu (16 mg) dan jagung kuning (9 mg).Dibanding beras, terigu dan jagung kuning, hanya kimpul/enthik yang mengandung vitamin C yaitu 4 mg dalam setiap 100 gramnya (sumber pustaka Widowati dan Suyanti, 2002). Harga kimpul/enthik lebih murah dibanding beras, singkong ataupun ubi jalar. Sehingga cocok pula untuk makanan pokok alternative.

Kimpul/enthik adalah salah satu jenis talas-talasan yang tumbuh pada kondisi :

• Kandungan humus dan air cukup (tanaman kimpul/enthik menghendaki tumbuh ditanah kering dan cukup air tetapi tidak becek atau pada kondisi lembab)

• PH tanah antara 5,5-5,6

• Tumbuh optimal pada ketinggian 250 – 1.100 meter dpl

• Dapat tumbuh diberbagai curah hujan, tapi optimum pada curah hujan rata-rata 1000 mm per tahun

• Suhu optimum pertumbuhan 21-27 °C.

Untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi memang dibutuhkan berbagai persyaratan lahan yang baik, kimpul/enthik bisa ditanam di tanah-tanah pekarangan ataupun sepetak tanah yang tak dimanfaatkan.

Dengan sedikit pengolahan tanah yang standard (saat membuat lubang tanam) dan memberikan pupuk kandang yang cukup (kurang lebih 0,5 kg/ lubang),hingga waktu 7-9 bulan kedepan akan kita dapatkan hasil yang lebih baik meskipun hanya kita tanam di lahan yang terbatas.