Pages

Friday, May 1, 2015

Turi-Turi Putih Warisan Eyang Giri



Bagi masyarakat Jawa, peninggalan wali sanga berupa lagu “Turi-turi Putih” sudah tidak asing lagi. Bahkan ada sebagian masyarakat menyelinginya dengan bacaan shalawat. Lagu tersebut merupakan peninggalan wali songo, khususnya Sunan Giri. Memang tak ada bukti valid soal itu, tetapi satu hal bahwa lagu tersebut begitu populer dan digemari masyarakat. Jauh lebih penting dari itu, ternyata lagu tersebut mengandung pesan ajaran kearifan, kesadaran akan kematian, akan amal setelah manusia meninggal.

Begitulah pesan Jadi tembang bagi kanjeng Sunan Giri bukan sekedar bunyi dan irama yang enak didengar, tetapi pesan yang disimpan jauh lebih membekas dan membuat orang begitu menghayati lagu tersebut.

“Turi-turi putih,
Ditandur neng kebon agung,
Turi-turi putih
Ditandur ning kebon agung
Cumleret tiba nyemplung
Gumlundhung kembange opo,
Mbok iro,
Mbok iro,
Mbok iro,
Kembange opo?”

Terjemahan :
TURI-TURI PUTIH
Turi, artinya tak aturi: (saya kasih tahu).
Putih itu simbolisme dari kain kafan/ pocongan: orang mati yang dibungkus dengan kain kafan (kain mori warna putih).
Arti selengkapnya: Saya kasih tahu, bahwa kelak manusia itu akan mati.

DITANDUR NING KEBUN AGUNG: di tanam di kebon agung,
Artinya mati di kubur di sebuah makam.

CUMLERET TIBO NYEMPLUNG:
Sebuah gambaran dari orang mati yang sedang dimasukkan dalam kuburan waktunya cepat seperti kilat jatuh

GUMLUNDUNG KEMBANGE OPO
Maksudnya, setelah orang yang mati itu selesai dikubur, maka kemudian akan diberi pertanyaan oleh malaikat soal amal perbuatannya.

MBOK IRO
MBOK IRO
MBOK IRO
KEMBANGE OPO?
Mbok iro, adalah simbol manusia yang sudah meninggal, selalu akan ditanya:
Amal apa yang sudah Kamu diperbuat?
Bekal apa yang akan kamu dibawa?

Begitulah, makna yang bisa diambil dari lagu tersebut. Namun, pada perkembangannya, sudah dimunculkan jawaban-jawabannya. Misalnya adalah lirik tambahan yang bukan karya kanjeng sunan, seperti:

Mbok iro mbok iro mbok iro kembange opo?
Kembang-kembang m’lathi
Kembang m’lathi dironce-ronce
Orang mati pada kelihatannya (biasanya) adalah membawa bunga melati yang dirangkai, dikalungkan pada peti jenazah.

Namun bukan itu yang sebenarnya yang dikehendaki Kanjeng sunan giri. Tetapi amal ketika hidup.

Maka lirik tambahan selanjutnya adalah:
Sing kene setengah mati
Sing kono ‘ra piye piye
Yang ada di sini (di dunia) susah setengah mati, tetapi yang di sana tidak ada apa-apa.
Ini adalah pandangan mata manusia pada umumnya.

Bagi mereka yang mau belajar dan mencari hikmah, justru hidup di dunia ini adalah kesusahan dalam rangka mempersiapkan amal kelak meninggal. Jika itu bisa dilakukan, maka benar adanya di sana dia tidak ada masalah yang berarti (sing kana ra piye piye) tetapi jika tidak ada amal, justru kehidupan di sanalah yang akan susah setengah mati.

Manusia lupa, bahwa dikubur siksanya setengah mati, tapi mereka hidup " ra piye-piye " tidak melakukan tindakan dan amalan yang baik untuk bekal di alam kubur nanti.

Sebaik-baiknya peringatan adalah kematian.

Syair tambahan Turi-Turi putih

Kembang mlati kembang mlati
Kembang mlati dironce-ronce

Ana kuburan setengah mati
Sing urip ora piye-piye

Kembang Kenanga kembang semboja
Disebar duwur kuburan

Dadi manungsa enggal tobato
Bali marang pengeran

Kembang puring kembang lancur
Ditandur sanding maisan

Sapa sing eling bakale mujur
Nikmat suwarga tanpa watesan

No comments:

Post a Comment