Pemanfaatan umbi gadung sebagai bahan makanan masih sangat terbatas, karena umbi gadung mengandung suatu jenis racun, yaitu dioscorin, diosgenin dan dioscin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf, sehingga apabila memakannya akan terasa pusing dan muntah-muntah. Namun dengan dilakukannya penelitian-penelitian terhadap cara penghilangan racun tersebut secara efektif, maka umbi gadung dapat dikonsumsi secara aman.
Di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan, banyak dikenal cara untuk menghilangkan racun yaitu merendam umbi gadung ke dalam larutan garam atau abu. Kemudian setelah dijemur dilakukan perendaman di dalam air yang mengalir selama 1 hari. Perendaman ini juga dapat dilakukan pada air yang tidak mengalir dengan cara mengganti air rendaman setiap 4 jam sekali. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air yang mengalir selama 2 hari.
Bagian umbi gadung yang dapat dimakan sekitar 85%. Dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar (basah) mengandung kadar karbohidrat relatif lebih sedikit, tetapi memiliki kadar air dan protein yang lebih tinggi.
Di Indonesia, tanaman gadung belum banyak diusahakan sebagai tanaman pangan, tetapi tanaman gadung tumbuh liar di antara semak-semak atau di hutan.
Berdasarkan warna daging umbinya, gadung dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu gadung putih dan kuning. Contoh gadung putih adalah srintil, betul dan kapur. Sedangkan contoh gadung kuning adalah kunyit dan lada. Jumlah umbi dalam satu kelompok dapat mencapai 30 umbi. Gadung kuning umumnya lebih besar dan padat umbinya bila dibandingkan dengan gadung putih. Sedangkan jumlah umbinya setiap kelompok tidak berbeda dengan gadung putih.
Kandungan Gizi Gadung
Dibandingkan dengan singkong, umbi gadung segar mengandung kadar karbohidrat relatif lebih sedikit, tetapi memiliki kadar air dan kadar protein yang lebih tinggi.
Komposisi Kimia Umbi Gadung
Zat Gizi dalam jumlah (%)
Air > 78,00
Karbohidrat > 18,00
Lemak > 0,16
Protein > 1,81
Serat Kasar > 0,93
Kadar Abu > 0,69
Diosgenin > 0,20
Dioscinin > 0,04
Teknik Budidaya
Secara umum tanaman gadung tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya, namun untuk memperoleh hasil yang tinggi menghendaki syarat tumbuh sebagai berikut:
- Penyinaran matahari minimal 10 jam per hari
- Curah hujan 760-1015 mm per tahun
- Temperatur minimum 10 °C
- Ketinggian antara 845-1500 m dpl
Gadung dapat tumbuh pada semua jenis tanah, baik latosol, alluvial, maupun podsolik, di mana padi dan jagung kurang bagus tumbuhnya. Gadung biasanya ditanam dalam bentuk tunas yang terdapat pada umbinya. Benih yang baik berasal dari umbi yang baik dan sehat. Untuk memperoleh benih yang baik, tunas harus diambil dari tanaman induk yang memenuhi syarat.
Waktu penanaman adalah pada awal musim hujan, karena pada masa pertumbuhannya memerlukan air yang cukup. Keadaan ini akan berlangsung sampai tanaman berumur 6 bulan, pada umur 8 bulan gadung relatif kurang memerlukan air, bahkan apabila air dalam tanah terlalu banyak akan mempengaruhi pembesaran umbi dan dapat menyebabkan kerusakan umbi.
Dalam penanamannya perlu dibuat tempat untuk menjalar batang. Cara penanamannya yaitu: tunas mengarah ke atas, jangan terkubur dan kedalaman tanah 15-20 cm.
Untuk mendapatkan tanaman yang sehat serta umbinya besar, maka perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dan menutupi umbi yang muncul di permukaan tanah.
Gadung dipanen pada saat umbinya sudah banyak dan relatif sudah besar serta berumur ± 1 tahun. Untuk mengetahui masa tersebut terlihat dari umbinya yang besar dan banyak. Batang pada umbi sudah mati dan siap diganti dengan tunas yang baru.
Gadung termasuk dalam kelompok umbi-umbian dan merupakan bahan makanan yang belum banyak dikenal oleh masyarakat, kecuali masyarakat di pedesaan. Pada umumnya umbi gadung diolah menjadi keripik atau kerupuk sebagai makanan khas daerah untuk oleh-oleh.
ReplyDelete