Welcome To Tepus Somorejo Bagelen

Saturday, July 1, 2017

Lebaran Ditanah Rantau

     Ketika suara takbir terdengar berkumandang saling bersahutan, sepatah kata pun tak ada yang sanggup terucapkan dimalam takbir hari raya. Kita adalah orang yang akan dipaksa untuk kuat karena kita sebagai perantau. Namun sekuat apapun kita jika suara takbir berkumandang akan sangat berasa terenyuh dan membuat air mata menetes jika perantauan masih menjadi saksi hidupnya.

"Kita tidak takut untuk lebaran sendiri di tanah perantauan. Namun yang kita rasakan adalah ketika air mata harus menetes di saat suara takbir berkumandang tanpa keluarga disampingnya".

"Bagi Perantau, ketika suasana malam takbir adalah malam yang menyedihkan dinegeri orang".

"Bertahan dikampung orang bukan berarti
 tak rindu kampung halaman".

"Lebaran idul fitri di tanah yang jauh dari kampung halaman, menyadarkan bahwa hidup ini adalah perjuangan".

"Banyak orang bahagia menyambut hari kemenangan. Namun bagi perantau ada kesedihan karena tak bisa berkumpul dengan keluarga".

"Demi tugas yang diembannya harus lebaran dikampung orang, itulah jiwa perantau".

"Rasa rindu dipeluk sosok ibu, rasa kangen kepada bapak, ibu serta sanak saudara dan handai taulan. Namun menyadari hidup ini adalah perjalanan yang harus dilaksanakan dari garis Sang Illahi".

"Dan rasa yakin kesedihan akan membawa kebahagiaan suatu saat nanti. Karena ini adalah jalan pembuktian dan pengabdian".

"Bagi perantau ini adalah suatu perjalanan hidup yang orang lain mungkin tak pernah bisa merasakan akan hal ini".

     Semoga di lebaran idhul fitri berikutnya ada kesempatan untuk bisa berkumpul bersama keluarga dikampung halaman.

Saturday, June 10, 2017

Menahan Rindu Itu Memang Berat

Rindu itu berat gaeess
     Lazimya setiap perpisahan pasti ada pertemuan begitu pula setiap kepergian pasti ada kepulangan, betul kan gaeesss. Dan moment hari raya merupakan kesempatan bagi siapapun untuk kembali pulang ke tempat asal kelahiran atau kampung halaman. Berkumpul bersama keluarga saling bersilaturahmi sesama sanak famili dan handai taulan saling berbagi cerita sambil bersenda gurau sesama saudara. Sepertinya hal ideal seperti ini mudah untuk dilakukan. Nyatanya tidak, terbukti masih banyak yang tak kuasa untuk mewujudkannya. Banyak ragam alasan yang menjadi penyebabnya.
     Setiap orang mempunyai alasan tersendiri mengapa harus bertahan didaerah orang lain ketimbang ditempat kelahirannya sendiri. Sejatinya sejauh apapun mereka berada tidak akan pernah lupa dimana dilahirkan dan sesungguhnya kerinduan akan kampung halaman amat sangat mendalam karena memang rindu itu sungguh berat gaeesss,,, terlebih saat ketika moment-moment perayaan hari besar seperti hari raya idul fitri.
     Setiap orang memiliki kepedulian terhadap tanah kelahiranya sesuai dengan caranya masing-masing , ketika tekad sudah bulat tidak ada keraguan untuk melangkahkan kaki meninggalkan kampung halaman untuk mencari sebuah pengalaman. Dengan tekad yang luar biasa selayaknya diimbangi dengan tekad suatu saat nanti akan kembali lagi ke kampung halaman membawa berjuta pengalaman dan sebuah harapan perubahan.
     " Rindu itu memang berat dan tak semua orang sanggup menahannya ".
Tetapi dengan menahan rasa rindu akan membawa sebuah perubahan untuk kampung halaman, dengan menahan rasa rindu untuk membangun tanah kelahiran berbekal pengalaman. 
Tanah kelahiranku, telah lama aku pergi meninggalkanmu, tetapi rasa cintaku takkan hilang dan kesetiaanku akan selalu terbawa hingga sampai matiku. Terimakasih atas segala yang kau berikan sejak ku terlahirkan. Dengan segala daya dan upaya akan ku coba untuk mempertahankan pesona keindahanmu sesampainya ajal maut menjemputku. Karena kaulah harga diriku. Tepus Somorejo kau selalu dihatiku.

Friday, May 5, 2017

Mengembalikan Rasa Mie Instan Ke Era 90an

Oke gaeesss... hallo semuanya dan semuanya hallo...

     Sebagai warga Indonesia tentunya mengenal beragam macam makanan cepat saji, banyak jenis makanan cepat saji yang dijual diberbagai gerai penjualan salah satu diantaranya dan menjadi favorit semua kalangan yaitu Mie instan.
     Berbicara soal mie instan tentu sangat erat kaitannya dengan berbagai macam citarasa dan aromanya. Yang pastinya pihak produsen faham betul tentang citarasa karena berurusan dengan banyak lidah para konsumennya, maka dari itu para produsen mengutamakan citarasa  itu dari dulu hingga sekarang jangan sampai berubah citarasa dari mie instan yang diproduksinya tersebut.
     Permasalahannya muncul dikonsumennya, dengan berbagai macam cara memasaknya ditambah lagi dengan campuran bahan lain diluar bawaan produk mie instan tersebut, seperti yang dialami "guwe" dan mungkin ada juga yang merasakan hal yang sama seperti "guwe" (terbawa bahasa rantau bro) kaya mas Purno pemeran sitkom TOP (tukang ojek pengkolan).
     Pernah suatu ketika guwe memasak mie rebus seperti kebanyakan orang umumnya, dengan cara memanaskan air pada panci hingga mendidih lalu mie dimasukan kedalamnya sembari nunggu beberapa menit, bumbu diracik pada mangkok, setelah mie kelihatan matang lalu tuang pada mangkok kemudian diaduk agar bumbu bercampur, siap dah hidangan mie rebus guwe.
     Setelah dirasakan dengan seksama dibanding-bandingkan dengan masakan mie instan yang sebelum-sebelumnya sampai mengingat-ingat masakan mie instan jaman dulu ketika masih kecil diera 90an, muncullah statmen " mie instan sekarang gak seenak dulu ya, rasanya beda". Dan itu di Aamiini oleh beberapa orang disekitar guwe begini " iya, enakan mie instan jaman dulu kalau dikampung, bumbunya terasa".
     Kebetulan guwe merantau bro,,, untuk menelusuri lebih lanjut tentang rasa mie instan yang berbeda dengan rasa mie instan jaman dulu, Guwe sampai meneliti. Widiihh,,, jadi penelitian dimulai dari segi cuaca dengan asumsi suhu dikampung kan dingin dan dikota panas mungkin itu bisa mempengaruhi, ternyata setelah dilakukan metode masak mie instan sama seperti umumnya dan disuhu dingin dikampung hasilnya rasa tetap sama dengan metode masak umumnya disuhu panas yang dikota dan tetap beda dengan citarasa mie instan jaman dulu. "Guwe mikiirr lagi".
     Sekian lama mengingat-ingat ketika jaman dulu " ngemie " diwaroeng Simbah Muni (almrh), terlintas ingat sedikit mengenai metode urutan penyajian mie instan dan guwe mencoba metode itu dan hasilnya memang diluar dugaan, citarasa mie instan jaman dulu benar-benar bisa dirasakan. Sungguh nikmat yang luarr biasa, sangat terasa bumbu serta aromanya.

proses membuat mie com
     Mau tau gaeesss,,, metode penyajian mie instan jaman dulu?
Awalnya siapkan mie instan yang disukai lalu buka bungkusnya dengan cara tidak merusak bungkusnya/digunting bagian atas bungkusnya lalu keluarkan bumbu-bumbunya, lalu potek (dipatahkan) mie menjadi 4 bagian dengan tetap didalam bungkusnya, siapkan air mendidih dan tuang ke dalam bungkusnya dan jepit bungkus mie instan atau diikat tunggu 3 - 5 menit, kemudian tuang kedalam mangkok lalu masukkan bumbunya dan aduk sampai bumbunya campur.

     Mie instan siap dinikmati dengan sensasi rasa jaman dulu era tahun 90an. Dan uniknya meskipun ditambah dengan campuran lain bumbu dan chilinya serta aromanya tetap berasa. Menurut Guwe, ini namanya bukan mie instan rebus tetapi dalam bahasa kami namanya " Mie instan Com" (mie instan yang dicom). Karena memang mie instannya tidak direbus melainkan disiram dengan air panas mendidih.

     Oke gaesss... silahkan mencoba dan rasakan dengan seksama, inilah citarasa mie instan era 90an.

Selamat Mencoba dan nikmati sensasi "ngemie" di era 90an.