Pages

Wednesday, January 27, 2016

Eksistensi Rinjing Dijaman Serba Plastik

Masyarakat modern saat ini memiliki ketergantungan yang tinggi akan penggunaan kantong plastik. Di satu sisi, kantong plastik memiliki banyak kegunaan. Namun di sisi lain, kantong plastik juga menghasilkan efek negatif berupa limbah. Limbah kantong plastik sangat sulit terurai di dalam tanah dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat diurai. belum lagi selama proses penguraian bermacam-macam zat kimia yang terkandung di dalamnya akan mencemari tanah dan merusak kelestarian alam.


Dahulu masyarakat didesa-desa sudah menjawab tentang permasalahan hal ini dengan kearifan lokalnya dalam menjaga keseimbangan serta kelestarian alam. Mereka tidak serta merta mengandalkan kantong plastik sebagai alat untuk membungkus atau membawa barang dari suatu tempat ke tempat yang lain. Masyarakat pedesaan lebih mengenal atau menggunakan "Rinjing" sebagai alat untuk membawa barang dari satu tempat ke tempat yang lain.

Rinjing terbuat dari anyaman bambu yang menyerupai keranjang hanya saja anyaman rinjing lebih rapat. Jaman dahulu didusun Tepus somorejo rinjing digunakan untuk membawa hasil pertanian kepasar dan sebaliknya untuk membawa barang belanjaan dari pasar. Kini eksistensi rinjing sudah kalah saing dijaman yang serba plastik. Padahal rinjing lebih ramah lingkungan mengingat bahan bakunya terbuat dari bambu yang tumbuh dari alam.

Bagaimanapun fungsi kantong plastik tetap dibutuhkan namun sebisa mungkin penggunaannya harus dikurangi dan digunakan secara bijak.
Hal yang terpenting adalah meningkatkan kesadaran diri masing-masing untuk melakukan diet kantong plastik untuk mengurangi sampah plastik. satu langkah kecil perubahan yang kita lakukan sangat berarti untuk kelestarian bumi demi masa depan anak cucu kita.

Monday, January 11, 2016

Mersah Buah Hutan Yang Semakin Langka

    Mersah atau Rengasa, atau ada juga yang menyebutnya hangasa, wersah, yang mempunyai nama latin Amomum dealbatum ini termasuk buah hutan dan tidak dijajakan dipasaran. Kebanyakan hanya anak-anak di pedesaan saja yang tahu buah ini, itupun tidak semuanya, kalau anak desa nya anak rumahan (jarang main) dijamin tidak tahu buah ini.

    Tanaman Mersah yang juga biasa disebut dengan wersah ini hidup liar dan terpencar-pencar di hutan, adapun yang tumbuh di kebun atau dekat pemukiman penduduk biasanya sengaja ditanam atau tidak sengaja tumbuh setelah biji rangasa dibuang, tapi itupun jarang sekali terjadi. Pohonnya akan mudah tumbuh di daerah yang tanahnya lembab dan kaya akan humus. Untuk perbanyakannya sendiri, Mersah akan cepat tumbuh jika diperbanyak dengan menanam ujung rimpangnya yang berakar, karena Mersah ini memang termasuk anggota suku jahe-jahean (Zingiberaceae).
    Bagi anak-anak desa yang senang berpetualang masuk ke dalam hutan, buah ini biasanya diburu karena memang rasanya menyegarkan, dengan rasa manis sedikit asam dan berbau harum tentu akan menambah keseruan ketika berpetualang ke dalam hutan. Kebanyakan hanya akan memakannya di tempat, tapi ada juga yang suka membawanya pulang karena dalam satu tandan buah terdiri dari banyak buah mersah.

    Secara fisik, buahnya berbentuk lonjong dan berbelah bintang seperti buah belimbing, buahnya menempel pada tandan yang muncul di pangkal batang. Pada satu tandan terdapat banyak buah mersah, jika buahnya dibelah atau dikupas, daging buahnya berbentuk selaput atau gel dengan banyak biji yang berjajar searah. 

    Dahulu didusun Tepus desa Somorejo buah ini mudah dicari (dilebuh_lebuh/dibawah) rumah warga, namun sayangnya sekarang buah ini bisa dikatakan sudah hampir punah, ya,, sangat disayangkan buah ini sekarang semakin langka dan sulit ditemui. Hal tersebut diakibatkan oleh ketidak tahuan para warga akan manfaat dari buah mersah , sementara di sisi lain, jarang ada penduduk desa yang menyengaja menanam atau membudidayakan tanaman mersah ini.



Friday, January 1, 2016

Sambatan

Oke... Guys setelah beberapa waktu yang lalu diterbitkan entri "Sinoman" kini kita terbitkan entri tentang Kearifan Sosial Budaya Desa yaitu “Sambatan”.

Foto ilustrasi : sambatan membuat rumah tinggal

Setiap desa memiliki keanekaragaman budaya yang melekat di setiap sendi kehidupannya, menjadi satu kesatuan yang tidak bisa lepas dari kehidupan desa dan menjadi salah satu karakter pribadi dan identitas suatu desa. Setiap desa mempunyai budaya berbeda – beda, namun, ada satu budaya yang mungkin semua desa di Indonesia mempunyai budaya yang sama walaupun dengan istilah berbeda – beda akan tetapi mempunyai makna dan tujuan sama, yaitu Gotong Royong. Gotong royong, sebuah perilaku sosial masyarakat desa yang menjadi ciri khas desa di Indonesia yang begitu melekat pada setiap sendi kehidupan masyarakatnya.

Dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, gotong royong merupakan suatu sistem saling membantu, bekerja sama dalam pekerjaan. Gotong royong ditunjukkan dalam bentuk pengerahan tenaga untuk meringankan pekerjaan dalam suatu lingkungan di desa. Gotong royong dalam pembuatan rumah, membersihkan lingkungan, membuat jalan, maupun gotong royong dalam hal lain yang bersifat sosial.
Gotong royong merupakan wujud dari suatu rasa kepedulian antar individu satu dengan yang lain dan individu dengan lingkungannya. Budaya atau tradisi ini merupakan kewajiban sosial yang di tunjukkan oleh masyarakat desa atas nama kebersamaan, solidaritas, tenggang rasa tanpa memandang golongan, latar belakang, batas usia dan status sosial.

Sambatan, yaitu istilah lain gotong royong yang ada di Dusun Tepus Desa Somorejo, salah satu Dusun di Kabupaten Purworejo yang masih menjaga dan mempertahankan budaya gotong royong/sambatan. Sambatan, adalah kearifan budaya masyarakat Dusun Tepus Somorejo yang masih terjaga dan masih bertahan sampai saat ini, dimana arus globalisasi dan modernitas mulai menggerus sendi – sendi kehidupan desa. Sambatan hadir atas dasar solidaritas, kebersamaan, tenggang rasa, dengan tetap menjunjung tinggi sikap saling menghormati tidak membedakan status sosial, atas dasar keihklasan saling membantu dan dilakukan oleh semua warga tanpa memandang batas usia.

Sambatan, merupakan ciri masyarakat Dusun Tepus Somorejo yang dapat menghadirkan rasa persaudaraan, persatuan dan menyatukan perbedaan. Sambatan, adalah salah satu kekuatan dalam menjaga budaya, tradisi dan kearifan yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakatnya.
Sambatan merupakan tempat berkomunikasi, memecahkan masalah yang dihadapi dengan tetap menjaga persatuan untuk satu tujuan, menghilangkan ego individu. Atas dasar keadilan sosial bermasyarakat dan menjunjung tinggi nilai – nilai luhur budaya desa.

Tidak dipungkiri dengan pengaruh globalisasi seperti saat ini, budaya dan tradisi sambatan lambat laun akan tergerus, adanya budaya kota yang masuk ke desa, pengaruh teknologi dan pengaruh dari masyarakat desa yang tinggal di kota, kemudian membawa tradisi kota ke desanya merupakan faktor yang dapat menggerus budaya sambatan terkikis bahkan hilang sama sekali.
Perlu adanya upaya dan kesadaran dari masyarakat desa, tokoh masyarakat dan aparat desa untuk selalu saling mengingatkan dan menjaga serta melestarikan kearifan budaya luhur sambatan yang ada di Dusun Tepus Desa Somorejo.